Text Widget

Sample Text

Remidi 2 Materi Bilangan

Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

BTemplates.com

Pages

Blogroll

About

Thursday, 2 January 2014

Perbedaan Pola Pembelajaran di Les dengan di Sekolah


Pada asalnya pembelajaran di les tidak jauh beda dengan di sekolah. Ini artinya, seorang guru yang biasa mengajar di kelas, maka akan dengan mudah mengajar siswa di tempat les. Namun, kalau dicermati lebih lanjut, ternyata ada perbedaan yang mendasar terkait dengan metode, aspek penilaian yang disampaikan, ketercapaian materi, banyak siswa, kesiapan guru dan siswa, dan lain – lain.
Berikut ini akan kita jabarkan beberapa perbedaan itu :
a.       Metode
Metode mengajar ketika di sekolah seharusnya bervariasi. Meskipun pada prakteknya guru lebih banyak menggunakan ceramah. Variasi ini menuntut adanya keseriusan guru untuk mengembangkan metode – metode mengajar yang disesuaikan dengan materi. Seiring dengan kesibukan – kesibukan di luar sekolah, menjadikan guru malas untuk mengembangkan metode pembelajaran, akibatnya hampir 100 % metodenya adalah ceramah, dan ini berlangsung terus menerus. Akibatnya dari tahun ke tahun siswa yang remidi jumlahnya lebih banyak dari yang tuntas.
Begitu juga, metode yang sering dalam membelajarkan siswa les adalah ceramah. Dalam perkembangan selanjutnya perlu digunakan metode tanya jawab (diskusi). Menggunakan metode ceramah tentu saja punya dasar yang kuat. Yaitu dikarenakan waktu les sangatlah terbatas, pembelajaran berbasis soal dan pemecahan masalah, dan memahamkan siswa dalam memahami materi. Tetapi bukan berarti harus melulu dengan ceramah, tapi sesekali harus dengan tanya jawab. Sarana dan prasarana les yang terbatas (bahkan bisa dibilang tidak ada), menjadikan metode – metode pembelajaran lain sulit berkembang.
b.      Aspek penilaian
Aspek penilaian yang disampaikan di sekolah harus mencakup aspek kognitif, psikomotor, dan afektif. Ketiganya harus dibangun berdasar karakteristik materi yang disampaikan. Namun, di les penilaian yang diajukan hanyalah aspek kognitif. Karena pembelajaran di les lebih banyak berorientasi soal. Meski demikian, guru les dituntut untuk berkreatif dengan mengambangkan variasi soal. Berbasis soal kognitif ini disebabkan karena les digunakan untuk tujuan menyelesaikan soal ulangan harian, ujian, try out, UN yang mengukur aspek kognitif.
Akan tetapi ada juga les yang berorientasi pada psikomotor seperti les gitar, les piano, les menyanyi, les renang, dan lain – lain. Dengan kata lain, secara dominan les hanyalah mengukur 1 aspek saja.
c.       Ketercapaian materi
Jika satu bab di sekolah diselesaikan dalam waktu 8 kali pertemuan, maka di les dapat dipercepat secara idela hingga 4 kali pertemuan. Bahkan dalam bab – bab tertentu, siswa yang memiliki akademik tinggi dapat menyelesaikan dalam sekali atau dua kali pertemuan. Ini pun dituntut guru les untuk meramu materi sehingga dapat mempercepat ketercapaian materi dengan tanpa meninggalkan esensi materi.
Namun, yang perlu diingat bahwa ketercapaian materi untuk siswa yang akademik rendah jangan dipaksakan, artinya tidak harus selesai dalam kurun waktu kurang dari 8 x pertemuan. Hanya saja sebaiknya jangan sampai lebih dari 8 x pertemuan, oleh karena itu, guru privat harus pandai mengatur irama materi sehingga ketersesuaian materi dapat terwujud.
d.      Banyak siswa
Banyak siswa di kelas sekolah tentu berbeda dengan jumlah siswa les privat. Jika siswa di sekolah jumlahnya bisa lebih dari 20, maka les privat dibatasi maksimal hanya 4 siswa. Jumlah siswa yang sedikit ini mempengaruhi daya tangkap siswa, kecepatan penyampaian materi, dan konsentrasi. Begitu juga, guru ketika di sekolah harus bersuara lantang, supaya siswa yang duduk di belakang dapat mendengar, maka ketika di tempat les haruslah merendahkan intonasi suaranya.
Di les privat, daya tangkap siswa lebih baik, karena jumlah siswa yang sedikit tadi dan lebih konsentrasi dibanding di sekolah. Sekalipun penyampaian materi dari guru les privat tergolong cepat. Jika di sekolah, siswa yang duduk di belakang dapat mengobrol saat pembelajaran, maka di les tidak memungkinkan untuk itu.
e.      Kesiapan guru dan siswa
Siswa dituntut siap untuk mengikuti les dengan baik, menjaga kesopanan selama les, konsentrasi, ataupun siap untuk menjawab soal – soal yang diberikan guru lesnya. Selain siswa harus siap dalam menerima materi les, maka guru pun harus dituntut demikian. Guru harus siap bilamana siswa mengajukan pertanyaan soal – soal yang rumit, atau tugas/PR yang belum dipecahkan. Jangan sampai guru tidak mampu menjawab pertanyaan – pertanyaan tadi yang berakibat siswa les akan menilai negatif. Perlu dipahami bahwa siswa yang dihadapi dalam les adalah siswa yang berbeda – beda sekolahnya. Semakin favorit, maka semakin tinggi kesiapan kita.
Hal ini berbeda dengan guru ketika di kelas, karena kecenderungan sudah hafal materi yang akan disampaikan, dan cenderung pula tidak akan mendapat soal dari muridnya. Kecuali hanya sedikit.

Dengan memahami perbedaan – perbedaan tersebut , diharapkan guru les mampu menyesuaikan mana yang di sekolah dan mana yang di tempat les. 

Konflik Dengan Siswa Les


Berinteraksi dengan siswa les atau orangtuanya tidaklah semulus yang dibayangkan. Ada kalanya mengalami rintangan – rintangan atau semulus apapun terkadang menyisakan sedikit persolan yang kemudian akan menjadi konflik. Berikut ini akan diberikan ilustrasi yang menggambarkan konflik – konflik dengan siswa les atau oragtuanya :
a.    Si A telah les beberapa kali, akan tetapi karena keteledoran guru les, si A tidak diabsen, akibatnya setelah beberapa kali pertemuan tibalah waktu penagihan les, ternyata terjadi perbedaan pengklaiman kehadiran, orangtua si A mengklaim hadir 4 x pertemuan tetapi guru les mengklaim sudah 6 x pertemuan. Guru les tidak bisa menunjukkan bukti fisik kehadiran, kemudian dia menggunakan bukti catatan harian anak. Meskipun demikian, ortu si A tidak menghiraukan dan tetap pada keyakinannya. Selanjutnya, orangtua si A memutuskan tidak melanjutkan les lagi.
Solusi :
Hendaknya guru les memahami terlebih dahulu karakteristik orangtua dalam pembayaran les, adakalanya orangtua ada yang pelit dalam membayar, ada yang tidak. Guru les pun harus mengadministrasi pembayaran sebaik mungkin. Jika pembayaran dilakukan di akhir pertemuan keempat, maka pada pertemuan ke – 3, siswa les harus diingatkan bahwa besok pada pertemuan ke – 4, siswa harus membayar. Umumnya cara seperti ini efektif. Jika sudah terlanjur tidak diabsen, kemudian terjadi perbedaan pengklaiman kehadiran, sebaiknya guru les mengalah, hal ini lebih baik.
b.   Si B les bersama – sama 2 temannya yang kebetulan masih menjadi tetangga di rumah guru lesnya. Si B memiliki kepribadian temperamen (pemarah), mudah menyerah, sulit diatur, ditambah lagi kemampuan akademik kurang. Si B ini sering enggan mencatat dan kebiasaan suka cerita karena kedua temannya adalah teman main. Dengan kebiasanaan mengobrol tersebut, akhirnya selalu mengganggu konsentrasi belajar. Tidak hanya itu, si B tidak mau mengerjakan latihan – latihan soal yang diberikan oleh guru lesnya. Awalnya guru les sabar dan dengan tenangnya menegur dan menasehati si B, akan tetapi tiba – tiba meletuplah emosional guru les dengan menggebrak meja, yang mengakibatkan si B kaget. Kedua temannya pun ikut – ikutan kaget mendengar gebrakan meja tersebut. Ternyata tanpa guru les sadari, berita itu menjadi perbincangan siswa les, hingga terdengar oleh ortu si B. Akibatnya yang tadinya ortu si B menegur sejak saat itu sudah tidak pernah menegur lagi, meskipun si B tetap les.
Solusi :
Jika guru les menghadapi siswa demikian, maka sebaiknya siswa dipanggil kemudian dijelaskan dan diberi motivasi. Ketika sudah berulangkali diingatkan tidak ada perubahan, maka sebaiknya guru les bertemu dengan orangtua untuk menjelaskan perilaku siswa di tempat les. Sebab tidak setiap orangtua paham dan mengerti apa yang dilakukan di tempat les. Selanjutnya, jika tidak ada perubahan atau itikad baik untuk berubah, maka sebaiknya siswa les tersebut harus ditinggalkan, sepanjang guru les merefleksi untuk memperbaiki metode mengajar anak les yang memiliki tipe temperamen.
c.    Si C ingin mendaftar les privat karena mendengar kabar dari teman – temannya bahwa guru les Mr.Z sangat gigih mengajar yang banyak alumni siswa lesnya mendapat nilai bagus. Terobsesi hal tersebut, Si C melabuhkan keinginannya untuk les di Mr. Z. Perasaan bahwa jikalau di les di Mr. Z akan mendapat nilai bagus, menjadikan si C justru santai dan bermalas – malasan belajar. Tidak hanya itu, PR sekolah tidak dikerjakan, karena yang penting hasil akhir. Obsesi nilai tinggi pun selalu ia dengungkan kepada orangtuanya. Si C juga ketika les, punya kebiasaan ngobrol yang kebablasan. Akhirnya setelah pengumuman UN, nilai si C amat sangat jauh dari harapan. Kecewalah si C dan ortunya. Akibatnya, komunikasi antara ortu C dengan Mr. Z berkurang.
Solusi :
Begitu guru les mengetahui nilai si C jelek, sebaiknya sesegera mungkin, guru les menemui orangtua si C dan menjelaskan apa saja yang dilakukan si C di tempat les. Selanjutnya, guru les mengatakan bahwa itulah nilai yang terbaik yang bisa si C dapatkan. Selanjutnya guru les meminta kepada ortu si C, di kelas selanjutnya hendaknya ada perubahan yang terjadi.
Tindakan preventif yang dapat dilakukan seorang guru les, bila mendapatkan si C, adalah dengan mengestimasi nilai UN berdasar nilai – nilai try out yang didapatkan pada sebulan sebelum UN. Misalnya jika nilai mapel yang kita les dari beberapa try out mendapatkan nilai 3,4,3,5 dapatlah kita katakan bahwa perkiraan nilai UN sekitar 4. Meskipun besok nilai UN nya jauh lebih tinggi, akan tetapi setidaknya dapat mengerti bahwa kemampuan anak demikian. Jangan sampai estimasi terhadap nilai UN si anak, ortu berlebihan demikian juga si anak.
d.   Si D begitu aktif dengan kegiatan ekstra sekolah, pulang biasa sore, sehingga terkadang menabrak waktu les. Jika seminggu les sebanyak 2 kali, dia hadir les hanya sekali rutinnya, terkadang tidak hadir. Yang lebih parah, manakala guru lesnya datang, si D sering mengganti jadwal sesuai kehendaknya. Dengan terpaksa, guru les menuruti perubahan jadwal si D. Hal ini terjadi berulangkali. Suatu saat guru les tidak memenuhi jadwal yang disepakati karena alasan ingin memberi pelajaran si D. Yang terjadi justru si D melaporkan dan membuat opini negatif pada orangtuanya, bahwa guru les tidak konsisten jadwal. Kemudian les tidak dilanjutkan lagi.
Solusi :
Sebaiknya guru les segera mengklarifikasi kejadian yang sebenarnya kepada ortu si D tidak di depan si D. Dengan penjelasan tersebut, image guru les masih terpandang baik.
Pada tindakan preventif, guru les sebaiknya mengurangi jadwal les dari 2 kali menjadi sekali dalam seminggu. Jika siswa sering sekali merubah – rubah jadwal seenaknya, maka jangan dituruti. Sesekali tidak masalah. Kemudian buat kesepakatan lagi jadwal yang tepat untuk si anak, akan tetapi ada kecenderungan, jadwal berubah apapun masih tetap akan terganti – ganti karena kesibukan si anak. Oleh karenanya buat ketegasan, jika sebanyak 3 kali berturut – turut si anak tidak berangkat, maka les dihentikan.
e.   Si E sudah les privat lama, selama sepanjang waktu les, si E mendapat keringanan biaya les karena pandai. Pembayaran pun bulanan, artinya pembayaran tidak dilakukan dengan menghitung berapa kali dia datang. Meski tidak full hadir, konsekuensinya adalah dia harus membayar perbulan, sesuai kesepakatan awal. Si E sudah 2 bulan tidak membayar, kemudian memasuki bulan ke tiga, kehadiran si E sangat jarang, Begitu pas datang, si E ditagih membayar. Pas hari les tiba, si E berangkat, tapi belum membayar. Begitu beberapa kali terjadi, hingga Si E akhirnya membayar, yang harusnya membayar sebanyak 4 bulan, namun hanya membayar 1 bulan. Akhirnya Si E tidak melanjutkan lesnya lagi, padahal les sudah terhitung lama.
Solusi :
Pada kasus si E, guru les sebaiknya menemui orangtua si E, mengkalrifikasi dengan tanpa niat untuk meminta keurangan pembayaran. Karena si E sudah lama lesnya, maka berikan pujian – pujian dan ucapan terimakasih atas kepercayaan selama ini.
Tindakan preventif yang dapat ditempuh adalah pembayaran les jangan sampai telat dan ini perlu disampaikan sejak awal les.

Permasalahan – permasalahan di atas hanyalah ilustrasi dari sebagian konflik guru les yang biasa dialami. Secara umum, konflik lebih ke sisi kekurangtepatan waktu dalam pembayaran yang berakibat menimbulkan gesekan – gesekan. Adapun solusi – solusi yang diberikan hanyalah stimulus dan setiap guru les dapat mengembangkan atau menyesuaikan sesuai dengan keadaan yang dihadapinya. 

Ketika Tulisan Siswa Tidak Terbaca


Tulisan tidak terbaca dalam bab ini memiliki makna sebagai berikut :
a.       Siswa menulis selalu terlambat dibanding siswa lain seusianya, sekalipun tulisannya bagus
b.      Tulisan siswa jelek dan tidak terbaca
Menulis dalam proses pembelajaran sangatlah penting, bahkan sepenting – pentingnya pembelajaran. Karena tulisan diibaratkan anak panah atau jaring yang akan digunakan menangkap buruan. Misalnya kita hendak berburu rusa di hutan, tiba – tiba rusa ada di hadapan kita, bila tidak kita tangkap rusa tersebut dengan anak panah atau jaring, maka bagaimanakah kita bisa mendapatkan rusa tersebut ?
Guru les yang baik, hendaknya memperhatikan masalah tulisan siswa. Misalnya ketika kita sudah menulis di papan tulis, jangan sampai membiarkan siswa tersebut hanya melihat dan membaca tulisan kita, tanpa dia mau menyalin di buku catatannya. Tidak hanya itu, kita juga sebaiknya meminta siswa mengorganisasikan tulisan tersebut di buku catatan khusus bila kita memberikan soal dan jawaban yang unik, relatif luar biasa, ataupun soal yang rumit. Karena untuk soal yang rumit tanpa tulisan yang rapi dan terorganisir dengan baik, maka mustahil siswa akan ingat cara menjawab soal yang kita berikan.
Jangan pula membiarkan siswa menulis di lembaran – lembaran kertas yang ujung – ujungnya nanti lembaran kertas tersebut hilang di makan api. Bilamana kita memperkirakan bahwa ketika soal itu rumit dan membutuhkan jawaban yang panjang kemudian jika siswa menyalin membutuhkan waktu yang relatif lama, maka sebaiknya kita sudah mengetik itu atau menulis tangan kemudian kita bagikan ke siswa. Hal ini dapat menghemat waktu les.
Jika kita dapati siswa tersebut malas mencatat, terlalu lama mencatat, atau tulisan jelek maka kita mengupayakan agar terjadi peningkatan. Caranya adalah memberikan PR mencatat kepada siswa dengan mengetahui orangtua. Kita perlu memberi pengertian akan pentingnya mencatat. Kemudian kita bawa masalah tersebut kepada orangtuanya, agar memberi perhatian khusus dalam mencatat. Latihan – latihan mencatat itu terus kita berikan hingga si anak lancer dalam mencatat, tulisan bagus, dan tidak malas dalam mencatat.

Perlu diperhatikan bahwa tulisan yang cepat lagi baik sangat membantu kesuksesan belajar siswa dalam les. 

Ketika Anak Malas Menghitung


Sebuah problema tersendiri bagi seorang guru les manakala menjumpai siswanya yang mempunyai kebiasaan malas menghitung. Soal – soal yang berkaitan dengan hitung menghitung seakan menjadi beban di atas kepala siswa. Padahal kebiasaan ini akan berakibat fatal. Tentu saja semakin tinggi jenjang pendidikan yang ditempuh, dampak yang dirasakan dari malas menghitung akan semakin berat. Oleh karenanya seorang guru harus pandai – pandai memberikan solusi secepat mungkin sehingga tidak berakibat yang lebih serius.
Sebelum kita berikan solusi dan pencerahan, terlebih dahulu seorang guru les harus mengetahui sebab – sebab mengapa seorang siswa sampai malas menghitung, padahal menghitung adalah sesuatu yang menyenangkan, bahkan dalam kehidupan sehari – hari seorang siswa tidak lepas dari masalah tersebut. Misalnya pengenalan tentang lebih banyak atau lebih sedikit. Bagaimana mungkin siswa tahu mana yang lebih banyak dengan tepat dari benda – benda yang diajukan dihadapannya tanpa siswa mengetahui berapa jumlah benda tersebut. Adapun sebab – sebab siswa malas menghitung adalah pertama, tidak hafalnya siswa terhadap perkalian. Ini adalah sebab utama yang menjadikan siswa malas menghitung. Seharusnya perkalian di luar kepala harus dikuasai siswa sejak kelas 3 SD, meski itu belum masuk materi pembelajaran. Namun di lapangan masih dijumpai baru kelas 6 SD, siswa baru hafal perkalian. Itu pun masih dengan bantuan jari jemari. Bahkan yang lebih parah, pada jenjang SMP atau SMA, siswa masih belum hafal perkalian. Kedua, tidak mampu mengoperasikan bilangan bulat negatif. Perlu diketahui bahwa operasi bilangan bulat negatif akan selalu dipakai hingga jenjang SMA. Ketiga, membiasakan menghitung dengan menggunakan alat bantu baik HP atau kalkulator. Sebab ketiga ini sebenarnya adalah implikasi dari malas menghitung. Namun banyak juga dijumpai siswa yang sudah mampu menghitung dengan baik, masih saja menggunakan alat bantu. Padahal jika ini dibiarkan, siswa akan malas dan semakin malas. Bukan berarti menggunakan alat bantu tidak boleh, hal ini boleh, hanya saja seorang guru les harus jeli kapan siswanya diperbolehkan menggunakan alat bantu kapan tidak. Bukankah dalam setiap ujian apapun alat bantu hitung tidak diperkenankan. Keempat, budaya instan. Betapa banyak siswa yang malas menghitung manakala melihat bilangan – bilangan yang terlalu besar ataupun langkah – langkah yang terlalu panjang, padahal setiap langkah adalah berlatih menganalisa sesuatu.

Jika seorang guru les sudah memahami sebab – sebab tersebut, maka hal – hal yang harus dilakukan oleh seorang guru les adalah pertama, mengajarkan operasi hitung sedini mungkin. Bahkan lebih cepat, lebih awal, akan  lebih baik. Kedua, guru harus sering menguji secara lisan operasi hitung yang sederhana. Ini bias ditempuh bila masih dijumpai siswa yang terkendala dalam menghitung. Bahkan ujian secara lisan harus sering dilakukan, baik sebagai pembuka pelajaran ataupun penutup. Ketiga, memotivasi siswa. Guru les harus mampu menjelaskan akan dampak negatif dari malas menghitung tersebut, sehingga siswa akan memiliki rasa takut bila malas menghitung.