Text Widget

Sample Text

Remidi 2 Materi Bilangan

Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

BTemplates.com

Pages

Blogroll

About

Thursday, 2 January 2014

Prioritas Les


Kalau kita ditanya, berdasarkan kemampuan akademik siswa, siswa dapat kita bagi ke dalam tiga bagian : kemampuan akademik tinggi, sedang, dan rendah, manakah yang harus diproritaskan untuk les ?
Siswa yang memiliki kemampuan akademik tinggi tentu saja ia sudah rangking di kelasnya, pelajaran di sekolah ia mampu menangkap materi dengan sangat baik, pembelajaran diikuti dengan selancar mungkin, minat dan motivasi belajar di sekolah  sudah tidak diragukan, PR dan tugas mampu ia selesaikan sebelum waktunya, bahkan ia mampu belajar mandiri. Ulangan harian pun selalu di atas KKM.
Siswa yang memiliki kemampuan akademik sedang, bisa dibilang siswa tersebut kemampuan pas – pasan, ia bisa mengikuti materi pelajaran hanya di awal – awal bab saja, PR dan tugas terkadang dikerjakan seandainya mengerjakan hanyalah copy paste temannya, belajar hanya seperlunya, ulangan harian pun terkadang saja yang lulus KKM. Jika dilihat rangking dari 32 siswa, ia mendapat rangking 8 – 24, atau sekitar itu.
Sebaliknya, siswa yang memiliki kemampuan akademik rendah, rangkingnya sering menjadi juru kunci. Minat dan motivasi belajar rendah, bahkan nyaris lenyap. Sekolah hanyalah sekadar absen, kehadiran di kelas laksana patung. Ketika guru pelajaran menyampaikan materi, siswa tersebut tidak mengerti apa yang dibicarakan gurunya. Jasad siswa di kelas, tapi pikirannya di luar kelas melanglang buana. Tugas sering lupa, seandainya mengerjakan tentu saja copy paste temannya tanpa mengetahui asal – usul jawaban tugas tersebut.
Dari ketiga kondisi siswa di atas, sekali lagi manakah yang harus mendapat prioritas les ? Hampir semua sepakat bahwa siswa yang memiliki kemampuan akademik rendah diprioritaskan lesnya, alasannya adalah siswa tersebut supaya mampu mengikuti pelajaran di kelasnya dengan baik. Baru di susul akademik sedang, dan yang terakhir akademik tinggi. Menurut kebanyakan masyarajat bahwa kemampuan akademik tinggi tidak les tidak mengapa karena sudah mampu belajar mandiri, jadi di les pun seakan tidak ada perubahan.
Namun, di sini saya berpendapat lain. Sebenarnya pada prinsipnya bahwa kemampuan siswa akademik apapun butuh untuk les. Jadi tidak akan rugi, insya Allah, kalau mengikuti les. Mengapa ? Karena di les pasti akan mendapat pengalaman belajar yang lain. Kemudian soal prioritas, justru siswa yang kemampuan akademik tinggilah yang butuh les. Alasanya sederhana, bila kita punya materi ilmu yang bisa dibilang 100 %, dalam waktu yang relatif sama, kemudian kita berikan kepada tiga anak dengan kemampuan akademik berbeda, maka tentu siswa yang kemampuan akademik tinggi akan memndapatkan persentase yang lebih besar, bahkan bisa mampu 100 %. Padahal dari 100 % yang kita berikan, anak tersebut dapat mengembangkan bekal ilmu kita untuk mempelajari yang lebih sulit secara mandiri.
Selain itu, siswa yang memiliki kemampuan akademik tinggi akan merasa bahwa dia sudah pinter, tanpa mengetahui bahwa di sekolah lain ada yang lebih pintar, seperti pepatah di atas langit masih ada langit. Hal ini sering dijumpai, ketika siswa yang kemampuan akademik tinggi sudah rangking 1 sampai taraf tanpa belajar pun ia bisa dapat rangking 1, maka akan berakibat ia meremehkan pelajaran dan merasa pinter. Akhirnya prestasi akan stagnan.
Nah disinilah peran guru les untuk selalui berinovasi dalam mengajarkan materi les. Berikan sesuatu yang beda, berikan pengalaman belajar yang lain pada siswa yang kemampuan akademik tinggi, kalau perlu latihkan dengan soal – soal yang berbasis masalah atau soal olimpiade. Sesekali jadikan ia guru buat kita dengan melatih si anak untuk presentasi di hadapan kita, sehingga kita bisa mengetahui kemampuan dia yang sesungguhnya.
Selanjutnya adalah siswa yang memiliki kemampuan akademik sedang. Siswa ini diproritaskan kedua, karena dengan les ia diharapkan mampu mengikuti materi pelajaran secara keseluruhan dan tidak terpotong – potong.
Berbeda dengan kemampuan akademik rendah, mengajarkan mereka untuk bisa berkembang kemampuannya bukanlah semudah membalikkan telapak tangan. Kita butuh berjuang ekstra untuk itu, padahal waktu kita sangat terbatas dan pikiran kita tidak hanya memberikan les, tapi banyak tugas – tugas kemasyarakatan yang perlu kita jalani. Belum lagi jadwal les yang kita berikan ke anak sangat banyak.
Sayang sekali, dari orangtua justru memakasa dan mendorong les hanya untuk anak yang kemampuan akademik rendah, kemudian di susul anak yang akademik tinggi agar bisa bertahan juaranya. Sementara si anak yang kemampuan sedang dibiarkan, dengan anggapan si anak sudah bisa mengikuti pelajaran di sekolah. Bahkan ada orangtua yang menganggap jika anaknya pinter (akademik tinggi) tidak perlu dileskan, alasannya adalah hal ini asama saja anatara di sekolah dan di les. Dianggapnya tidak ada perubahan yang berarti, toh anaknya sudah pinter. Hal ini padahal sejatinya adalah salah, sebagaimana penjelasan di atas.
Perlu dipahami di sini bahwa, saya membedakan kedudukan kita sebagai pengajar les dengan seorang guru. Bila kita seorang guru, maka prioritas untuk les di sekolah adalah justru siswa yang kemampuan akademik rendah dengan tujuan supaya dapat mengikuti pembelajaran dengan baik, tingkah lakunya menjadi baik, minat jadi meningkat, dll yang berakibat waktu remidi menjadi seminimal mungkin.

Namun, di sini kita sebagai guru les, maka justru yang harus kita perhatikan lebih adalah anak yanhg memiliki kemampuan akademik tinggi. 

Membantu Tugas Siswa


Di sekolah, siswa sering mendapat tugas atau pekerjaan rumah. Siswa akan suka manakala kita membantu mengerjakan tugas atau pekerjaan rumah. Hanya saja guru les perlu memperhatikan rambu – rambu dalam membantu mengerjakan tugas/pekerjaan rumah siswa. Ingat, bahwa guru di sekolah dalam memberikan PR/tugas adalah siswa mau  belajar, berlatih, dan dikerjakan sendiri oleh siswa. Esensi dari tugas tersebut bukanlah yang penting bagaimana tugas itu selesai tepat waktu, akan tetapi lebih dari sisi proses.
Oleh karenanya guru les harus memperhatikan dari sisi ini. Karena, kenyataannya guru sering mengeluhkan bila PR siswa yang mengerjakan adalah guru les dan ini banyak terjadi. Kondisi ini menjadikan penulis prihatin.
Sebaiknya, jika guru les disodori tugas siswa, tidak serta merta membatu mengerjakan 100% atau menolak, akan tetapi sebaiknya cukuplah memberikan jalan – jalan pembukaan. Atau jika kita mampu buatlah soal yang seragam, sehingga siswa dapat mencontoh pengerjaan kita. Apabila mampu yang demikian, berarti kita telah membuat siswa mau belajar di rumah. Karena esensi dari les kita adalah bagaimana siswa mau belajar sehingga hasil dan proses les dapat berjalan dengan baik.
Bentuk bantuan dari tugas dapatlah berupa ide – ide yang akan membuat siswa semakin mudah mengerjakan dan menyingkat waktu dalam pengerjaan, sehingga siswa dapat belajar mapel lain.

Siswa yang mengerjakan tugas secara mandiri – meski dalam prakteknya dibantu jalannya oleh guru les – siswa akan senang dan puas, terlebih lagi ketika di kelas siswa dapat maju mengerjakan di papan tulis. 

Hadiah dan Hukuman


Sebagaimana kita ketahui, bahwa hadiah dan hukuman ibarat 2 muka dalam 1 keping mata uang. Jika satu keping mata uang dibelah melintang, maka sudah tidak laku lagi sebagai mata uang. Begitu juga dalam memberikan penguatan. Kalau hadiah saja yang diberikan atau sebaliknya, maka hal ini tidak akan baik dalam perkembangan kognitif siswa.
Hadiah tidaklah mesti berupa sesuatu yang sifatnya berwujud. Terkadang siswa pun menanggapi demikian. Bahkan ada yang meremehkan sisi hadiah, seperti jika kita katakan, kalau kalian bisa nanti akan dapat hadiah, maka siswa akan bertanya hadiahnya apa, apa HP atau montor. Hal ini terjadi yang demikian.
Hadiah tidak harus mewah, tapi sedikit saja pun bisa membawa makna. Hadiah dapat berupa buku, pensil, peralatan sekolah, buku, kamus, uang, snack, dll. Hadiah pun bisa berbentuk sesuatu yang tidak berwujud seperti pujian langsung atau pujian kepada siswa di hadapan orangtuanya.
Hadiah diberikan menunjukkan perhatian kita terhadap anak. Hadiah akan membuat siswa termotivasi, yang dmpaknya dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di tempat les.
Lalu kapan hadiah itu diberikan ? Sifat dalam memberikan hadiah yang perlu diingat bahwa hadiah jangan diberikan terlalu sering karena hal ini akan mengurangi esensi kemanfaatan fungsi hadiah. Hadiah tidak akan bermakna jika siswa dalam mendapatkan hadiah itu terkesan terlalu mudah. Hadiah dapat diberikan bilamana :
-          Siswa dapat menjawab soal yang sulit
-          Siswa menunjukkan perubahan pada hal – hal yang kita sukai, seperti mencatat menjadi rapi, menghitung sudah terampil, mendapat nilai bagus saat ulangan disekolah, siswa semakin aktif, disiplin dalam les, interaksi meningkat, motivasi/minat semakin baik, dll.
-          Siswa dapat mengingat materi yang kita sampaikan pada meteri sebelumnya
-          Ulangan yang kita berikan, siswa menunjukkan hasil yang bagus
Sampaikan kepada anak, bahwa ketika kita memberikan hadiah, janganlah melihat dari sisi bentuk dan rupa, tapi lihatlah dari sisi niat baik kita dalam memberikan sesuatu.
Jikalau kita bersedia memberi hadiah, maka jangan lupakan hukuman. Hukuman diberikan manakala kita telah siap memberikan hadiah dan hubungan emosional antara guru les dengan siswa dan orangtuanya sudah dekat. Sebab jika tidak dekat, dikhawatirkan terjadi kesalahpahaman atau miskomunikasi. Pemberian hukuman jangan dikatakan kepada siswa, seperti mengatakan, kamu akan saya hukum begini dan begini, tapi cukuplah kita berikan bentuk hukuman tersebut saja. Hukuman ataupun hadiah diberikan manakala kita melihat ada sisi positif, sebab jika tidak ada manfaatnya, maka sebaiknya dihentikan.
Hukuman tidaklah berarti hukuman sangsi militer, seperti berdiri di tempat les, push up, dll. Akan tetapi dapat berwujud teguran yang ringan hingga teguran yang keras, namun bukan ancaman. Terkecuali jika ancaman itu dipandang baik, semisal mengatakan, “Maaf, jika adik belum ada perubahan dalam hal …, saya minta maaf bila sikap adik ini akan saya laporkan ke ibu adik.”, atau mengatakan, “Maaf, jika hal ini masih berlanjut, saya dengan terpaksa tidak bisa menemani belajar lagi.”
Ingat bahwa ancaman diberikan sebagai jalan terakhir ketika melihat perilaku siswa les sangat parah. Kembali kepada hukuman, bahwa hukuman dapat berupa teguran, sebagaimana hadiah dapat berupa pujian.
Terkadang, orangtua siswa mempercayakan kepada guru les dalam memberikan hukuman dengan mengatakan bahwa anaknya dimarahi tidak mengapa hingga bila perlu dicubit. Namun, ketika hukuman fisik diberikan sesuai permintaan orangtuanya, hendaknya tetap melihat dari sisi fungsi dan kedekatan hubungan. Sebab jika tidak, akan menyebabkan konflik.

Jadi hadiah dan hukuman lebih dilihat dari sisi kemanfaatan. Jika dirasa bermanfaat, maka dilanjutkan, jika tidak maka dihentikan. 

Menolak Siswa Les


Barangkali timbul pertanyaan dalam benak kita, memangnya ada siswa yang harus kita tolak ? Ya, ada. Bahkan saya katakan “harus” kita tolak, bukan “sebaiknya” kita tolak. Argumen lain akan muncul seperti bukannya sebaiknya kita terima, toh mereka ingin belajar pada kita? Sebelum menjawab hal tersebut, sedikit akan saya uraikan keadaan 2 siswa yang harus kita tolak :
a.       Siswa yang kemampuan akademik kurang dan malas belajar. Hal ini tidak cukup, masih ditambah siswa tersebut punya aktivitas yang tidak bermanfaat seperti game maniak atau terlalu banyak kegiatan sekolah. Setiap waktunya habis untuk main game. Begitu juga yang punya kegiatan sekolah bisa pulang sore – sore, sehingga saat mau les, fisik sudah capek.
Pada kondisi ini, siswa tersita waktu dan konsentrasi belajar dengan hal tersebut, akibatnya minat dan motivasi les sangat lemah. Gambaran ketika les, siswa terasa di otaknya ada beban 2 ton padahal yang kita berikan hanya 2 ons. Ini tampak sekali terlihat pada saat mau les, harus dipaksa oleh orangtuanya, dan ketika les tampak ketidak betahan, kejenuhan, atau ketidak tenangan. Hal yang lebih juah apapun yang kita berikan akan masuk dari telinga kiri dan keluar dari telinga kiri.
Tentunya sebuah beban psikologis tersendiri manakala ketika kita datang, si anak tidak siap les. PR atau tugas yang kita berikan, si anak tidak mempedulikan, bahkan pelajaran kemarin sudah lupa. Akhirnya setahun les kita lewati, hasilnya nilai anak terkapar di bawah bantal. Otomatis orangtua enggan untuk menyapa kita, dan kita pun segan untuk menanyakan hal – hal lain tentang kondisi anak tersebut.
Dengan demikian, apakah kita bersedia menerima permintaan les ?
b.      Siswa yang mendaftar les waktunya sudah mepet ujian, kira – kira kurang dari 2 bulan sudah mau tes.
Misal si A dan B sudah les sama kita lebih dari 6 bulan. Si A dan Si B punya teman namanya si C. Si C tahu kalau si A dan si B sudah les dari dahulu, dan si C menunda – nunda lesnya dengan kita. Tiba – tiba nilai try out si C jelek, kemudian si C minta les kepada kita. Seandainya kita terima si C, kemudian hasil UN menunjukkan nilai si C lebih bagus dari si A dan si B, maka kemungkinan yang terjadi adalah :
1). Si C akan menggampangkan masalah les. Si C akan berpikir praktis, bahwa les tidak perlu lama, buktinya dia hanya sebulan les namun hasilnya bisa mengungguli si B dan si A.
2). Si C bisa jadi akan cerita kepada orang lain, bahwa les tidak perlu lama. Les yang lama tidak menjamin hasilnya bagus. Akhirnya oranglain ikut – ikutan membenarkan perkataan si C, sehingga akan mendaftar les dengan waktu mepet.
3). Si A dab Si B tentu akan kecewa dengan profesionalitas kita dalam memberikan les. Mosok si C yang hanya les seumuran jagung mampu mengalahkan dirinya, berarti selama ini guru lesnya ngapain ?
Sebaliknya, seandainya si C nilainya jelek, maka citra kita di mata orangtua dan oranglain ikut jelek. Si C yang les hanya seumuran jagung, dianggap oleh masyarakat les dengan kita sudah lama.
Oleh karenanya tidak ada manfaat yang signifikan bila kita mengambil si C untuk jadi murid kita. Belum lagi dengan masuknya si C kita harus menguras energi les yang lebih besar untuk menyamakan materi dengan si A dan si B
Di sisi lain, dengan kita menolak si C ternyata ada manfaatnya buat pembelajaran si C, diantaranya :
1.       Menyadarkan si C bahwa kalau les jangan mepet – mepet

2.       Agar si C memiliki perhatian bahwa mencari guru les ternyata tidak mudah