Prioritas Les
Kalau
kita ditanya, berdasarkan kemampuan akademik siswa, siswa dapat kita bagi ke
dalam tiga bagian : kemampuan akademik tinggi, sedang, dan rendah, manakah yang
harus diproritaskan untuk les ?
Siswa
yang memiliki kemampuan akademik tinggi tentu saja ia sudah rangking di
kelasnya, pelajaran di sekolah ia mampu menangkap materi dengan sangat baik,
pembelajaran diikuti dengan selancar mungkin, minat dan motivasi belajar di
sekolah sudah tidak diragukan, PR dan
tugas mampu ia selesaikan sebelum waktunya, bahkan ia mampu belajar mandiri.
Ulangan harian pun selalu di atas KKM.
Siswa
yang memiliki kemampuan akademik sedang, bisa dibilang siswa tersebut kemampuan
pas – pasan, ia bisa mengikuti materi pelajaran hanya di awal – awal bab saja,
PR dan tugas terkadang dikerjakan seandainya mengerjakan hanyalah copy paste
temannya, belajar hanya seperlunya, ulangan harian pun terkadang saja yang lulus
KKM. Jika dilihat rangking dari 32 siswa, ia mendapat rangking 8 – 24, atau
sekitar itu.
Sebaliknya,
siswa yang memiliki kemampuan akademik rendah, rangkingnya sering menjadi juru
kunci. Minat dan motivasi belajar rendah, bahkan nyaris lenyap. Sekolah
hanyalah sekadar absen, kehadiran di kelas laksana patung. Ketika guru
pelajaran menyampaikan materi, siswa tersebut tidak mengerti apa yang
dibicarakan gurunya. Jasad siswa di kelas, tapi pikirannya di luar kelas
melanglang buana. Tugas sering lupa, seandainya mengerjakan tentu saja copy paste temannya tanpa mengetahui
asal – usul jawaban tugas tersebut.
Dari
ketiga kondisi siswa di atas, sekali lagi manakah yang harus mendapat prioritas
les ? Hampir semua sepakat bahwa siswa yang memiliki kemampuan akademik rendah
diprioritaskan lesnya, alasannya adalah siswa tersebut supaya mampu mengikuti
pelajaran di kelasnya dengan baik. Baru di susul akademik sedang, dan yang
terakhir akademik tinggi. Menurut kebanyakan masyarajat bahwa kemampuan
akademik tinggi tidak les tidak mengapa karena sudah mampu belajar mandiri,
jadi di les pun seakan tidak ada perubahan.
Namun,
di sini saya berpendapat lain. Sebenarnya pada prinsipnya bahwa kemampuan siswa
akademik apapun butuh untuk les. Jadi tidak akan rugi, insya Allah, kalau
mengikuti les. Mengapa ? Karena di les pasti akan mendapat pengalaman belajar
yang lain. Kemudian soal prioritas, justru
siswa yang kemampuan akademik tinggilah yang butuh les. Alasanya sederhana,
bila kita punya materi ilmu yang bisa dibilang 100 %, dalam waktu yang relatif
sama, kemudian kita berikan kepada tiga anak dengan kemampuan akademik berbeda,
maka tentu siswa yang kemampuan akademik tinggi akan memndapatkan persentase
yang lebih besar, bahkan bisa mampu 100 %. Padahal dari 100 % yang kita
berikan, anak tersebut dapat mengembangkan bekal ilmu kita untuk mempelajari
yang lebih sulit secara mandiri.
Selain
itu, siswa yang memiliki kemampuan akademik tinggi akan merasa bahwa dia sudah
pinter, tanpa mengetahui bahwa di sekolah lain ada yang lebih pintar, seperti
pepatah di atas langit masih ada langit. Hal ini sering dijumpai, ketika siswa
yang kemampuan akademik tinggi sudah rangking 1 sampai taraf tanpa belajar pun
ia bisa dapat rangking 1, maka akan berakibat ia meremehkan pelajaran dan
merasa pinter. Akhirnya prestasi akan stagnan.
Nah
disinilah peran guru les untuk selalui berinovasi dalam mengajarkan materi les.
Berikan sesuatu yang beda, berikan pengalaman belajar yang lain pada siswa yang
kemampuan akademik tinggi, kalau perlu latihkan dengan soal – soal yang
berbasis masalah atau soal olimpiade. Sesekali jadikan ia guru buat kita dengan
melatih si anak untuk presentasi di hadapan kita, sehingga kita bisa mengetahui
kemampuan dia yang sesungguhnya.
Selanjutnya
adalah siswa yang memiliki kemampuan akademik sedang. Siswa ini diproritaskan
kedua, karena dengan les ia diharapkan mampu mengikuti materi pelajaran secara
keseluruhan dan tidak terpotong – potong.
Berbeda
dengan kemampuan akademik rendah, mengajarkan mereka untuk bisa berkembang
kemampuannya bukanlah semudah membalikkan telapak tangan. Kita butuh berjuang
ekstra untuk itu, padahal waktu kita sangat terbatas dan pikiran kita tidak
hanya memberikan les, tapi banyak tugas – tugas kemasyarakatan yang perlu kita
jalani. Belum lagi jadwal les yang kita berikan ke anak sangat banyak.
Sayang
sekali, dari orangtua justru memakasa dan mendorong les hanya untuk anak yang
kemampuan akademik rendah, kemudian di susul anak yang akademik tinggi agar
bisa bertahan juaranya. Sementara si anak yang kemampuan sedang dibiarkan,
dengan anggapan si anak sudah bisa mengikuti pelajaran di sekolah. Bahkan ada
orangtua yang menganggap jika anaknya pinter (akademik tinggi) tidak perlu
dileskan, alasannya adalah hal ini asama saja anatara di sekolah dan di les.
Dianggapnya tidak ada perubahan yang berarti, toh anaknya sudah pinter. Hal ini
padahal sejatinya adalah salah, sebagaimana penjelasan di atas.
Perlu
dipahami di sini bahwa, saya membedakan kedudukan kita sebagai pengajar les
dengan seorang guru. Bila kita seorang guru, maka prioritas untuk les di
sekolah adalah justru siswa yang kemampuan akademik rendah dengan tujuan supaya
dapat mengikuti pembelajaran dengan baik, tingkah lakunya menjadi baik, minat
jadi meningkat, dll yang berakibat waktu remidi menjadi seminimal mungkin.
Namun,
di sini kita sebagai guru les, maka justru yang harus kita perhatikan lebih
adalah anak yanhg memiliki kemampuan akademik tinggi.
0 comments:
Post a Comment