Memahami Tingkat Kemampuan Siswa
Saat ini mari kita berbicara tentang kemampuan siswa. Saya membagi
kemampuan siswa dalam 4 jenis :
1.
Siswa yang pinter dan rajin belajar
2.
Siswa yang pinter tapi malas belajar
3.
Siswa yang kurang pinter tapi rajin belajar
4.
Siswa yang kurang pinter sekaligus malas belajar
Saya tidak akan membicarakan ukuran pinter secara kuantitatif atau
kualitatif, begitu juga terkait kerajinan dan kemalasan. Karena kita tahu
kecerdasan itu multiple, jadi cerdas
atau pinter dalam bidang A namun di bidang B dia kurang. Namun secara
sederhana, kita dapat membandingkan dengan kemampuan kita sendiri. Jika si anak
memiliki kemampuan yang setara atau lebih dari kita di saat kita berusia seusia
mereka, maka dapatlah kita katakan dia pinter. Misal si A usianya 13 tahun,
kemudian kita tarik ke belakang kemampuan kita saat usia kita 13 tahun, jika
kemampuannya anak itu sama dengan kita atau bahkan lebih maka dapatlah kita
katakan dia pinter. Sebaliknya si B dengan usia 9 tahun, di saat usia kita
seperti itu kita sudah bisa perkalian, kok si B belum, maka kita dapat
mengkategorikan dia kurang pinter. Ingat, bahwa dalam mengkomunikasikan dengan
orangtua kita tidak boleh mengatakan bahwa anak bapak kurang pinter, tapi
hendaknya kita pandai – pandai dalam mengatur kalimat.
Kemudian kategori rajin atau malas belajar, cukuplah siswa sendiri yang
akan menceritakan. Dia akan cerita kalau dia rajin belajar, belajar rutin tiap
malam, tugas selalu dikerjakan, maka dapatlah kita katakan bahwa anak tersebut
rajin belajar. Begitu juga kadang kita bisa mendapat informasi awal dari
orangtua, manakala bapaknya atau ibunya cerita kalau si anak malas belajar,
maka dapatlah kita mempercayai begitu saja. Kita sendiri pun bisa
mengkategorikan si anak rajin atau malas belajar dengan PR atau tugas yang kita
berikan, bila si anak merespon dengan mengerjakan, maka kita bisa mengklaim bahwa
si anak rajin belajar.
Perlu diketahui bahwa kerajinan dan kemalasan belajar itu relatif
terhadap waktu. Terkadang si anak rajin di awal tahun ajaran, tapi begitu sudah
beberapa minggu, si anak ada pada habitat semula yaitu malas belajar, maka
dengan demikian kita dapat mengatakan bahwa si anak adalah tipe pemalas. Jadi
yang ditekankan di sini adalah seringnya si anak malas atau rajin belajar.
Timbul pertanyaan, bila suasah mengkategorikan si anak rajin atau malas
lantaran, si anak terkadang belajar terkadang tidak dan kita sulit membedakan,
maka yang terbaik kita bisa mengkategorikan bahwa si anak rajin belajar.
Mengapa, karena anak sekarang lebih banyak tidak belajarnya daripada
belajarnya.
Sekarang kita akan membicarakan bagaimana menghadapi siswa dengan ke
empat kategori di atas :
1.
Siswa yang pinter dan rajin belajar
Saya sering menjumpai si anak dengan kategori di atas biasanya menduduki
peringkat 5 besar untuk jenjang SMA, tapi tidak berlaku untuk anak SMP apalagi
SD. Anak SMA mau tidak mau tidak cukup berbekal pinter semata, tanpa mau
belajar. Saya sering menjumpai anak – anak yang pinter tapi karena malas
belajar sukar berkembang kemampuannya di SMA. Suatu saat kita mengajarkan
materi A tapi seminggu lagi atau sebulan lagi materi tersebut sudah dilupakan,
padahal materi itu bisa menjadi materi prasyarat untuk mempelajari materi
selanjutnya. Hal ini disebabkan karena ia malas belajar.
Siswa dengan kategori ini dalam les akan cenderung menuntut kita lebih
inovasi. Jika kita tidak mau memberikan inovasi pembelajaran yang lebih, ia
akan cenderung malas les, atau bahkan minta berhenti les. Hal ini akan
menjadikan kendala bagi kita.
Hal tersebut masuk akal, karena siswa tersebut sudah mampu mengikuti
dengan baik pelajaran di kelasnya, kemudian belajar mandiri saja bisa, sehingga
manakala kita tidak memberikan sesuatu yang sifatnya menarik atau lebih
inovatif, maka kita akan ditinggalkan oleh mereka. Siswa dengan kategori ini
justru cenderung memiliki tingkat kemalasan yang lebih tinggi dibanding dengan
kategori 2 dan 3. Mengapa ? karena kembali bahwa ia mampu mempelajari materi
secara mandiri.
Strategi kita adalah membelajarkan materi dengan sesuatu yang beda, atau
sesuatu yang sifatnya menantang. Soal – soal menantang dapat kita latihkan
dengan memberikan siswa les berupa soal yang membutuhkan pemecahan masalah yang
kompleks, menemukan rumus, soal – soal yang relatif baru dan menarik.
2.
Siswa yang pinter tapi malas belajar
Menghadapi siswa dengan
kondisi ini sebenarnya lebih menyenangkan, karena tidak menuntut kita belajar
sesuatu yang lebih seperti halnya dengan kategori 1. Kendala menghadapi siswa
ini adalah bilamana si anak masih tetap terus tidak mau belajar, maka kemampuannya
tidak akan berkembang dengan baik. Di pasaran les, jumlah siswa dengan kategori
2 ini sangat banyak. Bahkan dalam pengamatan yang terbatas saya, ada sekitar
40%.
Siswa ini cukuplah
diberikan stimulus – stimulus dengan membiarkan siswa yang sendiri mengerjakan
soal. Siswa ini akan cenderung bosan les, manakala kita disibukkan mengerjakan
soal latihan, dia yang bengong. Logikanya mudah, karena di les ia membutuhkan
belajar, bukan dibelajari. Jadi biarkan anak ini belajar, sementara kita dapat
sms an. Ini fakta, bahwa saya sering bisa sms manakala mendapatkan siswa dengan
model seperti ini.
3.
Siswa yang kurang pinter tapi rajin belajar
Di pasaran les jumlah
siswa dengan kategori 3 ini termasuk cukup banyak pula, ada sekitar 40 %. Siswa
dengan kategori ini punya kelebihan paling minat di dalam les. Mengapa ? karena
ia sudah belajar mati – matian tapi kok tidak bisa – bisa. Hal ini saya sering
menjumpai siswa kelas XI IPS atau kelas XII IPS. Mereka sudah belajar
matematika, tapi kok tidak bisa – bisa.
Dalam membelajarkan
siswa ini, dituntut guru mengajarkan dengan materi – materi yang mudah. Berikan
siswa latihan soal – soal yang ringan dan biarkan mereka berlatih mengerjakan
sendiri. Kalau soal yang kita berikan memang menuntut harus berhadapan dengan
soal yang rumit, maka hendaknya kita mengerjakan soal yang rumit tersebut
terlebih dahulu, kemudian kita modifikasi soal tersebut dengan missal mengganti
bilangan saja, atau mengganti kalimatnya.
Inti sesungguhnya bahwa
menghadapi siswa ini, kita berikan soal – soal yang mudah dan tidak rumit
dengan tujuan siswa akan semangat lagi dalam belajar.
4.
Siswa yang kurang pinter sekaligus malas belajar
Ketika menjumpai siswa ini, ada kecenderungan pengajar les tidak sabar.
Saya menjumpai keluhan dari orangtua bahwa anaknya sering dimarahi guru lesnya
sehingga jadi takut, bahkan trauma dalam les. Akibatnya anak enggan dalam les.
Keluhan lain bahwa pengajar les menjelaskan materi les secepat mungkin seakan –
akan lomba adu cepat.
Memang menghadapi siswa ini termasuk paling susah, karena akibat dia
kurang pinter dan males belajar adalah minat les itu rendah. Apalagi siswa
tersebut memiliki kesibukan kegiatan sekolah atau ngeband, nongkrong, bahkan
ngeGame, maka minat les anak teramat
rendah. Bahkan ditambah lagi dengan kesibukan orangtuanya menjadikan minat dan
motivasi les menjadi semakin rendah. Ternyata penyadaran – penyadaran akan
pentingnya belajar atau pentingnya les, tidak bermanfaat lagi buatnya.
Umumnya siswa dengan kategori ini, yang minat les adalah orangtuanya. Si
Anak terpakasa mau berangkat les, karena dipaksa oleh orangtuanya.
Solusianya, nah, di saat ada ruang perkenalan sebelum les, bahwa
sampaikan ke anak, agar niat les bukanlah keterpaksaan. Tanamkan bahwa orangtua
tidak bisa memberikan apa – apa kecuali hanya mengeleskan, dll. Pokoknya
berikan motivasi atau doktrin bahwa yang butuh les adalah dirinya, bukan
orangtuanya. Ini akan meminimalkan masalah di kemudian hari.
Kelemahan siswa ini sebagai berikut :
a.
Minat dan motivasi les siswa rendah
b.
Konsentrasi kurang, karena pikirannya bagaimana
les itu bisa cepat selesai
c.
Menyukai jika les itu kosong
d.
Lebih banyak diam dan kurang merespon materi
atau pertanyaan yang kita ajukan
e.
Sebaliknya bila dia les dengan jumlah siswa banyak, akan cenderung ngobrol seperti
pepatah tong kosong nyaring bunyinya
f.
Hasil prestasi yang didapatkan kelak akan segitu
saja (sulit meningkat) dengan kata lain yang penting targetnya adalah lulus
g.
Jika nilai rendah di ujian, maka siap – siap
kita tidak ditegur orangtuanya
h.
Suka menjauh dengan gurunya
0 comments:
Post a Comment