Klinik Guru, Bukan Share Guru Semata
Kurikulum sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 1 Ayat (19)
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu. Pengembangan Kurikulum 2013 merupakan langkah lanjutan Pengembangan
Kurikulum Berbasis Kompetensi yang telah dirintis pada tahun 2004 dan KTSP 2006
yang mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu.
Wacana
klinik guru,
untuk menjawab pertanyaan terkait keluhan, tempat berkonsultasi, tempat bertanya
di lapangan saat guru melaksanakan tugasnya melaksanakan kurikulum 2013. Klinik
guru ini nantinya akan disebar di setiap kabupaten/kota dan diharapkan akan
memberikan alternatif solusi.
Sekilas
tampaknya menjadi angin segar bagi guru yang masih mengalami kendala dalam
membelajarkan materi pelajaran sesuai yang diinginkan kurikulum. Hanya saja
menyisakan pertanyaan besar terkait sistem manajemen dan pengelolaan klinik
guru tersebut. Begitu juga, siapa yang akan menjadi konsultan ahli (instruktur)
dalam menjawab berbagai keluhan tersebut. Hal ini tidaklah mudah, dan tentu
saja jangan hanya klinik guru sebagai tempat share saja bagi para guru.
Ada jutaan guru
yang telah melakukan pelatihan kurikulum, meski demikian setiap guru memiliki kompetensi
yang berbeda – beda, penguasaan TI, latar belakang dan kulaifikasi pendidikan,
serta tersebar di seluruh pelosok tanah air dengan keragamannya. Yang terjadi
di lapangan bahwa banyak guru yang mengajar bukan pada bidangnya dan
kualifikasi pendidikan pun tidak sesuai dengan apa yang diajarkan. Sementara
pelatihan kurikulum 2013 terbatas pada pelatihan pembuatan RPP (Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran), sehingga esensi dari pengembangan materi belum
tersampaikan dengan baik, mengingat keterbatasan waktu penyelenggaran pelatihan
kurikulum tersebut. Jadilah pelatihan kurikulum sebagai “stimulant”, selebihnya
praktik di lapangan yang lebih penting.
Terdapat tiga
komponen besar dalam pendidikan dan pengajaran kepada peserta didik, yaitu : pertama, kompetensi pengajar. Kompetensi
pengajar mencakup sejauhmana latar belakang pendidikan guru, penguasaan
kompetensi/keahlian guru, seberapa lama jam mengajar, seberapa berat peserta
didik yang akan dihadapi, serta seberapa sulit materi ajar yang disesuaikan dengan
penguasaan teknologi informasi. Kedua,
metodologi pengajaran yang mencakup sejauhmana guru mengemas materi ajar menjadi
sesuatu yang menarik bagi siswa tentu saja sesuai pendekatan scientific. Terkait hal ini adalah
pengemasan materi dalam model pembelajaran, metode, teknik, serta pendekatan. Ketiga, penguasaan peserta didik.
Seperti dimaklumi bersama bahwa setiap daerah memiliki perbedaan karakteristik
peserta didik, bahkan dalam 1 daerah pun terjadi perbedaan. Belum lagi wilayah
perkotaan, pinggiran kota, pedesaan, pantai, pegunungan, distrik terpencil, pun
turut andil mempengaruhi peserta didik.
Variabel –
variabel di atas tentu tidak bisa diabaikan begitu saja. Anggaplah seorang guru
memiliki kompetensi dalam bidangnya, lalu apakah serta merta mampu dan mau
beradaptasi dengan metodologi pengajaran dan memahami karakteristik peserta
didik ? Begitu pun seorang guru yang senior dalam jam terbang dan penguasaan
kelas, lantas apakah dengan mudah menerapkan kurikulum 2013 ? Belum tentu juga.
Sesungguhnya, permasalahan inti dari keluhan terhadap kurikulum 2013 adalah
dari sisi pengemasan materi (termasuk di dalamnya adalah evaluasi) yang disesuaikan
dengan potensi peserta didik yang beragam. Jadi, sejauhmana seorang guru mampu
membelajarkan materi dengan pendekatan scientific,
yang meliputi mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasikan, dan
mengkomunikasikan secara terpadu dengan kemampuan peserta didik serta
disesuaikan dengan kearifan lokal dan minimnya fasilitas. Inilah yang menjadi
PR bersama. Hal ini jauh lebih penting daripada melatih guru hanya bisa untuk
membuat RPP dan analisis yang sesuai dengan kurikulum 2013, tapi jauh dari
praktek. Karena demikianlah yang terjadi selama ini, bahwa pelatihan kurikulum
2013 masih berorientasi pada bagaimana guru mampu membuat RPP, evaluasi, dan
analisis.
Kendala –
kendala yang dihadapi pada pengamatan adalah penyediaan gambar, foto, dan video
yang hal ini terkait dengan Teknologi Informasi ambil misal LCD yang tidak
setiap sekolah menyediakan. Bahkan setiap sekolah pun terbatas dalam penggunaan
LCDnya. Kegiatan menanya mengalami kendala pada budaya siswa dalam bertanya.
Tidak setiap siswa mau bertanya dengan alasan malu, bertanya atau menjawab
dengan bahasa yang baik pun menjadi kendala. Pada pengumpulan informasi guru
mengalami kesulitan dalam penyediaan sumber ajar baik berupa internet, surat
kabar, majalah, atau buku – buku pendukung lainnya. Jika kegiatan mengamati,
menanya, dan mengumpulkan informasi mengalami kendala dan sulit diatasi karena fasilitas,
maka kegiatan mengasosiasi serta mengkomunikasikan menjadi hal yang susah
diterapkan.
Kendala –
kendala inilah yang menjadi PR bagi klinik guru. Inilah esensi pertanyaan –
pertanyaan nantinya. Lalu siapa yang akan menjadi tenaga ahli dalam mengatasi
kendala – kendala di atas ? Logikanya, haruslah tenaga ahli adalah praktisi di
lapangan bukan hanya akademisi yang berkecimpung pada teori. Jika diambil
adalah praktisi di lapangan, maka seyogyanya diambilkan dari tenaga pengajar
guru yang beragam asal sekolah, sehingga variansi jawaban dapat menjadi solusi
yang konstruktif. Selanjutnya terkait
sistem manajemen dan pengelolaan, maka baik online maupun offline seharusnya dapat
dikelola dengan baik. Jawaban – jawaban dapat diakses dengan secepat mungkin.
Selama ini layanan konsultasi via website – website pendidikan sekadar mangkrak
dan kurang mendapat perhatian, belum lagi jawaban – jawaban dari layanan
konsultasi belum tertangani dengan baik. Oleh karena ini, tenaga ahli
(instruktur) yang akan menjawab pertanyaan – pertanyaan terkait kurikulum 2013
harus standby dan fokus.
Guru yang mampu
mengemas materi dengan baik tentu berbandinglurus dengan kompetensi guru serta
penguasan kelas. Kualitas pengajaran bisa ditempuh bilamana guru yang kompeten
tersebut mau terus untuk mengembangkan diri dengan kursus – kursus, pelatihan, perkuliahan, saling share, tukar menukar informasi, dll. Oleh karena itu seiring dunia
berubah, kurikulum berubah, maka cara mengajarpun harus berubah.
0 comments:
Post a Comment