Text Widget

Sample Text

Remidi 2 Materi Bilangan

Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

BTemplates.com

Pages

Blogroll

About

Tuesday 31 December 2013

Memahami Lima Modal Sukses Belajar Siswa



Setiap siswa les tentunya mendambakan kesuksesan dan keberhasilan di dalam menempuh jenjang pendidikan yang dilaluinya. Tidak sedikit siswa les yang ketika bersekolah di SD menjadi anak yang berprestasi, namun terhenti ketika di jenjang SMP atau ketika di SD dan SMP berprestasi maksimal namun justru ketika di SMA prestasinya terpuruk. Atau bahkan sebaliknya, ketika di SD, SMP kemampuannya biasa – biasa malah di jenjang SMA berprestasi. Namun alangkah bahagianya seseorang yang ketika di jenjang SD, SMP, dan SMA selalu berprestasi, lebih berbahagia lagi bila ia berprestasi di sekolah yang terkenal sebagai sekolah unggulan dari jenjang SD hingga SMA dan hal ini jumlahnya teramat sedikit.
Pada tulisan kali ini, penulis memberikan sedikit ulasan siswa – siswa yang berprestasi di semua jenjang pendidikan, terutama siswa – siswa yang berprestasi di sekolah unggulan. Setidaknya ada lima modal yang dimiliki, diantaranya : kecerdasan, kesungguhan, finansial memadai, guru yang mendukung, dan fisik yang kuat.
Kecerdasan merupakan modal terbesar seseorang dalam menggapai kesuksesan belajar. Di mana pun ia bersekolah, bilamana ia memiliki kecerdasan yang kuat, maka ia akan tetap berprestasi. Ada ibarat yang menyatakan bahwa mutiara akan tetap menjadi mutiara meski berada di lumpur yang hitam kelam. Namun prestasi tersebut tidak akan berkembang dengan optimal, manakala ia bersekolah yang tidak tepat, sebagaimana sebutir benih akan tumbuh berkembang di lahan yang cocok, di mana seharusnya ia tumbuh. Beberapa indikator yang dapat dijadikan tolak ukur kecerdasan, diantaranya ; untuk seusia siswa tersebut, ia tergolong memiliki kecepatan membaca yang baik, menghitung begitu mudah, logika kuat, kemampuan memahami, bahkan kemampuan memberikan analisis.
Seorang siswa les yang memiliki motivasi dan minat yang kuat kemudian diiringi dengan kesungguhan, maka sekurang pandai apapun siswa, ia akan mendapatkan peningkatan, meski peningkatan yang tidak seberapa. Bahkan bisa jadi ia bisa mengungguli siswa yang cerdas. Termasuk diantara kesungguhan dalam hal ini adalah kesungguhan untuk memperhatikan di ruangan kelas, sungguh – sungguh dalam belajar, berani bertanya, sifat kritis, dan kesungguhan dalam memanfaatkan waktu agar tidak terbuang percuma.
Tentu ada yang bertanya mengapa finansial begitu penting dalam menuju kesuksesan dalam belajar ? Tidakkah kita pahami bahwa sekolah – sekolah unggulan lebih 90% diisi oleh anak yang memiliki kemampuan orang tua yang cukup mapan. Maraknya bimbel – bimbel baik skala nasional maupun lokal tidak dipungkiri telah memberi kesempatan belajar yang lebih bagi siswa yang berfinansial cukup. Bahkan hingga siswa yang berprestasi di sekolah unggulkan akan memiliki guru les privat. Kecukupan finansial seakan telah menjadi kendaraan pribadi. Fasilitas teknologi dan informasi , buku – buku pendukung, serta peralatan – peralatan lebih leluasa dimiliki oleh siswa yang orangtuanya memiliki kemampuan financial yang cukup.
Siswa les yang berprestasi tidak bisa terlepas dari guru les yang mendukung kinerja belajarnya. Ketika siswa malas belajar, guru les tersebut datang untuk member perhatian dan motivasi. Guru les menjadi otomotif penggerak bagi siswa. Sungguh beruntung pula, siswa les yang mendapat guru les yang cerdas. Guru yang mampu menjelaskan materi – materi yang sulit, guru yang sabar akan keluhan materi pelajaran yang sulit dari siswanya. Adakalanya seorang siswa les yang berprestasi ketika di SD karena mendapat figur guru les yang cocok. Tetapi ketika di SMP, prestasinya menurun karena figur guru yang diharapkan  tidak muncul, hal ini amat disayangkan. Semakin banyak guru yang memotivasi dia, banyaknya guru yang cerdas yang ia miliki, maka berkorelasi positif terhadap prestasi yang didapatkan.
Yang terakhir adalah fisik yang kuat. Fisik yang kuat bukan berarti yang jago dalam berkelahi atau jago berolahraga, akan tetapi tapi jago dalam belajar. Ada siswa berprestasi di sekolah unggulan menceritakan, kalo selepas pulang les dari sekolah, sore harinya les di bimbel, kemudian malam harinya les privat. Setelah les privat, langsung belajar hingga larut malam dan ini berlangsung terus menerus. Pertanyaan yang muncul adalah, “kok kuat, ya?”.
Catatan bahwa dalam bab ini, kata guru bisa dimaknai guru les ataupun guru sekolah. Begitu juga siswa bisa bermakna siswa les atau siswa yang tidak les.

Memahami Tingkat Kemampuan Siswa



Saat ini mari kita berbicara tentang kemampuan siswa. Saya membagi kemampuan siswa dalam 4 jenis :
1.       Siswa yang pinter dan rajin belajar
2.       Siswa yang pinter tapi malas belajar
3.       Siswa yang kurang pinter tapi rajin belajar
4.       Siswa yang kurang pinter sekaligus malas belajar
Saya tidak akan membicarakan ukuran pinter secara kuantitatif atau kualitatif, begitu juga terkait kerajinan dan kemalasan. Karena kita tahu kecerdasan itu multiple, jadi cerdas atau pinter dalam bidang A namun di bidang B dia kurang. Namun secara sederhana, kita dapat membandingkan dengan kemampuan kita sendiri. Jika si anak memiliki kemampuan yang setara atau lebih dari kita di saat kita berusia seusia mereka, maka dapatlah kita katakan dia pinter. Misal si A usianya 13 tahun, kemudian kita tarik ke belakang kemampuan kita saat usia kita 13 tahun, jika kemampuannya anak itu sama dengan kita atau bahkan lebih maka dapatlah kita katakan dia pinter. Sebaliknya si B dengan usia 9 tahun, di saat usia kita seperti itu kita sudah bisa perkalian, kok si B belum, maka kita dapat mengkategorikan dia kurang pinter. Ingat, bahwa dalam mengkomunikasikan dengan orangtua kita tidak boleh mengatakan bahwa anak bapak kurang pinter, tapi hendaknya kita pandai – pandai dalam mengatur kalimat.
Kemudian kategori rajin atau malas belajar, cukuplah siswa sendiri yang akan menceritakan. Dia akan cerita kalau dia rajin belajar, belajar rutin tiap malam, tugas selalu dikerjakan, maka dapatlah kita katakan bahwa anak tersebut rajin belajar. Begitu juga kadang kita bisa mendapat informasi awal dari orangtua, manakala bapaknya atau ibunya cerita kalau si anak malas belajar, maka dapatlah kita mempercayai begitu saja. Kita sendiri pun bisa mengkategorikan si anak rajin atau malas belajar dengan PR atau tugas yang kita berikan, bila si anak merespon dengan mengerjakan, maka kita bisa mengklaim bahwa si anak rajin belajar.
Perlu diketahui bahwa kerajinan dan kemalasan belajar itu relatif terhadap waktu. Terkadang si anak rajin di awal tahun ajaran, tapi begitu sudah beberapa minggu, si anak ada pada habitat semula yaitu malas belajar, maka dengan demikian kita dapat mengatakan bahwa si anak adalah tipe pemalas. Jadi yang ditekankan di sini adalah seringnya si anak malas atau rajin belajar. Timbul pertanyaan, bila suasah mengkategorikan si anak rajin atau malas lantaran, si anak terkadang belajar terkadang tidak dan kita sulit membedakan, maka yang terbaik kita bisa mengkategorikan bahwa si anak rajin belajar. Mengapa, karena anak sekarang lebih banyak tidak belajarnya daripada belajarnya.
Sekarang kita akan membicarakan bagaimana menghadapi siswa dengan ke empat kategori di atas :
1.       Siswa yang pinter dan rajin belajar
Saya sering menjumpai si anak dengan kategori di atas biasanya menduduki peringkat 5 besar untuk jenjang SMA, tapi tidak berlaku untuk anak SMP apalagi SD. Anak SMA mau tidak mau tidak cukup berbekal pinter semata, tanpa mau belajar. Saya sering menjumpai anak – anak yang pinter tapi karena malas belajar sukar berkembang kemampuannya di SMA. Suatu saat kita mengajarkan materi A tapi seminggu lagi atau sebulan lagi materi tersebut sudah dilupakan, padahal materi itu bisa menjadi materi prasyarat untuk mempelajari materi selanjutnya. Hal ini disebabkan karena ia malas belajar.
Siswa dengan kategori ini dalam les akan cenderung menuntut kita lebih inovasi. Jika kita tidak mau memberikan inovasi pembelajaran yang lebih, ia akan cenderung malas les, atau bahkan minta berhenti les. Hal ini akan menjadikan kendala bagi kita.
Hal tersebut masuk akal, karena siswa tersebut sudah mampu mengikuti dengan baik pelajaran di kelasnya, kemudian belajar mandiri saja bisa, sehingga manakala kita tidak memberikan sesuatu yang sifatnya menarik atau lebih inovatif, maka kita akan ditinggalkan oleh mereka. Siswa dengan kategori ini justru cenderung memiliki tingkat kemalasan yang lebih tinggi dibanding dengan kategori 2 dan 3. Mengapa ? karena kembali bahwa ia mampu mempelajari materi secara mandiri.
Strategi kita adalah membelajarkan materi dengan sesuatu yang beda, atau sesuatu yang sifatnya menantang. Soal – soal menantang dapat kita latihkan dengan memberikan siswa les berupa soal yang membutuhkan pemecahan masalah yang kompleks, menemukan rumus, soal – soal yang relatif baru dan menarik.
2.       Siswa yang pinter tapi malas belajar
Menghadapi siswa dengan kondisi ini sebenarnya lebih menyenangkan, karena tidak menuntut kita belajar sesuatu yang lebih seperti halnya dengan kategori 1. Kendala menghadapi siswa ini adalah bilamana si anak masih tetap terus tidak mau belajar, maka kemampuannya tidak akan berkembang dengan baik. Di pasaran les, jumlah siswa dengan kategori 2 ini sangat banyak. Bahkan dalam pengamatan yang terbatas saya, ada sekitar 40%.
Siswa ini cukuplah diberikan stimulus – stimulus dengan membiarkan siswa yang sendiri mengerjakan soal. Siswa ini akan cenderung bosan les, manakala kita disibukkan mengerjakan soal latihan, dia yang bengong. Logikanya mudah, karena di les ia membutuhkan belajar, bukan dibelajari. Jadi biarkan anak ini belajar, sementara kita dapat sms an. Ini fakta, bahwa saya sering bisa sms manakala mendapatkan siswa dengan model seperti ini.
3.       Siswa yang kurang pinter tapi rajin belajar
Di pasaran les jumlah siswa dengan kategori 3 ini termasuk cukup banyak pula, ada sekitar 40 %. Siswa dengan kategori ini punya kelebihan paling minat di dalam les. Mengapa ? karena ia sudah belajar mati – matian tapi kok tidak bisa – bisa. Hal ini saya sering menjumpai siswa kelas XI IPS atau kelas XII IPS. Mereka sudah belajar matematika, tapi kok tidak bisa – bisa.
Dalam membelajarkan siswa ini, dituntut guru mengajarkan dengan materi – materi yang mudah. Berikan siswa latihan soal – soal yang ringan dan biarkan mereka berlatih mengerjakan sendiri. Kalau soal yang kita berikan memang menuntut harus berhadapan dengan soal yang rumit, maka hendaknya kita mengerjakan soal yang rumit tersebut terlebih dahulu, kemudian kita modifikasi soal tersebut dengan missal mengganti bilangan saja, atau mengganti kalimatnya.
Inti sesungguhnya bahwa menghadapi siswa ini, kita berikan soal – soal yang mudah dan tidak rumit dengan tujuan siswa akan semangat lagi dalam belajar.
4.       Siswa yang kurang pinter sekaligus malas belajar
Ketika menjumpai siswa ini, ada kecenderungan pengajar les tidak sabar. Saya menjumpai keluhan dari orangtua bahwa anaknya sering dimarahi guru lesnya sehingga jadi takut, bahkan trauma dalam les. Akibatnya anak enggan dalam les. Keluhan lain bahwa pengajar les menjelaskan materi les secepat mungkin seakan – akan lomba adu cepat.
Memang menghadapi siswa ini termasuk paling susah, karena akibat dia kurang pinter dan males belajar adalah minat les itu rendah. Apalagi siswa tersebut memiliki kesibukan kegiatan sekolah atau ngeband, nongkrong, bahkan ngeGame, maka minat les anak teramat rendah. Bahkan ditambah lagi dengan kesibukan orangtuanya menjadikan minat dan motivasi les menjadi semakin rendah. Ternyata penyadaran – penyadaran akan pentingnya belajar atau pentingnya les, tidak bermanfaat lagi buatnya.
Umumnya siswa dengan kategori ini, yang minat les adalah orangtuanya. Si Anak terpakasa mau berangkat les, karena dipaksa oleh orangtuanya.
Solusianya, nah, di saat ada ruang perkenalan sebelum les, bahwa sampaikan ke anak, agar niat les bukanlah keterpaksaan. Tanamkan bahwa orangtua tidak bisa memberikan apa – apa kecuali hanya mengeleskan, dll. Pokoknya berikan motivasi atau doktrin bahwa yang butuh les adalah dirinya, bukan orangtuanya. Ini akan meminimalkan masalah di kemudian hari.
Kelemahan siswa ini sebagai berikut :
a.       Minat dan motivasi les siswa rendah
b.      Konsentrasi kurang, karena pikirannya bagaimana les itu bisa cepat selesai
c.       Menyukai jika les itu kosong
d.      Lebih banyak diam dan kurang merespon materi atau pertanyaan yang kita ajukan
e.      Sebaliknya bila dia les dengan jumlah  siswa banyak, akan cenderung ngobrol seperti pepatah tong kosong nyaring bunyinya
f.        Hasil prestasi yang didapatkan kelak akan segitu saja (sulit meningkat) dengan kata lain yang penting targetnya adalah lulus
g.       Jika nilai rendah di ujian, maka siap – siap kita tidak ditegur orangtuanya
h.      Suka menjauh dengan gurunya

Segi Kemanfaatan Les Privat



Les privat sampai sekarang masih diyakini akan kebermanfaatannya, ini dapat kita lihat dari menjamurnya guru – guru les privat di pasaran. Dari yang mahasiswa semester 2 hingga Bapak Guru yang usianya 40 tahunan.
                Bagi guru les privat manfaatnya sebagai berikut :
1.       Menambah penghasilan
Penghasilan bertambah dan kita berharap halal. Bagaimana tidak bertambah, manakala kita hanya bermodal bensin 1 liter dan waktu 1.5 jam sudah dapat penghasilan 10 x lipat.
2.       Meningkatkan kompetensi
Kompetensi pedagogis kita dapat terasah bila sering memberikan les privat, apalagi sering menghadapi soal – soal dari sekolah – sekolah favorit.
3.       Melatih kesabaran
Kesabaran menghadapi siswa yang kurang akademiknya, perilaku – perilaku, dll, nanti akan kita temui, bila kita bisa sabar terus kita bisa memberikan terobosan, al hasil akan memberikan manfaat bagi kedua belah pihak.
4.       Membuka relasi dan kompetensi sosial
Relasi dengan siswa pun diperlukan, kita terkadang bisa mendapatkan pengalaman belajar dari siswa, mengetahui bagaimana bisa belajar, mengetahui kemampuan siswa, dll. Sehingga dengan komunikasi bersama siswa, gambaran – gambaran guru sekolah atau sekolah itu sendiri yang siswa ceritakan dapat meningkatkan hubungan relasi sosial. 
Bagi siswa tentunya lebih bermanfaat, diantaranya :
1.       Siswa dapat mengikuti pelajaran sekolah dengan baik setelah sebelumnya tidak bisa.
Wajar bila siswa tidak bisa mengikuti pelajaran di kelas, manakala siswa jarang belajar, kelas ramai, siswa lagi sakit, ijin sekolah, dll, yang menyebabkan siswa ketinggalan materi. Ketinggalan materi tersebut dapat dikejar oleh siswa di tempat les, sehingga siswa dapat kembali mengikuti pelajaran dengan baik.
Les pula yang dapat memberikan pengetahuan tambahan, sehingga siswa dapat maksimal ketika belajar di sekolah. Ada kalanya siswa jadi lebih PeDe mengikuti pelajaran karena sebelumnya telah mengikuti les. Siswa pun tidak terlalu khawatir ketinggalan pelajaran karena ia nanti bisa les di rumah.
2.       Trik – trik menjawab soal didapatkan
Ketika di kelas seorang guru menjawab soal tertentu bisa sangat panjang, karena saking panjangnya siswa kesulitan menelusuri alur berpikirnya, terkadang pula guru muter – muter dalam menjelaskan materinya, di sisi lain siswa takut atau malu untuk bertanya. Nah di les, guru les privat akan dapat menjelaskan kembali kesulitan siswa tadi, bahkan guru les akan memberikan trik – trik menjawab soal secara mudah tanpa meninggalkan esensi dari analisis materi.
3.       Mendapatkan variasi soal yang beragam
Perlu diketahui bahwa les privat adalah pembelajaran berbasis soal, sehingga penguasaan variasi soal mutlak diperlukan. Siswa perlu diberikan variasi soal agar kompetensinya dapat berkembang optimal. Jika siswa hanya mencukupkan diri dengan soal yang diberikan oleh gurunya, di saat lain ia akan gugup menghadapi soal yang berbeda variasinya, padahal soal itu mudah dikerjakan.
4.       Sekaligus belajar
Ada yang menjadikan les itu sebagai waktu belajar, artinya siswa ketika di rumah tidak pernah belajar, dan belajarnya ya hanya saat siswa lagi les. Fakta ini sering dijumpai apalagi pada jenjang sekolah dasar, karena siswa pada masa – masa ini begitu kesulitan untuk belajar mandiri. Karena mngetahui kondisi anaknya demikian, maka orangtua berinisiatif untuk mencarikan guru les agar sekalian belajar.
5.       Mengontrol prestasi siswa
Prestasi siswa dalam artian rangking dapat dikontrol melalui les. Misalnya saat semester 1 siswa rangking 19, maka guru les memberikan motivasi sehingga semester 2 ada peningkatan rangkingnya. Setidaknya peningkatan dalam mapel yang kita les. Umumnya jika nilai siswa naik, ada kecenderungan les akan bertahan.

Definisi Les Privat




Sebelum berbicara lebih jauh mengenai seputar les privat, terlebih dahulu akan kita definisikan tentang les privat. Definisi ini, kami bawakan menurut saya pribadi. Diharapkan dengan definisi ini menjadi lebih jelas dan tergambar sejak awal.
           Les privat adalah pembelajaran di luar sekolah, yang dilakukan oleh pemberi jasa di luar jam kegiatan belajar mengajar, yang menggunakan kurikulum sekolah sebagai acuan, dengan jumlah siswa dibatasi maksimal 4, dan dibatasi oleh waktu tertentu. Pemberi jasa tersebut selanjutnya dinamakan guru les privat, baik statusnya masih mahasiswa ataupun sudah menjadi guru. Adapun jika jumlah siswa yang diajar berkisar antara 4 sampai 9 siswa maka dinamakan les semi privat, dan lebih dari 9 siswa dinamakan les kelas klasikal.
         Seiring dengan berjalannya waktu, seorang guru les privat ternyata tidak hanya mengajar 1 anak dalam 1 keluarga tetapi mengajar anak – anak yang lain dalam 1 keluarga. Misalnya Pak A memiliki 2 anak yaitu B dan C, ketika guru les privat tadi mengajar B sekaligus C, maka pada saat itu guru les privat kita sebut dengan istilah Family Teacher atau terjemahan bebasnya adalah guru keluarga.
      Jasa yang diberikan oleh guru les berupa waktu dan intelektual. Guru les memberikan bimbingan, pemahaman, pengertian, penjelasan, dan aspek – aspek kogintif yang lain kepada siswa les. Selanjutnya jasa tadi akan dihargai oleh orangtua siswa dengan sejumlah uang sesuai dengan kesepakatan sebelumnya. Sejumlah uang tadi memiliki beberapa variasi nama seperti uang transport, honor, spp les, biaya les, gaji, ataupun vakasi. Dari penamaan – penamaan tersebut, saya lebih cenderung menyukai dengan menggunakan nama vakasi.