Marah Diperlukan
Dalam
banyak kondisi, guru les begitu lemah dihadapan siswanya. Seakan – akan guru
les adalah pelayan rendahan. Image
ini terbangun sendirinya dari diri guru les sendiri. Implikasinya adalah guru
les enggan menegur sehingga cenderung terjadi pembiaran, manakala melihat siswa
lesnya nakal, malas berpikir, malas mengerjakan, ramai, dll.
Semestinya
sikap – sikap siswa tadi hanyalah sesekali, namun jika berulang kali, maka
haruslah ditegur. Jika ditegur memang susah, maka bolehlah marah dengan ucapan
tanpa menyinggung perasaan. Marah cukuplah dengan nada tinggi tanpa keluar dari
sesuatu yang tidak terkontrol. Ini memang sulit dan membutuhkan latihan.
Rasa
marah ini haruslah ditempatkan pada tempatnya dan harus dijelaskan di awal
pertemuan agar tejadi kesepakatan. Bila tidak, maka dikhawatirkan menimbulkan
kesalahpahaman, miskomunikasi, dan konflik. Ambil misal guru memarahi siswa
dengan perkataan A, bisa jadi siswa melaporkan kepada orangtuanya dengan
mendramatisir dengan mengatakan perkataan yang tidak diucapkan si guru tadi.
Hasilnya, akan timbul perasaan negatif dari diri orangtua siswa kepada si guru.
Oleh karenanya, di awal pertemuan dijelaskan terlebih dahulu agar konflik dapat
diminimalisir. Akan tetapi jika kemudian terjadi friksi, akan lebih tepat guru
menjelaskan duduk perkaranya. Asalkan guru marah tanpa dengan pukulan/fisik
maka justru rasa marah itu didukung oleh orangtuanya.
Jika hilang rasa marah dan
keengganan untuk menegur, maka siswa justru akan merendahkan kita. Jika kita
sudah merasa rendah dihadapan siswa, berdampak ilmu yang kita berikan terbuang
percuma.
0 comments:
Post a Comment