Memperhatikan Kekontinuan Les
Ketika
kita naik gunung, lebih disukai tanjakan yang landai meski jauh daripada
tanjakan yang curam. Sehingga jalan pegunungan dibuat berkelok – kelok meski
lama. Ini menunjukkan prinsip bidang miring yang berlaku di dalam kehidupan
sehari – hari. Layaknya belajar, siswa sebaiknya belajar sedikit demi sedikit
secara kontinu daripada belajar dengan sistem kebut semalam. Ataupun dalam
pembelajaran les, kita tentu lebih menyukai siswa yang belajar lebih lama dari
pada membelajari siswa yang hanya butuh dadakan, misal dia minta les karena
esok pagi ada ujian Mid, dll.
Hal
di atas adalah salah satu bentuk kekontinuan dari sisi lama les dalam kurun
waktu misal 1 tahun. Bentuk kekontinuan yang lain adalah ketika siswa sudah
selesai les di kelas 6 SD, maka diharapkan di kelas 7 ia akan les di tempat
kita. Begitu seterusnya hingga ia menamatkan di jenjang SMA. Saya punya
pengalaman siswa les yang sudah bertahan hingga 8 tahun. Ia mulai les dengan
saya sejak kelas 4 dan berlangsung terus hingga – saat ini – duduk di kelas XI,
dan kemungkinan akan berlanjut hingga ia sampai kelas XII.
Bentuk
kekontinuan lainnya adalah jika dalam 1 keluarga ada 4 anak, maka saya
memberikan les anak pertama, dilanjut anak kedua, anak ketiga, hingga anak ke
empat. Ini sudah banyak keluarga yang saya les seperti itu, yaitu semua anaknya
saya les. Bahkan ada 1 keluarga yang sudah saya les , sampai saat ini 8 tahun,
dan saya perkirakan, insya Allah,
bisa bertahan hingga 12 tahun. Karena anaknya
yang keempat sekarang masih duduk di kelas 8.
Lalu
apa resepnya siswa tersebut bertahan hingga 9 tahun les. Resepnya sebagai
berikut :
a.
Kedekatan saya dengan orangtua.
Orangtuanya sudah mempercayakan kepada
saya untuk membimbing les, akibatnya hasil baik atau buruk pun tidak
mempedulikan. Kepercayaan ini, Alhamdulillah,
melekat seiring dengan berjalannya waktu. Orangtuanya yakin bahwa saya akan
memberikan yang terbaik tanpa keraguan.
b.
Hasil awal memuaskan
Kesan hasil tahun pertama siswa yang
saya les ternyata berbuah manis, seiring dengan proses yang terus menerus ada
perbaikan. Siswa yang saya les merespon positif, sehingga orangtua pun senang,
dan ini berlanjut terus sampai sekarang.
c. No Target
Ternyata siswa yang kontinu saya les,
orangtua tidak pernah menargetkan dengan sejumlah nilai tertentu. Prinsipnya
yang penting les. Mereka yakin, dengan izin Allah, bahwa saya akan memberikan
yang terbaik.
d.
Membayar les tanpa perhitungan
Resep ini yang nampaknya terasa sekali di
hati saya, manakala ketika waktu pembayaran tiba, mereka bersegera untuk
membayar, tanpa dihitung – hitung. Artinya, ketika saya sebulan yang harusnya
datang 4 x, karena suatu hal saya datang sekali, ternyata mereka tetap membayar
4x penuh tanpa mengeluh.
Namun ada hal yang diperhatikan
bahwa tidak selamanya siswa yang meminta les kontinu kita layani, tanpa
memperhatikan faktor – faktor yang lain. Ambil contoh, Si A les kelas 6, tiba –
tiba hasilnya UN bagus, dan ia meminta kelas 7 dilanjutkan, lalu apakah kita
kabulkan ? Pada kasus tersebut banyak siswa yang saya tolak. Oleh karenanya,
sebaiknya, kita memperhatikan hal – hal sebagi berikut :
a.
Tingkat kejenuhan
Selama
ini, saya sangat memperhatikan kejenuhan siswa dalam les. Jika di kelas 6, misalnya,
siswa sudah terlihat jenuh dalam les. Maka di kelas 7, yang tidak ada tantangan
untuk berprestasi, maka akan cenderung tidak bisa bertahan. Hal ini beberapa
kali saya jumpai. Ada siswa yang memaksa untuk tetap les, eh, ternyata tidak
bisa bertahan lama.
b.
Kegiatan sekolah
Ini
juga faktor yang perlu kita perhatikan. Misalnya, siswa yang kelas 9 kita les,
kemudian dia ingin les lagi di kelas 10, kita harus memperhatikan bahwa di
kelas 10 banyak ekstra atau kegiatan sekolah, maka selayaknya kita memperhatikan
hal tersebut. Jangan sampai ketika ia di kelas 10 pengin les, kemudian kita
layani, ternyata pas jadwal les, ia ijin karena banyak kegiatan ekstra.
c.
Ekonomi orangtua
Perlu
diperhatikan juga bahwa tidak semua orangtua siswa memiliki ekonomi yang berkecukupan.
Ada kalanya ekonominya pas – pasan dan les sebenarnya perkara yang berat dari
sisi biaya. Misal si A baru lulus kelas 6, dengan kondisi ekonomi orangtua pas
– pasan, kemudian dia di kelas 7 pengin les lagi, maka saya cenderung menolak.
Saya menyarankan untuk les lagi besok kalau sudah kelas 9 dengan alasan agar
siswa tersebut tidak bosan. Perlu dipahami bahwa permintaan siswa yang pengin
kontinu les, kebanyakan hanyalah efek spontanitas dari hasil UN yang bagus.
Jadi bukan karena ingin mengembangkan potensinya yang lebih bagus.
Jadi kesimpulannya tidak semua
siswa yang minta kontinu les kita terima, tapi hendaknya kita memilih dengan
memperhatikan hal – hal di atas. Sebaliknya, tidak mengapa kita menawarkan
siswa yang kita les agar kontinu belajar lesnya bila kita memandang siswa yang
bersangkutan tidak mampu belajar mandiri di kelas atasnya.
0 comments:
Post a Comment