Text Widget

Sample Text

Remidi 2 Materi Bilangan

Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

BTemplates.com

Pages

Blogroll

About

Thursday 2 January 2014

Kecanduan Dibalik Layar Mungil


HP merupakan alat komunikasi terpenting saat ini. Dari anak mungil hingga orang dewasa, hidup tidak bisa dilepaskan dari alat komunikasi ini. Pagi, petang, sore, hingga malam bunyi ringtone telp dan sms selalu berdering, utamanya adalah siswa les. Bila hal ini terus terjadi, maka mulai timbullah berbagai macam persoalan seputar HP.
HP sebagaiamana alat teknologi yang lain seperti pedang bermata dua. Jika penggunanya pandai memanfaatkannya maka akan memberikan manfaat yang besar, sebaliknya jika tidak, maka pedang itu akan menghunusnya. Terlepas dari berbagai manfaat dari HP bagi siswa les seperti berkomunikasi dengan teman, memberi kabar kepada orangtua, sampai digunakan untuk bertanya kepada Bapak/Ibu Guru, HP secara nyata telah memberikan sisi negatif yang harus diperhatikan.
Seorang siswa les sedang bersms ria sambil tertawa sendiri di tengah pelajaran les berlangsung seakan bukan hal yang baru bagi guru les, bahkan pemandangan seperti ini dijumpai setiap harinya. Tidak hanya satu atau dua siswa les saja yang melakukan bahkan termasuk guru lesnya. Guru kencing berdiri, anak kencing berlari.
Rangking kelas menurun, nilai jeblok, konsentrasi rendah, pikiran hanya diisi untuk membalas sms, demikianlah pengakuan siswa les yang aktif menggunakan HP di dalam kelas sekolah. Siswa les menyadari bahwa HP telah merugikan dirinya. Hampir seluruh waktunya habis untuk membalas sms dan facebook. Mereka rela tidak makan, minum, mandi, dan ibadah karena si layar mungil ini. Mereka rela pula sampai larut malam untuk menjalankan aktivitasnya layaknya operator seluler. Sampai susah bangun pagi hingga orangtuanya harus membangunkannya lewat sms. Di jalan tidak lupa menjawab sms. Belajar 5 menit namun bersmssepanjang waktu di kamar. Dilihatnya di depan buku, tapi hati menerawang jauh di HP, apalagi yang sms teman lawan jenisnya.
Sedemikian parahnya sebagian pelajar saat ini. Jadilah apa yang disampaikan bapak Ibu guru sampai mulutnya berbusa seperti anjing menggonggong di telinga siswa. Perkataan guru bukanlah ringtone sms yang enak didengarkan. Tulisan di papan tulis bukanlah hal menarik dibandingkan dengan si layar mungil HP. Soal dan pertanyaan guru di lembar ulangan atau lisan bukan hal yang menarik untuk dijawab lagi, karena siswa sudah ratusan kali membalas jawaban sms.

Guru dan juga guru les sebagai pendidik memiliki tanggungjawab besar dalam mengingatkan akan dampak negatif dari layar mungil ini. Penuh perjuangan yang kuat dan keras dalam menghilangkan kecanduan terhapadap si layar mungil ini. HP adalah candu melebihi rokok itu sendiri. Beberapa sekolah telah melarang penggunaan HP, ini tentunya patut diterapkan sebelum wabah virus sms di  tengah pelajaran menyebar. Di balik pelarangan ini tentu ada dampak sistemik positif di mata siswa. 

Penyelesaian Soal Yang Berbeda


Guru dalam penyelesaian soal bisa berbeda dengan guru les, hal ini wajar. Umumnya guru les dalam menyelesaikan soal lebih cepat, irit langkah, dan waktu lebih hemat. Cara yang bisa dibilang cepat, belum menjamin siswa lebih paham dan efektif, manakala didapati guru sekolahnya tidak menginginkan penyelesaian lain. Ini artinya, guru sekolah menginginkan siswanya menjawab sesuai dengan cara yang guru ajarkan.
Bahkan ada guru sekolah yang marah, bila siswa menggunakan penyelesaian yang berbeda, meski hasil akhir sama. Hal ini membuat siswa bingung dan menjadi tidak bisa. Namun, bila siswa tersebut memiliki akademik yang tinggi maka siswa akan mampu memadukan dengan baik.
Oleh karenanya, guru les harus memahami hal yang demikian. Seyogyanya manakala siswa menanyakan soal atau ketidakjelasan penjelasan dari guru sekolah, siswa ditawari apakah  mau dijelaskan dengan cara guru atau cara kita. Manakala siswa memilih dengan cara kita, maka kita jelaskan hanya saja, bila saat ujian dengan soal uraian, maka guru les tetap meminta siswa mengerjakan dengan penyelesaian yang sama dengan gurunya.
Terkadang guru sekolah dalam menjelaskan materi terdapat kesalahan baik dalam konsep ataupun dalam materi yang rumit, hal ini menjadikan guru les harus pandai – pandai dalam mengatur suasana. Sebab jika berbeda dalam hasil akhir, maka tentu siswa akan bingung. Jika kita yakin bahwa guru sekolah yang salah, maka kita sampaikan ke siswa dan beri pengertian sekaligus bukti – bukti yang kuat. Dengan demikian siswa tidak lagi bingung.

Sampaikan ke anak, bahwa sekalipun guru sekolah terdapat kesalahan yang bisa jadi fatal, tetap siswa tidak boleh seenaknya menyalahkan guru sekolah tersebut tanpa mengingat kebaikan yang lain. Sebab sisi salahnya hanya sebagian kecil. Jika siswa sampai menyalahkan gurunya, otomatis guru sekolah akan memarahi siswa tersebut, dan berakibat guru sekolah akan melarang siswanya les dengan kita. 

Jangan Silau Pujian


Seringkali siswa atau orangtua siswa memuji atas usaha dan perjuangan kita. Baik pada saat siswa nilainya tinggi, berhasil masuk sekolah yang diharapkan, atau terbantu dalam proses pembelajaran. Begitu mereka memuji, di saat yang sama tatalah hati kita, sehingga akan terhindar dari ujub. Kalau perlu, tahanlah pujian itu untuk pindah ke topik yang lain, atau sampaikan bahwa semata – mata hasil yang diproleh adalah nikmat dan karunia Allah.
                Berikut ini bentuk – bentuk pujian yang mereka sampaikan :
-          Terimakasih atas bantuan Bapak, jika Bapak tidak membantu, maka tidak tahu anak saya dapat nilai berapa.
-          Saya tidak menyangka anak saya dapat nilai segini, terimakasih atas bantuan bapak selama ini.
-          Anak saya mengatakan bahwa nilai – nilanya semakin meningkat.
-          Anak saya mengatakan bahwa ketika mulai diajar Bapak, dia semakin menguasai.
-          dll
Kita pahami bahwa pujian yang diberikan adalah realisasi dari bentuk terimakasih mereka. Bahwa barangsiapa yang tidak berterimakasih kepada manusia, maka dia tidak berterimakasih kepada Allah. Hal ini logis, manakala kita turut andil dalam membantu keberhasilan anak dalam belajar, maka secara otomotis mereka akan mengucapkan terimakasih. Ucapan terimakasih yang mereka berikan, hendaknya kita mensyukurinya kembali dan kita sampaikan bahwa semata – mata itu karunia Allah.

Jikalau kita silau pujian, maka akan ada ujub dalam diri kita, dan merasa terhebat. Yang hal ini akan menjadikan kita semakin puas yang berakibat jalan di tempat. Oleh karenanya terhadap pujian, janganlah silau dan kembalikan kepada Allah atas karunia tersebut. 

Mengarahkan Siswa Les Beradaptadi Di Sekolah Baru


Awal tahun ajaran baru pada kenaikan jenjang pendidikan adalah masa di mana siswa les akan menemui sesuatu yang baru dalam fase kehidupan pendidikannya. Jika sebelumnya ia berhasil mencapai prestasi yang bisa dibilang hebat, maka di sekolah yang baru ia tidak boleh terlena dengan keadaan di sekolah yang lama. Sebaliknya, jika di sekolah yang lama ia mengalami kegagalan maka keadaannya yang demikian jangan sampai membuatnya frustasi sehingga tidak mau mengubah kebiasaan buruknya di sekolah yang baru. Ini artinya bahwa sekolah baru yang ia tempati segalanya akan berubah sehingga menuntut adanya kesungguhan untuk beradaptasi di lingkungan yang serba baru.
Hal – hal baru apa saja yang kelak didapatkan siswa les di sekolah yang baru, pertama adalah teman pergaulan. Adakalanya ia bersendirian di sekolah yang baru. Hal ini disebabkan, hanya ia saja yang bisa diterima di sekolah yang baru dan ini sangat banyak dijumpai. Begitu juga banyak siswa les SMP tertentu yang masuk di SMA tertentu seperti pindah kelas, meski demikian ia akan tetap mengalami perbedaan teman pergaulan. Kedua, staf pengajar tidak luput hampir semuanya baru. Ketika di SMP misalnya, ia menjumpai ada sebagian guru yang selalu memperhatikannya, sehingga prestasinya terjaga, namun ketika di SMA jangan kaget kalau ia tidak menjumpai sesosok guru yang mau memperhatikan dirinya seperti ketika di SMP. Ketiga, kecepatan guru dalam menyampaikan materi pelajaran. Ada seorang siswa les SMP di sekolah pinggirian, akses sarana prasarana sekolah pun terbatas, meski demikian ia mampu mendapatkan nilai yang tinggi hingga ia bias masuk di SMA favorit propinsi misalnya, bisa jadi ia akan mengalami kesenjangan yang luar biasa dalam menangkap proses pembelajaran di SMA. Ketika di SMP, gurunya biasa pelan dalam menyampaikan, sering diulang – ulang, bahkan materi pelajaran sering diberikan penjelasan yang gamblang disesuaikan dengan bahasa setempat, namun ketika di SMA favorit, ia tidak akan menjumpai yang seperti itu. Hal ini bisa menjadi kendala tersendiri bagi siswa les tersebut.

Lalu bagaimana menyikapi hal – hal yang baru tesebut ? Pertama, bahwa siswa les tersebut harus sadar bahwa apa yang dihadapi sekarang ini jauh berbeda dengan sebelumnya. Ia tidak boleh mempertahankan kebiasaan yang buruk atau kebiasaan menggantungkan hasil pembelajaran berdasar teman atau guru. Kedua, mencari teman pergaulan yang positif. Seorang siswa les akan lebih bersemangat dalam belajar dibanding dengan motivasi yang disampaikan oleh guru mereka. Mengapa ? karena mereka melihat adanya senasib sepenanggungan. Ketiga, sering pergi ke perpustakaan. Dengan perginya ke perpustakaan, otomatis siswa les dengan sendirinya beradaptasi dengan lingkungan. 

Mengarahkan Siswa Les Memilih Sekolah


Pengamatan kami dalam menyimak pemilihan sekolah masih berkisar pada nilai UN yang dimiliki. Kebanyakan dari mereka menjatuhkan pilihan berdasar nilai UN, artinya jika nilai UN tinggi mereka berani mendaftar di sekolah favorit, sedangkan bila UN rendah maka pilihan jatuh pada sekolah – sekolah yang dipandang sebelah mata. Hal ini logis karena hampir semua sekolah seleksi masuk berdasarkan nilai UN.
Pada bab kali ini, kami mencoba membuka pencerahan dalam pemilihan sekolah karena setidaknya terdapat 2 hal yang penulis temui di lapangan. Pertama, siswa lesyang nilainya tinggi kemudian dengan penuh percaya diri bersekolah di sekolah favorit,  akan tetapi di sekolah favorit tersebut prestasi tidak berkembang bahkan ia menjadi juru kunci di sekolah favorit tersebut akibatnya ia tidak bisa masuk di sekolah favorit pada jenjang lebih tinggi .Kedua, siswa les yang memiliki bakat tertentu baik itu bidang non akademik semisal  olahraga, keterampilan, seni, maupun keagamaan, karena nilainya tinggi ia masuk di sekolah favorit yang lebih menonjolkan sisi akademik, sehingga bakat lain di luar akademik tidak berkembang optimal.

Berdasarkan hal – hal di atas, seyogyanya dalam menjatuhkan pilihan sekolah, orangtua yang memiliki anak dengan nilai UN  tinggi janganlah hanya memperhatikan masalah nilai UN semata. Beberapa hal yang perlu diperhatikan, diantaranya : pertama, jika si anak memiliki nilai UN tinggi, kemudian sering juara kelas (mentalitas juara), kemampuan komunikasi verbal bagus, tingkat pendidikan dan ekonomi  orangtua mendukung, maka penulis menyarankan masuk di sekolah favorit propinsi. Jika berkurang sisi pendukung – pendukung di atas, maka carilah sekolah favorit kabupaten atau kecamatan. Kedua, jika si anak memiliki nilai UN tinggi, tapi di sisi non akademik lebih menonjol, maka carilah sekolah yang menonjolkan sisi non akademik tersebut, karena di sekolah tersebut siswa lesakan berkembang dengan pesat sisi non akademiknya. Ketiga, siswa les yang meniliki nilai UN SD tinggi, namun belajar malas maka jangan memilih sekolah yang favorit propinsi/kabupaten tapi cukuplah memilih sekolah favorit kecamatan atau jika nilai UN SMP nya bagus tapi sudah malas untuk berkompetisi, penulis menyarankan untuk memilih SMK. Perlu digaris bawahi bahwa sekolah favorit tidaklah mesti mencetak 100% output siswanya favorit. Oleh karenanya hal prinsip dalam memilih sekolah adalah pilihlah sekolah yang mampu mengembangkan sisi akademik atau sisi non akademik si anak, meskipun sekolah tersebut dipandang sebelah mata oleh masyarakat. 

Perbedaan Pola Pembelajaran di Les dengan di Sekolah


Pada asalnya pembelajaran di les tidak jauh beda dengan di sekolah. Ini artinya, seorang guru yang biasa mengajar di kelas, maka akan dengan mudah mengajar siswa di tempat les. Namun, kalau dicermati lebih lanjut, ternyata ada perbedaan yang mendasar terkait dengan metode, aspek penilaian yang disampaikan, ketercapaian materi, banyak siswa, kesiapan guru dan siswa, dan lain – lain.
Berikut ini akan kita jabarkan beberapa perbedaan itu :
a.       Metode
Metode mengajar ketika di sekolah seharusnya bervariasi. Meskipun pada prakteknya guru lebih banyak menggunakan ceramah. Variasi ini menuntut adanya keseriusan guru untuk mengembangkan metode – metode mengajar yang disesuaikan dengan materi. Seiring dengan kesibukan – kesibukan di luar sekolah, menjadikan guru malas untuk mengembangkan metode pembelajaran, akibatnya hampir 100 % metodenya adalah ceramah, dan ini berlangsung terus menerus. Akibatnya dari tahun ke tahun siswa yang remidi jumlahnya lebih banyak dari yang tuntas.
Begitu juga, metode yang sering dalam membelajarkan siswa les adalah ceramah. Dalam perkembangan selanjutnya perlu digunakan metode tanya jawab (diskusi). Menggunakan metode ceramah tentu saja punya dasar yang kuat. Yaitu dikarenakan waktu les sangatlah terbatas, pembelajaran berbasis soal dan pemecahan masalah, dan memahamkan siswa dalam memahami materi. Tetapi bukan berarti harus melulu dengan ceramah, tapi sesekali harus dengan tanya jawab. Sarana dan prasarana les yang terbatas (bahkan bisa dibilang tidak ada), menjadikan metode – metode pembelajaran lain sulit berkembang.
b.      Aspek penilaian
Aspek penilaian yang disampaikan di sekolah harus mencakup aspek kognitif, psikomotor, dan afektif. Ketiganya harus dibangun berdasar karakteristik materi yang disampaikan. Namun, di les penilaian yang diajukan hanyalah aspek kognitif. Karena pembelajaran di les lebih banyak berorientasi soal. Meski demikian, guru les dituntut untuk berkreatif dengan mengambangkan variasi soal. Berbasis soal kognitif ini disebabkan karena les digunakan untuk tujuan menyelesaikan soal ulangan harian, ujian, try out, UN yang mengukur aspek kognitif.
Akan tetapi ada juga les yang berorientasi pada psikomotor seperti les gitar, les piano, les menyanyi, les renang, dan lain – lain. Dengan kata lain, secara dominan les hanyalah mengukur 1 aspek saja.
c.       Ketercapaian materi
Jika satu bab di sekolah diselesaikan dalam waktu 8 kali pertemuan, maka di les dapat dipercepat secara idela hingga 4 kali pertemuan. Bahkan dalam bab – bab tertentu, siswa yang memiliki akademik tinggi dapat menyelesaikan dalam sekali atau dua kali pertemuan. Ini pun dituntut guru les untuk meramu materi sehingga dapat mempercepat ketercapaian materi dengan tanpa meninggalkan esensi materi.
Namun, yang perlu diingat bahwa ketercapaian materi untuk siswa yang akademik rendah jangan dipaksakan, artinya tidak harus selesai dalam kurun waktu kurang dari 8 x pertemuan. Hanya saja sebaiknya jangan sampai lebih dari 8 x pertemuan, oleh karena itu, guru privat harus pandai mengatur irama materi sehingga ketersesuaian materi dapat terwujud.
d.      Banyak siswa
Banyak siswa di kelas sekolah tentu berbeda dengan jumlah siswa les privat. Jika siswa di sekolah jumlahnya bisa lebih dari 20, maka les privat dibatasi maksimal hanya 4 siswa. Jumlah siswa yang sedikit ini mempengaruhi daya tangkap siswa, kecepatan penyampaian materi, dan konsentrasi. Begitu juga, guru ketika di sekolah harus bersuara lantang, supaya siswa yang duduk di belakang dapat mendengar, maka ketika di tempat les haruslah merendahkan intonasi suaranya.
Di les privat, daya tangkap siswa lebih baik, karena jumlah siswa yang sedikit tadi dan lebih konsentrasi dibanding di sekolah. Sekalipun penyampaian materi dari guru les privat tergolong cepat. Jika di sekolah, siswa yang duduk di belakang dapat mengobrol saat pembelajaran, maka di les tidak memungkinkan untuk itu.
e.      Kesiapan guru dan siswa
Siswa dituntut siap untuk mengikuti les dengan baik, menjaga kesopanan selama les, konsentrasi, ataupun siap untuk menjawab soal – soal yang diberikan guru lesnya. Selain siswa harus siap dalam menerima materi les, maka guru pun harus dituntut demikian. Guru harus siap bilamana siswa mengajukan pertanyaan soal – soal yang rumit, atau tugas/PR yang belum dipecahkan. Jangan sampai guru tidak mampu menjawab pertanyaan – pertanyaan tadi yang berakibat siswa les akan menilai negatif. Perlu dipahami bahwa siswa yang dihadapi dalam les adalah siswa yang berbeda – beda sekolahnya. Semakin favorit, maka semakin tinggi kesiapan kita.
Hal ini berbeda dengan guru ketika di kelas, karena kecenderungan sudah hafal materi yang akan disampaikan, dan cenderung pula tidak akan mendapat soal dari muridnya. Kecuali hanya sedikit.

Dengan memahami perbedaan – perbedaan tersebut , diharapkan guru les mampu menyesuaikan mana yang di sekolah dan mana yang di tempat les. 

Konflik Dengan Siswa Les


Berinteraksi dengan siswa les atau orangtuanya tidaklah semulus yang dibayangkan. Ada kalanya mengalami rintangan – rintangan atau semulus apapun terkadang menyisakan sedikit persolan yang kemudian akan menjadi konflik. Berikut ini akan diberikan ilustrasi yang menggambarkan konflik – konflik dengan siswa les atau oragtuanya :
a.    Si A telah les beberapa kali, akan tetapi karena keteledoran guru les, si A tidak diabsen, akibatnya setelah beberapa kali pertemuan tibalah waktu penagihan les, ternyata terjadi perbedaan pengklaiman kehadiran, orangtua si A mengklaim hadir 4 x pertemuan tetapi guru les mengklaim sudah 6 x pertemuan. Guru les tidak bisa menunjukkan bukti fisik kehadiran, kemudian dia menggunakan bukti catatan harian anak. Meskipun demikian, ortu si A tidak menghiraukan dan tetap pada keyakinannya. Selanjutnya, orangtua si A memutuskan tidak melanjutkan les lagi.
Solusi :
Hendaknya guru les memahami terlebih dahulu karakteristik orangtua dalam pembayaran les, adakalanya orangtua ada yang pelit dalam membayar, ada yang tidak. Guru les pun harus mengadministrasi pembayaran sebaik mungkin. Jika pembayaran dilakukan di akhir pertemuan keempat, maka pada pertemuan ke – 3, siswa les harus diingatkan bahwa besok pada pertemuan ke – 4, siswa harus membayar. Umumnya cara seperti ini efektif. Jika sudah terlanjur tidak diabsen, kemudian terjadi perbedaan pengklaiman kehadiran, sebaiknya guru les mengalah, hal ini lebih baik.
b.   Si B les bersama – sama 2 temannya yang kebetulan masih menjadi tetangga di rumah guru lesnya. Si B memiliki kepribadian temperamen (pemarah), mudah menyerah, sulit diatur, ditambah lagi kemampuan akademik kurang. Si B ini sering enggan mencatat dan kebiasaan suka cerita karena kedua temannya adalah teman main. Dengan kebiasanaan mengobrol tersebut, akhirnya selalu mengganggu konsentrasi belajar. Tidak hanya itu, si B tidak mau mengerjakan latihan – latihan soal yang diberikan oleh guru lesnya. Awalnya guru les sabar dan dengan tenangnya menegur dan menasehati si B, akan tetapi tiba – tiba meletuplah emosional guru les dengan menggebrak meja, yang mengakibatkan si B kaget. Kedua temannya pun ikut – ikutan kaget mendengar gebrakan meja tersebut. Ternyata tanpa guru les sadari, berita itu menjadi perbincangan siswa les, hingga terdengar oleh ortu si B. Akibatnya yang tadinya ortu si B menegur sejak saat itu sudah tidak pernah menegur lagi, meskipun si B tetap les.
Solusi :
Jika guru les menghadapi siswa demikian, maka sebaiknya siswa dipanggil kemudian dijelaskan dan diberi motivasi. Ketika sudah berulangkali diingatkan tidak ada perubahan, maka sebaiknya guru les bertemu dengan orangtua untuk menjelaskan perilaku siswa di tempat les. Sebab tidak setiap orangtua paham dan mengerti apa yang dilakukan di tempat les. Selanjutnya, jika tidak ada perubahan atau itikad baik untuk berubah, maka sebaiknya siswa les tersebut harus ditinggalkan, sepanjang guru les merefleksi untuk memperbaiki metode mengajar anak les yang memiliki tipe temperamen.
c.    Si C ingin mendaftar les privat karena mendengar kabar dari teman – temannya bahwa guru les Mr.Z sangat gigih mengajar yang banyak alumni siswa lesnya mendapat nilai bagus. Terobsesi hal tersebut, Si C melabuhkan keinginannya untuk les di Mr. Z. Perasaan bahwa jikalau di les di Mr. Z akan mendapat nilai bagus, menjadikan si C justru santai dan bermalas – malasan belajar. Tidak hanya itu, PR sekolah tidak dikerjakan, karena yang penting hasil akhir. Obsesi nilai tinggi pun selalu ia dengungkan kepada orangtuanya. Si C juga ketika les, punya kebiasaan ngobrol yang kebablasan. Akhirnya setelah pengumuman UN, nilai si C amat sangat jauh dari harapan. Kecewalah si C dan ortunya. Akibatnya, komunikasi antara ortu C dengan Mr. Z berkurang.
Solusi :
Begitu guru les mengetahui nilai si C jelek, sebaiknya sesegera mungkin, guru les menemui orangtua si C dan menjelaskan apa saja yang dilakukan si C di tempat les. Selanjutnya, guru les mengatakan bahwa itulah nilai yang terbaik yang bisa si C dapatkan. Selanjutnya guru les meminta kepada ortu si C, di kelas selanjutnya hendaknya ada perubahan yang terjadi.
Tindakan preventif yang dapat dilakukan seorang guru les, bila mendapatkan si C, adalah dengan mengestimasi nilai UN berdasar nilai – nilai try out yang didapatkan pada sebulan sebelum UN. Misalnya jika nilai mapel yang kita les dari beberapa try out mendapatkan nilai 3,4,3,5 dapatlah kita katakan bahwa perkiraan nilai UN sekitar 4. Meskipun besok nilai UN nya jauh lebih tinggi, akan tetapi setidaknya dapat mengerti bahwa kemampuan anak demikian. Jangan sampai estimasi terhadap nilai UN si anak, ortu berlebihan demikian juga si anak.
d.   Si D begitu aktif dengan kegiatan ekstra sekolah, pulang biasa sore, sehingga terkadang menabrak waktu les. Jika seminggu les sebanyak 2 kali, dia hadir les hanya sekali rutinnya, terkadang tidak hadir. Yang lebih parah, manakala guru lesnya datang, si D sering mengganti jadwal sesuai kehendaknya. Dengan terpaksa, guru les menuruti perubahan jadwal si D. Hal ini terjadi berulangkali. Suatu saat guru les tidak memenuhi jadwal yang disepakati karena alasan ingin memberi pelajaran si D. Yang terjadi justru si D melaporkan dan membuat opini negatif pada orangtuanya, bahwa guru les tidak konsisten jadwal. Kemudian les tidak dilanjutkan lagi.
Solusi :
Sebaiknya guru les segera mengklarifikasi kejadian yang sebenarnya kepada ortu si D tidak di depan si D. Dengan penjelasan tersebut, image guru les masih terpandang baik.
Pada tindakan preventif, guru les sebaiknya mengurangi jadwal les dari 2 kali menjadi sekali dalam seminggu. Jika siswa sering sekali merubah – rubah jadwal seenaknya, maka jangan dituruti. Sesekali tidak masalah. Kemudian buat kesepakatan lagi jadwal yang tepat untuk si anak, akan tetapi ada kecenderungan, jadwal berubah apapun masih tetap akan terganti – ganti karena kesibukan si anak. Oleh karenanya buat ketegasan, jika sebanyak 3 kali berturut – turut si anak tidak berangkat, maka les dihentikan.
e.   Si E sudah les privat lama, selama sepanjang waktu les, si E mendapat keringanan biaya les karena pandai. Pembayaran pun bulanan, artinya pembayaran tidak dilakukan dengan menghitung berapa kali dia datang. Meski tidak full hadir, konsekuensinya adalah dia harus membayar perbulan, sesuai kesepakatan awal. Si E sudah 2 bulan tidak membayar, kemudian memasuki bulan ke tiga, kehadiran si E sangat jarang, Begitu pas datang, si E ditagih membayar. Pas hari les tiba, si E berangkat, tapi belum membayar. Begitu beberapa kali terjadi, hingga Si E akhirnya membayar, yang harusnya membayar sebanyak 4 bulan, namun hanya membayar 1 bulan. Akhirnya Si E tidak melanjutkan lesnya lagi, padahal les sudah terhitung lama.
Solusi :
Pada kasus si E, guru les sebaiknya menemui orangtua si E, mengkalrifikasi dengan tanpa niat untuk meminta keurangan pembayaran. Karena si E sudah lama lesnya, maka berikan pujian – pujian dan ucapan terimakasih atas kepercayaan selama ini.
Tindakan preventif yang dapat ditempuh adalah pembayaran les jangan sampai telat dan ini perlu disampaikan sejak awal les.

Permasalahan – permasalahan di atas hanyalah ilustrasi dari sebagian konflik guru les yang biasa dialami. Secara umum, konflik lebih ke sisi kekurangtepatan waktu dalam pembayaran yang berakibat menimbulkan gesekan – gesekan. Adapun solusi – solusi yang diberikan hanyalah stimulus dan setiap guru les dapat mengembangkan atau menyesuaikan sesuai dengan keadaan yang dihadapinya. 

Ketika Tulisan Siswa Tidak Terbaca


Tulisan tidak terbaca dalam bab ini memiliki makna sebagai berikut :
a.       Siswa menulis selalu terlambat dibanding siswa lain seusianya, sekalipun tulisannya bagus
b.      Tulisan siswa jelek dan tidak terbaca
Menulis dalam proses pembelajaran sangatlah penting, bahkan sepenting – pentingnya pembelajaran. Karena tulisan diibaratkan anak panah atau jaring yang akan digunakan menangkap buruan. Misalnya kita hendak berburu rusa di hutan, tiba – tiba rusa ada di hadapan kita, bila tidak kita tangkap rusa tersebut dengan anak panah atau jaring, maka bagaimanakah kita bisa mendapatkan rusa tersebut ?
Guru les yang baik, hendaknya memperhatikan masalah tulisan siswa. Misalnya ketika kita sudah menulis di papan tulis, jangan sampai membiarkan siswa tersebut hanya melihat dan membaca tulisan kita, tanpa dia mau menyalin di buku catatannya. Tidak hanya itu, kita juga sebaiknya meminta siswa mengorganisasikan tulisan tersebut di buku catatan khusus bila kita memberikan soal dan jawaban yang unik, relatif luar biasa, ataupun soal yang rumit. Karena untuk soal yang rumit tanpa tulisan yang rapi dan terorganisir dengan baik, maka mustahil siswa akan ingat cara menjawab soal yang kita berikan.
Jangan pula membiarkan siswa menulis di lembaran – lembaran kertas yang ujung – ujungnya nanti lembaran kertas tersebut hilang di makan api. Bilamana kita memperkirakan bahwa ketika soal itu rumit dan membutuhkan jawaban yang panjang kemudian jika siswa menyalin membutuhkan waktu yang relatif lama, maka sebaiknya kita sudah mengetik itu atau menulis tangan kemudian kita bagikan ke siswa. Hal ini dapat menghemat waktu les.
Jika kita dapati siswa tersebut malas mencatat, terlalu lama mencatat, atau tulisan jelek maka kita mengupayakan agar terjadi peningkatan. Caranya adalah memberikan PR mencatat kepada siswa dengan mengetahui orangtua. Kita perlu memberi pengertian akan pentingnya mencatat. Kemudian kita bawa masalah tersebut kepada orangtuanya, agar memberi perhatian khusus dalam mencatat. Latihan – latihan mencatat itu terus kita berikan hingga si anak lancer dalam mencatat, tulisan bagus, dan tidak malas dalam mencatat.

Perlu diperhatikan bahwa tulisan yang cepat lagi baik sangat membantu kesuksesan belajar siswa dalam les. 

Ketika Anak Malas Menghitung


Sebuah problema tersendiri bagi seorang guru les manakala menjumpai siswanya yang mempunyai kebiasaan malas menghitung. Soal – soal yang berkaitan dengan hitung menghitung seakan menjadi beban di atas kepala siswa. Padahal kebiasaan ini akan berakibat fatal. Tentu saja semakin tinggi jenjang pendidikan yang ditempuh, dampak yang dirasakan dari malas menghitung akan semakin berat. Oleh karenanya seorang guru harus pandai – pandai memberikan solusi secepat mungkin sehingga tidak berakibat yang lebih serius.
Sebelum kita berikan solusi dan pencerahan, terlebih dahulu seorang guru les harus mengetahui sebab – sebab mengapa seorang siswa sampai malas menghitung, padahal menghitung adalah sesuatu yang menyenangkan, bahkan dalam kehidupan sehari – hari seorang siswa tidak lepas dari masalah tersebut. Misalnya pengenalan tentang lebih banyak atau lebih sedikit. Bagaimana mungkin siswa tahu mana yang lebih banyak dengan tepat dari benda – benda yang diajukan dihadapannya tanpa siswa mengetahui berapa jumlah benda tersebut. Adapun sebab – sebab siswa malas menghitung adalah pertama, tidak hafalnya siswa terhadap perkalian. Ini adalah sebab utama yang menjadikan siswa malas menghitung. Seharusnya perkalian di luar kepala harus dikuasai siswa sejak kelas 3 SD, meski itu belum masuk materi pembelajaran. Namun di lapangan masih dijumpai baru kelas 6 SD, siswa baru hafal perkalian. Itu pun masih dengan bantuan jari jemari. Bahkan yang lebih parah, pada jenjang SMP atau SMA, siswa masih belum hafal perkalian. Kedua, tidak mampu mengoperasikan bilangan bulat negatif. Perlu diketahui bahwa operasi bilangan bulat negatif akan selalu dipakai hingga jenjang SMA. Ketiga, membiasakan menghitung dengan menggunakan alat bantu baik HP atau kalkulator. Sebab ketiga ini sebenarnya adalah implikasi dari malas menghitung. Namun banyak juga dijumpai siswa yang sudah mampu menghitung dengan baik, masih saja menggunakan alat bantu. Padahal jika ini dibiarkan, siswa akan malas dan semakin malas. Bukan berarti menggunakan alat bantu tidak boleh, hal ini boleh, hanya saja seorang guru les harus jeli kapan siswanya diperbolehkan menggunakan alat bantu kapan tidak. Bukankah dalam setiap ujian apapun alat bantu hitung tidak diperkenankan. Keempat, budaya instan. Betapa banyak siswa yang malas menghitung manakala melihat bilangan – bilangan yang terlalu besar ataupun langkah – langkah yang terlalu panjang, padahal setiap langkah adalah berlatih menganalisa sesuatu.

Jika seorang guru les sudah memahami sebab – sebab tersebut, maka hal – hal yang harus dilakukan oleh seorang guru les adalah pertama, mengajarkan operasi hitung sedini mungkin. Bahkan lebih cepat, lebih awal, akan  lebih baik. Kedua, guru harus sering menguji secara lisan operasi hitung yang sederhana. Ini bias ditempuh bila masih dijumpai siswa yang terkendala dalam menghitung. Bahkan ujian secara lisan harus sering dilakukan, baik sebagai pembuka pelajaran ataupun penutup. Ketiga, memotivasi siswa. Guru les harus mampu menjelaskan akan dampak negatif dari malas menghitung tersebut, sehingga siswa akan memiliki rasa takut bila malas menghitung.

Sepuluh Kesabaran Menghadapi Siswa Les


Sabar di sini dapat diartikan menahan diri dari keluh kesah. Sabar menghadapi siswa les dapat diartikan sabar menghadapi gangguang atau sesuatu yang tidak menyenangkan yang kita dapatkan dari siswa les. Gangguan atau ketidakmenyenangkan ini beragam kadarnya dan bentuknya. Dalam prakteknya ternyata banyak sekali hal – hal yang membutuhkan kita untuk bersabar.
                Berikut ini beberapa contoh perilaku siswa yang membutuhkan kesabaran, diantaranya :
a.       Kemampuan akademik kurang
Tidak setiap siswa yang kita les memiliki kemampuan akademik tinggi atau sedang. Justru malah banyak kita jumpai, siswa les yang memiliki kemampuan akademik rendah. Ini logis lantaran dipilihnya les privat karena si anak tidak bisa mengikuti pelajaran yang kelasnya besar. Oleh karenanya dengan anggapan bahwa si anak akan dapat mengikuti pelajaran dengan baik bila di les privatkan.
Suatu kenyataan yang saya alami, saya pernah mendapat siswa A yang lemah sekali dalam perhitungan. Terus datang lagi, yang mendaftar siswa B, yang ternyata kemampuan di B lebih parah dari si A. Saya menganggap waktu itu tidak akan ada yang lebih parah dari si B. Seiring berjalannya waktu, si C mendaftar les, ternyata kemapuan sangat parah dan lebih parah dibanding dengan si B. begitu seterusnya, hingga kita akan mendapatkan ujian berupa siswa yang kemampuannya amat sangat sangat terbatas.
                Terbatasnya kemampuan siswa – siswa tersebut dapat kita ketahui dengan kemampuan menangkap materi pelajaran yang terbatas. Mudah lupa, malas mengerjakan soal, dan seabrek perkara – perkara lain yang membuat kita harus berhati luas.
Berhadapan dengan siswa A, B, C, D, atau E tentunya menjadikan kita lebih sabar. Adanya siswa – siswa tersebut, menjadikan kita lebih belajar lagi meningkatkan dari sisi metode mengajar les. Mau tidak mau demikian yang harus kita lakukan. Kita jangan pernah bermimpi untuk memberikan siswa les dengan kemampuan sedang atau tinggi, karena umumnya mereka enggan les privat, seandainya mereka les, mereka akan les di bimbel. Jadi itulah tantangan manakala kita mendapatkann siswa yang kemampuannya kurang.
b.      Belum siap ketika datang
Si A sudah janjian sebelumnya dengan kita untuk les jam 16.00, begitu kita sampai di rumahnya si A tidak ada di rumah. Ibunya meminta kita untuk menunggu. Jadwal les si B jam 16.30, ketika kita sudah sampai di rumahnya, si B lagi baru saja tidur dan ibunya kesulitan membangunkan. Begitu sampai di rumah C untuk les, ternyata si C lupa jadwalnya, dan belum mandi atau makan. Terpaksa kita menunggu si C untuk makan atau mandi. Di rumah si D, saat kita datang untuk ngeles, ternyata si D lagi main layang – layang di lapangan. Orangtuanya sibuk mencari si D, selama 20 menit kita menunggu si D untuk mandi dan siap les. Ini adalah sekadar cuplikan ketidaksiapan siswa untuk mengikuti les. Maklum rasanya jika itu terjadi hanya sesekali, tapi bagaimana jika itu terjadi berulang kali.
Baiklah jika nasehat itu kita berikan terus kepada masing – masing anak untuk siap les, tapi bagaimana perasaan Anda tatkala mereka lakukan secara berulang. Jika les Anda hanya 1 jam 15 menit  misalnya, kemudian siswa Anda harus ditunggu untuk siap les selama 30 menit, maka waktu tersisa hanyalah 45 menit. Pertanyaan yang muncul, apakah Anda tetap memberikan les hanya waktu 45 menit ataukah tetap 75 menit ?
Jikalau kita tidak sabar menghadapi siswa dengan kelakuan seperti itu, maka yang terjadi adalah salah satu diantara kita, pasti akan menghentikan les. Jika les dihentikan berarti kita tidak sabar, dan ruginya kita akan kehilangan siswa les.
c.       Tidak mengerjakan tugas
Adakalanya kita memberikan tugas/PR kepada siswa, dengan tujuan agar siswa mau mengulang materi yang kita berikan dan mau latihan. Namun sejauh ini, masih terasa sulit bilamana tugas itu terselesaikan oleh siswa. Puluhan alasan akan diberikan oleh siswa les, seperti banyak tugas sekolah, tidak sempat, lupa, dan lain –lain. Sejatinya mereka malas, lha wong seandainya dia ada tugas dari sekolah, dia menginginkan kita yang mengerjakan, kok malah kita ngasih tugas …yang benar saja ! Begitulah realitanya.
 Yang menjadi persoalan di sini adalah bukanlah pada siswa les yang sudah kompeten, namun pada siswa yang kita pandang perlu dan penting untuk diberikan tugas tersebut dari sisi manfaat. Kadang kita memberikan tugas untuk membaca materi prasyarat.
Terus terang, hati kita akan sedih manakalah sekali dua kali tiga kali siswa tidak mengerjakan tugas, tapi tetaplah bersabar. Oleh karenanya di akhir pertemuan les, kita tanya untuk buat komitmen bersama, apakah perlu diberikan tugas atau tidak ? Jika siswa menjawab perlu, kita tanya lagi apakah siap mengerjakan. Jika siswa sanggup, maka kita berikan, jika tidak maka janganlah kita siapkan.
Terkadang jawaban alasan siswa tidak mengerjakan les, karena banyak tugas sekolah, hal ini pada sebagian kecil siswa les betul adanya, tapi umumnya tidak.
d.      Bermain HP saat les
Siswa les yang menggunakan HP saat les ada beberapa kondisi, diantaranya pengalihan kejenuhan, lagi asyik – asyiknya sms, menjawab sms, untuk menghitung, dll. Akan tetapi, jadi bermasalah bila dia keseringan menjawab sms alias asyik sms. Bila penggunaan HP hanya pengalihan dari kejenuhan, tidaklah mengapa. Jadi tidak masalah kita membiarkan sesekali siswa menjawab sms atau menghitung memakai HP, akan lebih baik, sejak awal les kita sampaikan kepadanya untuk mematikan HP saat les. Ini sangat bermanfaat buat siswa dalam hal konsentrasi.
Bila kita sendiri harus ber sms saat les maka sampaikan alasan yang tepat, misalnya Pak Guru saat les ber sms karena menjawab pertanyaan, atau mengatur jadwal les selanjutnya, dan urusan – urusan yang lain. Karena terkadang saat les, kita tidak bisa mengerjakan soal les karena sulit, kita bisa saat itu sms teman untuk membantu menjawab. Lha yang seperti ini, kita sms maksudnya, sejak awal kita sampaikan kepada siswa dengan harapan siswa les jangan ikut – ikutan.
Bila siswa tidak mempedulikan komitmen awal untuk tidak mengaktifkan HP maka kita bersabar dan terus menyampaikan ke siswa dengan teguran yang ringan. Karena kalau ini dibiarkan, les akan terganggu. Jika terganggu akibatnya les kurang bermanfaat.
e.      Bercanda dan mengobrol dengan temannya
Jika les siswa lebih dari 1, kelemahannya adalah siswa ngobrol pada perkara – perkara yang tidak ada hubungan dengan les, misalnya ngobrol masalah teman, curhat keluarga, dll. Ini jelas tidak bermanfaat, kecuali kalau dilakukan di luar les karena pengefektifan waktu les. Sesekali itu boleh ngobrol, akan tetapi bila keseringan, tentu berdampak tidak baik.
Kelemahan ngobrol inilah yang menjadikan banyak siswa yang pindah memilih les privat. Kita bisa melihat siswa di kelas bimbel, saat KBM berlangsung, siswa terlihat kurang memperhatikan karena keasyikan ngobrol. Begitu jatuh nilainya, mereka beralih ke les privat. Jika di les privat mereka tetap mengobrol akibatnya akan mencari guru les lain.
Kadang ini menjadi logika terbalik. Ilustrasinya seperti ini, siswa A tidak mau les di bimbel karena di sana ia ketemu teman – temannya dan ngobrol akibatnya nilainya jatuh, padahal dia sendiri yang pengin ngobrol dengan temannya, karena kalau tidak ngobrol, maka tidak asyik. Kemudian pindah di les privat agar tidak ngobrol, begitu di les privat, ia pengin ada temannya, agar ia bisa melanjutkan obrolannya, dan kenyataannya demikian, ia suka kalau ngobrol. Meskipun ia memandang untuk mencari les yang tidak ada obrolannya. Oleh karenanya, jika siswa masih ngobrol, maka tetap kita tegur dan sabar jika hal itu terulang lagi di kemudian hari.
f.        Sering ijin tidak les
Beberapa contoh sms yang menunjukkan ijin tidak les sebagai berikut :
-          “Maaf, Pak. Hari ini lesnya libur dulu.”
-          “mv ya Pak, saya lagi banyak tugas jadi les libur.”
-          “pak saya ijin karena di sini hujan”
-          “pak, saya tidak bisa les karena baru sakit.”
-          “mf, pak. Saya baru belajar kelompok di rumah teman, lesnya minggu depan lagi saja.”
-          “mf, pak. Saya lagi ada luar kota, belum pulang”
-          “mf, pak, saya baru ke rumah eyang. Ijin dulu”
-          Dan lain – lain
Jika diambil penyebab ketidakhadiran les sebagai berikut :
1.       Sakit
2.       Menyelesaikan tugas
3.       Belajar  kelompok
4.       Bepergian
Alasan – alasan di atas dapat dimaklumi jika kondisinya sesekali. Namun, jika ijinnya keseringan, maka pertanyaan selanjutnya adalah, ‘Ada Apa’, . Menurut pengamatan saya yang terbatas, jika siswa ijin les (maksudnya ijin tidak les ) 3 kali berturut – turut berarti ada kecenderungan untuk pengin pindah les alias tidak betah les dengan kita.
Salah satu antisipasinya, jika siswa sudah ijin les kali kedua, maka segera temui siswa les tersebut untuk konfirmasi, sehingga terdapat kejelasan. Bilamana alasanya tepat, maka tidak menjadi masalah.
Jika ijin tidak les itu diberikan via sms/telp pada jam – jam sebelum les, tidaklah mengapa. Minimalnya 1 jam sebelum les, sehingga jika siswa ijin les pada jam tersebut, dapat kita tawarkan kepada siswa lain untuk mengganti. Namun, bila yang terjadi, dia sms pada waktu 15 menit sebelum jadwal les, maka ini membutuhkan kesabaran kita. Yang lebih parah, saat kita sudah berjalan dari rumah ke rumahnya selama 30 menit, tiba – tiba pas mau sampai rumahnya, ibunya ijin tidak les. Jika kondisinya demikian, maka ya kita sabar.
g.       Catatan tidak punya alias sering ganti – ganti buku
Sedih rasanya bila melihat siswa sering ganti – ganti lembaran catatan atau ganti – ganti buku, seakan – akan ilmu yang kita sampaikan terbuang begitu saja. Bila kita ingin membuktikan bahwa kita sudah menyampaikan materi tersebut dan ingin kita ingatkan kembali, maka akan sulit mencari file – file tadi. Ya sabar juga jadinya.
Siswa yang sering ganti – ganti buku catatan, ini menunjukkan siswa les tersebut tidak belajar dari catatan – catatan les yang kita berikan. Padahal, menurut kita, catatan itu penting untuk selalu diingat. Terlebih lagi jika siswa mencampur dengan catatan pelajaran di sekolah, atau catatan pelajaran mapel lain.
Oleh karenanya di awal les, hendaknya guru les mengingatkan hal ini. Mengingatkan sejak awal pentingnya mencatat di buku khusus les. Jika tidak kita sampaikan, maka siswa tidak akan tahu.
h.      Malas mencatat
Pak Guru sedang mengerjakan soal – soal yang sulit di papan tulis, di belakang si A hanya menatap tanpa menulis, begitu di suruh menulis si A hanya menulis sepenggal – penggal. Kalau si B, dia tidak mencatat dengan alasan sudah paham, padahal belum tentu. Si C menulis dengan sangat lambat sedangkan si D menulis yang penting – penting saja. Ketika mengalami kondisi – kondisi di atas tentu kesabaran kita diuji. Bisa siih kita marah saat itu, tapi akibat kemarahan itu, siswa akan pergi meninggalkan kita.
Lalu apakah hal di atas kita biarkan ? Jika kita biarkan, maka jangan bersedih manakala di kemudian hari siswa tidak bisa mengerjakan soal serupa dengan alasan lupa.
i.         Konsentrasi kurang
Pandangan siswa kelihatan tidak fokus, sering melihat jam, ditanya tidak segera menjawab, atau diam. Indikasi – indikasi di atas, sebagai pendekatan untuk mengenal tingkat konsentrasi yang kurang. Konsentrasi yang kurang saat les dapat terjadi manakala : siswa lagi menahan sakit, jenuh terhadap materi yang kita berikan, les terlalu lama, gelisah, lagi banyak kegiatan yang akan dilakukan, atau ada masalah dengan teman atau keluarga.
Jika permasalahan penyebab kurang konsentrasi ada pada kita, maka hendaknya kita segera refleksi dengan meminta masukan siswa. Jika permasalahan terjadi pada siswa, maka pancing siswa untuk mengemukakan dan kita berikan solusinya. Akan tetapi jika hal itu sulit diungkap, maka kita meminta dengan sangat kepada siswa, agar saat les pikiran harus fokus,  dan hal – hal lain agar ditinggalkan sejenak.
Oleh karenanya guru les harus cermat, manakala siswa di pertemuan sekarang tidak seperti pada pertemuan yang telah lalu, gejolak hati siswa tersebut perlu segera dipecahkan.
j.        Terlambat membayar
Tidak selamanya siswa tertib membayar. Jika les privat hanya 1 siswa maka kecenderungan membayar akan tertib, akan tetapi jika les lebih 1, maka biasanya akan ada siswa yang terlambat, alasan pun beragam bisa karena lupa atau pada saat itu orangtua tidak punya uang. Antisipasinya adalah jika sudah lewat 3 kali pertemuan, sebaiknya les siswa ditunda dulu, sampai siswa tersebut membayar. Hal ini lebih baik, tentu saja kita mengatakan dengan bijak.

Sebenarnya banyak sekali contoh – contoh yang dapat kita berikan, karena keterbatasan waktu dan tempat, maka kita cukupkan 10 hal tersebut. Kesepuluh hal tadi, insya Allah, akan kita jumpai dalam prakteknya, bahkan bisa jadi kesepuluh hal tadi dimiliki oleh 1 siswa. Kalau terjadi demikian, maka seakan kita mendapat telur busuk. 

Tips Sukses UN


Andaikan seminggu lagi kita menginginkan memetik buah dan berkeinginan makan buah tersebut, kemudian setelah seminggu, sangat disayangkan manakala buah yang kita makan belum matang sehingga kualitas rasanya tidak enak. Bahkan sebaliknya, matang memang buah tersebut, tapi dari segi bentuk warna sudah tidak menarik lagi, karena ada sebagian anggota buah tersebut terlihat busuk, ini artinya buah tersebut terlalu matang. Nah, inilah yang dikhawatirkan terjadi pada siswa kita. Sebuah contoh misalnya, pada saat  minggu – minggu sebelum unas, siswa sibuk mencari les privat, belajar semalam suntuk, semua buku ludes dikerjakan, namun sayang hasil unas biasa – biasa saja, ini ibarat buah yang belum matang. Sebaliknya ,pada saat – saat try out, namanya selalu di papan atas, bahkan selalu merajai nilainya di semua lini mapel, namun begitu ujian sesungguhnya, justru nilainya tidak semenonjol seperti yang diharapkan. Pertanyaan yang muncul adalah, apakah yang salah ? Atau dimanakah letak kesalahannya ? Tentu saja hal ini disebabkan bahwa siswa menganggap apa yang sudah diperolehnya di try out sudah dianggap matang. Begitu juga kasus – kasus belajar sistem semalam suntuk layaknya makan buah karbitan, maka hasilnya pun tidak seenak buah matang di pohon.
Fenomena – fenomena di atas pernah dialami oleh bapak /ibu guru yang mengampu mapel unas atau para tentor di bimbingan belajar. Lalu apakah kejadian – kejadian tersebut akan dibiarkan berulang begitu saja ? Tidak sukakah kita manakala melihat siswa dari try out awal ke try out – try out selanjutnya terjadi peningkatan, kemudian saat Unas laksana “bom waktu” hasilnya meletup luar biasa dengan nilai yang di luar prediksi gurunya ? Ya, tentu semua di antara kita akan suka.
Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana strategi mematangkan siswa, sehingga hasil unas sangat membanggakan. Hasil unas di sini tidaklah berarti harus mendapat nilai tinggi untuk 1 kelas, atau 1 sekolahan, tapi cukuplah bahwa nilai yang dicapai haruslah sesuai kemampuan dan lebih penting adalah di atas prediksi.
Setidaknya ada 2 jenis kelompok siswa di sini, yang pertama adalah siswa yang biasa berada di peringkat atas, yang kedua adalah siswa yang dengan kemampuan rata – rata tapi menjadi matang  pada saaatnya. Strategi untuk jenis pertama adalah : pertama, tanamkan bahwa jangan terlalu puas terhadap hasil yang dipeoleh. Kedua , guru memperluas SKL (Standar Kompetensi Lulusan) dengan melatih materi – materi yang cukup menantang dan sulit. Hal ini agar siswa tidak bosan terhadap materi dan soal yang sudah biasa dilatihkan. Ketiga, latih siswa membuat soal yang sesuai kisi – kisi. Keempat, perluas penguasaan jawaban siswa dengan berbagai cara. Misal 1 soal matematika dapat dikerjakan dengan minimal 3 cara. Kelima, berlatih penguasaan soal – soal penalaran dan olimpiade yang sesuai SKL, karena hal ini akan membuat siswa lebih termotivasi dan tidak kaget manakala siswa menjumpai soal yang diluar perkiraan.
Jenis kelompok kedua dapat dilakukan dengan strategi : pertama, mencatat rangkuman dan soal yang dirasa sulit, kemudian diulang – ulang. Kedua, memaksimalkan mapel yang dapat menopang nilai mapel yang kurang. Misal, jika siswa kurang nilainya di mapel matematika dan merasa sudah tidak mampu lagi menambah penguasaan SKL nya maka dia harus memaksimalkan nilai mapel lain yang dikuasai. Ketiga, mencukupkan dengan mapel yang telah dikuasai dan memfokuskan mapel yang kurang dikuasai. Misal, jika siswa di mapel matematika sudah cukup kuat sementara di mapel IPA masih kurang, maka ia harus memfokuskan di mapel IPA dengan belajar. Keempat, mengoptimalkan tutor sebaya. Kelima, menanamkan kebiasan bertanya kepada guru atau kepada teman yang pandai.

Demikian setidaknya beberapa hal yang perlu menjadi perhatian bagi siswa, guru, dan orangtua dengan harapan siswa yang sudah matang akan menjadi lebih matang pada saatnya. 

Memperhatikan Kekontinuan Les


Ketika kita naik gunung, lebih disukai tanjakan yang landai meski jauh daripada tanjakan yang curam. Sehingga jalan pegunungan dibuat berkelok – kelok meski lama. Ini menunjukkan prinsip bidang miring yang berlaku di dalam kehidupan sehari – hari. Layaknya belajar, siswa sebaiknya belajar sedikit demi sedikit secara kontinu daripada belajar dengan sistem kebut semalam. Ataupun dalam pembelajaran les, kita tentu lebih menyukai siswa yang belajar lebih lama dari pada membelajari siswa yang hanya butuh dadakan, misal dia minta les karena esok pagi ada ujian Mid, dll.
Hal di atas adalah salah satu bentuk kekontinuan dari sisi lama les dalam kurun waktu misal 1 tahun. Bentuk kekontinuan yang lain adalah ketika siswa sudah selesai les di kelas 6 SD, maka diharapkan di kelas 7 ia akan les di tempat kita. Begitu seterusnya hingga ia menamatkan di jenjang SMA. Saya punya pengalaman siswa les yang sudah bertahan hingga 8 tahun. Ia mulai les dengan saya sejak kelas 4 dan berlangsung terus hingga – saat ini – duduk di kelas XI, dan kemungkinan akan berlanjut hingga ia sampai kelas XII.
Bentuk kekontinuan lainnya adalah jika dalam 1 keluarga ada 4 anak, maka saya memberikan les anak pertama, dilanjut anak kedua, anak ketiga, hingga anak ke empat. Ini sudah banyak keluarga yang saya les seperti itu, yaitu semua anaknya saya les. Bahkan ada 1 keluarga yang sudah saya les , sampai saat ini 8 tahun, dan saya perkirakan, insya Allah, bisa bertahan hingga 12 tahun. Karena anaknya  yang keempat sekarang masih duduk di kelas 8.
Lalu apa resepnya siswa tersebut bertahan hingga 9 tahun les. Resepnya sebagai berikut :
a.       Kedekatan saya dengan orangtua.
Orangtuanya sudah mempercayakan kepada saya untuk membimbing les, akibatnya hasil baik atau buruk pun tidak mempedulikan. Kepercayaan ini, Alhamdulillah, melekat seiring dengan berjalannya waktu. Orangtuanya yakin bahwa saya akan memberikan yang terbaik tanpa keraguan.
b.      Hasil awal memuaskan
Kesan hasil tahun pertama siswa yang saya les ternyata berbuah manis, seiring dengan proses yang terus menerus ada perbaikan. Siswa yang saya les merespon positif, sehingga orangtua pun senang, dan ini berlanjut terus sampai sekarang.
c.       No Target
Ternyata siswa yang kontinu saya les, orangtua tidak pernah menargetkan dengan sejumlah nilai tertentu. Prinsipnya yang penting les. Mereka yakin, dengan izin Allah, bahwa saya akan memberikan yang terbaik.
d.      Membayar les tanpa perhitungan
Resep ini yang nampaknya terasa sekali di hati saya, manakala ketika waktu pembayaran tiba, mereka bersegera untuk membayar, tanpa dihitung – hitung. Artinya, ketika saya sebulan yang harusnya datang 4 x, karena suatu hal saya datang sekali, ternyata mereka tetap membayar  4x penuh tanpa mengeluh.
                Namun ada hal yang diperhatikan bahwa tidak selamanya siswa yang meminta les kontinu kita layani, tanpa memperhatikan faktor – faktor yang lain. Ambil contoh, Si A les kelas 6, tiba – tiba hasilnya UN bagus, dan ia meminta kelas 7 dilanjutkan, lalu apakah kita kabulkan ? Pada kasus tersebut banyak siswa yang saya tolak. Oleh karenanya, sebaiknya, kita memperhatikan hal – hal sebagi berikut :
a.       Tingkat kejenuhan
Selama ini, saya sangat memperhatikan kejenuhan siswa dalam les. Jika di kelas 6, misalnya, siswa sudah terlihat jenuh dalam les. Maka di kelas 7, yang tidak ada tantangan untuk berprestasi, maka akan cenderung tidak bisa bertahan. Hal ini beberapa kali saya jumpai. Ada siswa yang memaksa untuk tetap les, eh, ternyata tidak bisa bertahan lama.
b.      Kegiatan sekolah
Ini juga faktor yang perlu kita perhatikan. Misalnya, siswa yang kelas 9 kita les, kemudian dia ingin les lagi di kelas 10, kita harus memperhatikan bahwa di kelas 10 banyak ekstra atau kegiatan sekolah, maka selayaknya kita memperhatikan hal tersebut. Jangan sampai ketika ia di kelas 10 pengin les, kemudian kita layani, ternyata pas jadwal les, ia ijin karena banyak kegiatan ekstra.
c.       Ekonomi orangtua
Perlu diperhatikan juga bahwa tidak semua orangtua siswa memiliki ekonomi yang berkecukupan. Ada kalanya ekonominya pas – pasan dan les sebenarnya perkara yang berat dari sisi biaya. Misal si A baru lulus kelas 6, dengan kondisi ekonomi orangtua pas – pasan, kemudian dia di kelas 7 pengin les lagi, maka saya cenderung menolak. Saya menyarankan untuk les lagi besok kalau sudah kelas 9 dengan alasan agar siswa tersebut tidak bosan. Perlu dipahami bahwa permintaan siswa yang pengin kontinu les, kebanyakan hanyalah efek spontanitas dari hasil UN yang bagus. Jadi bukan karena ingin mengembangkan potensinya yang lebih bagus.

                Jadi kesimpulannya tidak semua siswa yang minta kontinu les kita terima, tapi hendaknya kita memilih dengan memperhatikan hal – hal di atas. Sebaliknya, tidak mengapa kita menawarkan siswa yang kita les agar kontinu belajar lesnya bila kita memandang siswa yang bersangkutan tidak mampu belajar mandiri di kelas atasnya. 

Alokasi Waktu Les


Di pasaran les, kita menjumpai waktu les berkisar antara 1 jam hingga 2 jam, amat sangat sedikit waktu les sekali pertemuan untuk 1 mapel hingga lebih dari 2 jam, karena siswa akan capai dan bosan. Kebanyakan waktu les adalah 1,5 jam baru disusul 1 jam. Namun saya peribadi menyukai les waktunya adalah 75 menit. Dengan les 75 menit, sebenarnya efektif hanya 1 jam, yang 15 menit bisa digunakan untuk mempersiapkan kondisi siswa les, memberi motivasi, dan persiapan menuju les selanjutnya. Jika waktu les 1 jam saja, kita akan cenderung terburu – buru di jalan dan adakalanya siswa pun belum siap les jadi hasil kurang maksimal. Waktu 2 jam pun sebenarnya terlalu boros dan berharga buat pengajar les. Jika les dalam waktu 2 jam, maka sehari kita hanya akan mendapatkan alokasi waktu les sehari hanya 2 kali atau kadang sekali saja.
Berikut ini saya jadwalkan waktunya les, dengan catatan alokasi waktu ini tidak harus di atur seperti ini :
1.       Jadwal pertama jam 15.30 – 16.15
2.       Jadwal kedua jam 16.15 – 18.00
Ingat bahwa pilih jadwal pertama dan kedua selisih tempat tidak jauh

3.       Jadwal ketiga jam 18.30 – 20.00 (dengan perkiraan solat isya’ di masjid 15 menit)

Prioritas Les


Kalau kita ditanya, berdasarkan kemampuan akademik siswa, siswa dapat kita bagi ke dalam tiga bagian : kemampuan akademik tinggi, sedang, dan rendah, manakah yang harus diproritaskan untuk les ?
Siswa yang memiliki kemampuan akademik tinggi tentu saja ia sudah rangking di kelasnya, pelajaran di sekolah ia mampu menangkap materi dengan sangat baik, pembelajaran diikuti dengan selancar mungkin, minat dan motivasi belajar di sekolah  sudah tidak diragukan, PR dan tugas mampu ia selesaikan sebelum waktunya, bahkan ia mampu belajar mandiri. Ulangan harian pun selalu di atas KKM.
Siswa yang memiliki kemampuan akademik sedang, bisa dibilang siswa tersebut kemampuan pas – pasan, ia bisa mengikuti materi pelajaran hanya di awal – awal bab saja, PR dan tugas terkadang dikerjakan seandainya mengerjakan hanyalah copy paste temannya, belajar hanya seperlunya, ulangan harian pun terkadang saja yang lulus KKM. Jika dilihat rangking dari 32 siswa, ia mendapat rangking 8 – 24, atau sekitar itu.
Sebaliknya, siswa yang memiliki kemampuan akademik rendah, rangkingnya sering menjadi juru kunci. Minat dan motivasi belajar rendah, bahkan nyaris lenyap. Sekolah hanyalah sekadar absen, kehadiran di kelas laksana patung. Ketika guru pelajaran menyampaikan materi, siswa tersebut tidak mengerti apa yang dibicarakan gurunya. Jasad siswa di kelas, tapi pikirannya di luar kelas melanglang buana. Tugas sering lupa, seandainya mengerjakan tentu saja copy paste temannya tanpa mengetahui asal – usul jawaban tugas tersebut.
Dari ketiga kondisi siswa di atas, sekali lagi manakah yang harus mendapat prioritas les ? Hampir semua sepakat bahwa siswa yang memiliki kemampuan akademik rendah diprioritaskan lesnya, alasannya adalah siswa tersebut supaya mampu mengikuti pelajaran di kelasnya dengan baik. Baru di susul akademik sedang, dan yang terakhir akademik tinggi. Menurut kebanyakan masyarajat bahwa kemampuan akademik tinggi tidak les tidak mengapa karena sudah mampu belajar mandiri, jadi di les pun seakan tidak ada perubahan.
Namun, di sini saya berpendapat lain. Sebenarnya pada prinsipnya bahwa kemampuan siswa akademik apapun butuh untuk les. Jadi tidak akan rugi, insya Allah, kalau mengikuti les. Mengapa ? Karena di les pasti akan mendapat pengalaman belajar yang lain. Kemudian soal prioritas, justru siswa yang kemampuan akademik tinggilah yang butuh les. Alasanya sederhana, bila kita punya materi ilmu yang bisa dibilang 100 %, dalam waktu yang relatif sama, kemudian kita berikan kepada tiga anak dengan kemampuan akademik berbeda, maka tentu siswa yang kemampuan akademik tinggi akan memndapatkan persentase yang lebih besar, bahkan bisa mampu 100 %. Padahal dari 100 % yang kita berikan, anak tersebut dapat mengembangkan bekal ilmu kita untuk mempelajari yang lebih sulit secara mandiri.
Selain itu, siswa yang memiliki kemampuan akademik tinggi akan merasa bahwa dia sudah pinter, tanpa mengetahui bahwa di sekolah lain ada yang lebih pintar, seperti pepatah di atas langit masih ada langit. Hal ini sering dijumpai, ketika siswa yang kemampuan akademik tinggi sudah rangking 1 sampai taraf tanpa belajar pun ia bisa dapat rangking 1, maka akan berakibat ia meremehkan pelajaran dan merasa pinter. Akhirnya prestasi akan stagnan.
Nah disinilah peran guru les untuk selalui berinovasi dalam mengajarkan materi les. Berikan sesuatu yang beda, berikan pengalaman belajar yang lain pada siswa yang kemampuan akademik tinggi, kalau perlu latihkan dengan soal – soal yang berbasis masalah atau soal olimpiade. Sesekali jadikan ia guru buat kita dengan melatih si anak untuk presentasi di hadapan kita, sehingga kita bisa mengetahui kemampuan dia yang sesungguhnya.
Selanjutnya adalah siswa yang memiliki kemampuan akademik sedang. Siswa ini diproritaskan kedua, karena dengan les ia diharapkan mampu mengikuti materi pelajaran secara keseluruhan dan tidak terpotong – potong.
Berbeda dengan kemampuan akademik rendah, mengajarkan mereka untuk bisa berkembang kemampuannya bukanlah semudah membalikkan telapak tangan. Kita butuh berjuang ekstra untuk itu, padahal waktu kita sangat terbatas dan pikiran kita tidak hanya memberikan les, tapi banyak tugas – tugas kemasyarakatan yang perlu kita jalani. Belum lagi jadwal les yang kita berikan ke anak sangat banyak.
Sayang sekali, dari orangtua justru memakasa dan mendorong les hanya untuk anak yang kemampuan akademik rendah, kemudian di susul anak yang akademik tinggi agar bisa bertahan juaranya. Sementara si anak yang kemampuan sedang dibiarkan, dengan anggapan si anak sudah bisa mengikuti pelajaran di sekolah. Bahkan ada orangtua yang menganggap jika anaknya pinter (akademik tinggi) tidak perlu dileskan, alasannya adalah hal ini asama saja anatara di sekolah dan di les. Dianggapnya tidak ada perubahan yang berarti, toh anaknya sudah pinter. Hal ini padahal sejatinya adalah salah, sebagaimana penjelasan di atas.
Perlu dipahami di sini bahwa, saya membedakan kedudukan kita sebagai pengajar les dengan seorang guru. Bila kita seorang guru, maka prioritas untuk les di sekolah adalah justru siswa yang kemampuan akademik rendah dengan tujuan supaya dapat mengikuti pembelajaran dengan baik, tingkah lakunya menjadi baik, minat jadi meningkat, dll yang berakibat waktu remidi menjadi seminimal mungkin.

Namun, di sini kita sebagai guru les, maka justru yang harus kita perhatikan lebih adalah anak yanhg memiliki kemampuan akademik tinggi. 

Membantu Tugas Siswa


Di sekolah, siswa sering mendapat tugas atau pekerjaan rumah. Siswa akan suka manakala kita membantu mengerjakan tugas atau pekerjaan rumah. Hanya saja guru les perlu memperhatikan rambu – rambu dalam membantu mengerjakan tugas/pekerjaan rumah siswa. Ingat, bahwa guru di sekolah dalam memberikan PR/tugas adalah siswa mau  belajar, berlatih, dan dikerjakan sendiri oleh siswa. Esensi dari tugas tersebut bukanlah yang penting bagaimana tugas itu selesai tepat waktu, akan tetapi lebih dari sisi proses.
Oleh karenanya guru les harus memperhatikan dari sisi ini. Karena, kenyataannya guru sering mengeluhkan bila PR siswa yang mengerjakan adalah guru les dan ini banyak terjadi. Kondisi ini menjadikan penulis prihatin.
Sebaiknya, jika guru les disodori tugas siswa, tidak serta merta membatu mengerjakan 100% atau menolak, akan tetapi sebaiknya cukuplah memberikan jalan – jalan pembukaan. Atau jika kita mampu buatlah soal yang seragam, sehingga siswa dapat mencontoh pengerjaan kita. Apabila mampu yang demikian, berarti kita telah membuat siswa mau belajar di rumah. Karena esensi dari les kita adalah bagaimana siswa mau belajar sehingga hasil dan proses les dapat berjalan dengan baik.
Bentuk bantuan dari tugas dapatlah berupa ide – ide yang akan membuat siswa semakin mudah mengerjakan dan menyingkat waktu dalam pengerjaan, sehingga siswa dapat belajar mapel lain.

Siswa yang mengerjakan tugas secara mandiri – meski dalam prakteknya dibantu jalannya oleh guru les – siswa akan senang dan puas, terlebih lagi ketika di kelas siswa dapat maju mengerjakan di papan tulis. 

Hadiah dan Hukuman


Sebagaimana kita ketahui, bahwa hadiah dan hukuman ibarat 2 muka dalam 1 keping mata uang. Jika satu keping mata uang dibelah melintang, maka sudah tidak laku lagi sebagai mata uang. Begitu juga dalam memberikan penguatan. Kalau hadiah saja yang diberikan atau sebaliknya, maka hal ini tidak akan baik dalam perkembangan kognitif siswa.
Hadiah tidaklah mesti berupa sesuatu yang sifatnya berwujud. Terkadang siswa pun menanggapi demikian. Bahkan ada yang meremehkan sisi hadiah, seperti jika kita katakan, kalau kalian bisa nanti akan dapat hadiah, maka siswa akan bertanya hadiahnya apa, apa HP atau montor. Hal ini terjadi yang demikian.
Hadiah tidak harus mewah, tapi sedikit saja pun bisa membawa makna. Hadiah dapat berupa buku, pensil, peralatan sekolah, buku, kamus, uang, snack, dll. Hadiah pun bisa berbentuk sesuatu yang tidak berwujud seperti pujian langsung atau pujian kepada siswa di hadapan orangtuanya.
Hadiah diberikan menunjukkan perhatian kita terhadap anak. Hadiah akan membuat siswa termotivasi, yang dmpaknya dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di tempat les.
Lalu kapan hadiah itu diberikan ? Sifat dalam memberikan hadiah yang perlu diingat bahwa hadiah jangan diberikan terlalu sering karena hal ini akan mengurangi esensi kemanfaatan fungsi hadiah. Hadiah tidak akan bermakna jika siswa dalam mendapatkan hadiah itu terkesan terlalu mudah. Hadiah dapat diberikan bilamana :
-          Siswa dapat menjawab soal yang sulit
-          Siswa menunjukkan perubahan pada hal – hal yang kita sukai, seperti mencatat menjadi rapi, menghitung sudah terampil, mendapat nilai bagus saat ulangan disekolah, siswa semakin aktif, disiplin dalam les, interaksi meningkat, motivasi/minat semakin baik, dll.
-          Siswa dapat mengingat materi yang kita sampaikan pada meteri sebelumnya
-          Ulangan yang kita berikan, siswa menunjukkan hasil yang bagus
Sampaikan kepada anak, bahwa ketika kita memberikan hadiah, janganlah melihat dari sisi bentuk dan rupa, tapi lihatlah dari sisi niat baik kita dalam memberikan sesuatu.
Jikalau kita bersedia memberi hadiah, maka jangan lupakan hukuman. Hukuman diberikan manakala kita telah siap memberikan hadiah dan hubungan emosional antara guru les dengan siswa dan orangtuanya sudah dekat. Sebab jika tidak dekat, dikhawatirkan terjadi kesalahpahaman atau miskomunikasi. Pemberian hukuman jangan dikatakan kepada siswa, seperti mengatakan, kamu akan saya hukum begini dan begini, tapi cukuplah kita berikan bentuk hukuman tersebut saja. Hukuman ataupun hadiah diberikan manakala kita melihat ada sisi positif, sebab jika tidak ada manfaatnya, maka sebaiknya dihentikan.
Hukuman tidaklah berarti hukuman sangsi militer, seperti berdiri di tempat les, push up, dll. Akan tetapi dapat berwujud teguran yang ringan hingga teguran yang keras, namun bukan ancaman. Terkecuali jika ancaman itu dipandang baik, semisal mengatakan, “Maaf, jika adik belum ada perubahan dalam hal …, saya minta maaf bila sikap adik ini akan saya laporkan ke ibu adik.”, atau mengatakan, “Maaf, jika hal ini masih berlanjut, saya dengan terpaksa tidak bisa menemani belajar lagi.”
Ingat bahwa ancaman diberikan sebagai jalan terakhir ketika melihat perilaku siswa les sangat parah. Kembali kepada hukuman, bahwa hukuman dapat berupa teguran, sebagaimana hadiah dapat berupa pujian.
Terkadang, orangtua siswa mempercayakan kepada guru les dalam memberikan hukuman dengan mengatakan bahwa anaknya dimarahi tidak mengapa hingga bila perlu dicubit. Namun, ketika hukuman fisik diberikan sesuai permintaan orangtuanya, hendaknya tetap melihat dari sisi fungsi dan kedekatan hubungan. Sebab jika tidak, akan menyebabkan konflik.

Jadi hadiah dan hukuman lebih dilihat dari sisi kemanfaatan. Jika dirasa bermanfaat, maka dilanjutkan, jika tidak maka dihentikan. 

Menolak Siswa Les


Barangkali timbul pertanyaan dalam benak kita, memangnya ada siswa yang harus kita tolak ? Ya, ada. Bahkan saya katakan “harus” kita tolak, bukan “sebaiknya” kita tolak. Argumen lain akan muncul seperti bukannya sebaiknya kita terima, toh mereka ingin belajar pada kita? Sebelum menjawab hal tersebut, sedikit akan saya uraikan keadaan 2 siswa yang harus kita tolak :
a.       Siswa yang kemampuan akademik kurang dan malas belajar. Hal ini tidak cukup, masih ditambah siswa tersebut punya aktivitas yang tidak bermanfaat seperti game maniak atau terlalu banyak kegiatan sekolah. Setiap waktunya habis untuk main game. Begitu juga yang punya kegiatan sekolah bisa pulang sore – sore, sehingga saat mau les, fisik sudah capek.
Pada kondisi ini, siswa tersita waktu dan konsentrasi belajar dengan hal tersebut, akibatnya minat dan motivasi les sangat lemah. Gambaran ketika les, siswa terasa di otaknya ada beban 2 ton padahal yang kita berikan hanya 2 ons. Ini tampak sekali terlihat pada saat mau les, harus dipaksa oleh orangtuanya, dan ketika les tampak ketidak betahan, kejenuhan, atau ketidak tenangan. Hal yang lebih juah apapun yang kita berikan akan masuk dari telinga kiri dan keluar dari telinga kiri.
Tentunya sebuah beban psikologis tersendiri manakala ketika kita datang, si anak tidak siap les. PR atau tugas yang kita berikan, si anak tidak mempedulikan, bahkan pelajaran kemarin sudah lupa. Akhirnya setahun les kita lewati, hasilnya nilai anak terkapar di bawah bantal. Otomatis orangtua enggan untuk menyapa kita, dan kita pun segan untuk menanyakan hal – hal lain tentang kondisi anak tersebut.
Dengan demikian, apakah kita bersedia menerima permintaan les ?
b.      Siswa yang mendaftar les waktunya sudah mepet ujian, kira – kira kurang dari 2 bulan sudah mau tes.
Misal si A dan B sudah les sama kita lebih dari 6 bulan. Si A dan Si B punya teman namanya si C. Si C tahu kalau si A dan si B sudah les dari dahulu, dan si C menunda – nunda lesnya dengan kita. Tiba – tiba nilai try out si C jelek, kemudian si C minta les kepada kita. Seandainya kita terima si C, kemudian hasil UN menunjukkan nilai si C lebih bagus dari si A dan si B, maka kemungkinan yang terjadi adalah :
1). Si C akan menggampangkan masalah les. Si C akan berpikir praktis, bahwa les tidak perlu lama, buktinya dia hanya sebulan les namun hasilnya bisa mengungguli si B dan si A.
2). Si C bisa jadi akan cerita kepada orang lain, bahwa les tidak perlu lama. Les yang lama tidak menjamin hasilnya bagus. Akhirnya oranglain ikut – ikutan membenarkan perkataan si C, sehingga akan mendaftar les dengan waktu mepet.
3). Si A dab Si B tentu akan kecewa dengan profesionalitas kita dalam memberikan les. Mosok si C yang hanya les seumuran jagung mampu mengalahkan dirinya, berarti selama ini guru lesnya ngapain ?
Sebaliknya, seandainya si C nilainya jelek, maka citra kita di mata orangtua dan oranglain ikut jelek. Si C yang les hanya seumuran jagung, dianggap oleh masyarakat les dengan kita sudah lama.
Oleh karenanya tidak ada manfaat yang signifikan bila kita mengambil si C untuk jadi murid kita. Belum lagi dengan masuknya si C kita harus menguras energi les yang lebih besar untuk menyamakan materi dengan si A dan si B
Di sisi lain, dengan kita menolak si C ternyata ada manfaatnya buat pembelajaran si C, diantaranya :
1.       Menyadarkan si C bahwa kalau les jangan mepet – mepet

2.       Agar si C memiliki perhatian bahwa mencari guru les ternyata tidak mudah