Text Widget

Sample Text

Remidi 2 Materi Bilangan

Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

BTemplates.com

Pages

Blogroll

About

Thursday, 2 January 2014

Jangan Silau Pujian


Seringkali siswa atau orangtua siswa memuji atas usaha dan perjuangan kita. Baik pada saat siswa nilainya tinggi, berhasil masuk sekolah yang diharapkan, atau terbantu dalam proses pembelajaran. Begitu mereka memuji, di saat yang sama tatalah hati kita, sehingga akan terhindar dari ujub. Kalau perlu, tahanlah pujian itu untuk pindah ke topik yang lain, atau sampaikan bahwa semata – mata hasil yang diproleh adalah nikmat dan karunia Allah.
                Berikut ini bentuk – bentuk pujian yang mereka sampaikan :
-          Terimakasih atas bantuan Bapak, jika Bapak tidak membantu, maka tidak tahu anak saya dapat nilai berapa.
-          Saya tidak menyangka anak saya dapat nilai segini, terimakasih atas bantuan bapak selama ini.
-          Anak saya mengatakan bahwa nilai – nilanya semakin meningkat.
-          Anak saya mengatakan bahwa ketika mulai diajar Bapak, dia semakin menguasai.
-          dll
Kita pahami bahwa pujian yang diberikan adalah realisasi dari bentuk terimakasih mereka. Bahwa barangsiapa yang tidak berterimakasih kepada manusia, maka dia tidak berterimakasih kepada Allah. Hal ini logis, manakala kita turut andil dalam membantu keberhasilan anak dalam belajar, maka secara otomotis mereka akan mengucapkan terimakasih. Ucapan terimakasih yang mereka berikan, hendaknya kita mensyukurinya kembali dan kita sampaikan bahwa semata – mata itu karunia Allah.

Jikalau kita silau pujian, maka akan ada ujub dalam diri kita, dan merasa terhebat. Yang hal ini akan menjadikan kita semakin puas yang berakibat jalan di tempat. Oleh karenanya terhadap pujian, janganlah silau dan kembalikan kepada Allah atas karunia tersebut. 

Mengarahkan Siswa Les Beradaptadi Di Sekolah Baru


Awal tahun ajaran baru pada kenaikan jenjang pendidikan adalah masa di mana siswa les akan menemui sesuatu yang baru dalam fase kehidupan pendidikannya. Jika sebelumnya ia berhasil mencapai prestasi yang bisa dibilang hebat, maka di sekolah yang baru ia tidak boleh terlena dengan keadaan di sekolah yang lama. Sebaliknya, jika di sekolah yang lama ia mengalami kegagalan maka keadaannya yang demikian jangan sampai membuatnya frustasi sehingga tidak mau mengubah kebiasaan buruknya di sekolah yang baru. Ini artinya bahwa sekolah baru yang ia tempati segalanya akan berubah sehingga menuntut adanya kesungguhan untuk beradaptasi di lingkungan yang serba baru.
Hal – hal baru apa saja yang kelak didapatkan siswa les di sekolah yang baru, pertama adalah teman pergaulan. Adakalanya ia bersendirian di sekolah yang baru. Hal ini disebabkan, hanya ia saja yang bisa diterima di sekolah yang baru dan ini sangat banyak dijumpai. Begitu juga banyak siswa les SMP tertentu yang masuk di SMA tertentu seperti pindah kelas, meski demikian ia akan tetap mengalami perbedaan teman pergaulan. Kedua, staf pengajar tidak luput hampir semuanya baru. Ketika di SMP misalnya, ia menjumpai ada sebagian guru yang selalu memperhatikannya, sehingga prestasinya terjaga, namun ketika di SMA jangan kaget kalau ia tidak menjumpai sesosok guru yang mau memperhatikan dirinya seperti ketika di SMP. Ketiga, kecepatan guru dalam menyampaikan materi pelajaran. Ada seorang siswa les SMP di sekolah pinggirian, akses sarana prasarana sekolah pun terbatas, meski demikian ia mampu mendapatkan nilai yang tinggi hingga ia bias masuk di SMA favorit propinsi misalnya, bisa jadi ia akan mengalami kesenjangan yang luar biasa dalam menangkap proses pembelajaran di SMA. Ketika di SMP, gurunya biasa pelan dalam menyampaikan, sering diulang – ulang, bahkan materi pelajaran sering diberikan penjelasan yang gamblang disesuaikan dengan bahasa setempat, namun ketika di SMA favorit, ia tidak akan menjumpai yang seperti itu. Hal ini bisa menjadi kendala tersendiri bagi siswa les tersebut.

Lalu bagaimana menyikapi hal – hal yang baru tesebut ? Pertama, bahwa siswa les tersebut harus sadar bahwa apa yang dihadapi sekarang ini jauh berbeda dengan sebelumnya. Ia tidak boleh mempertahankan kebiasaan yang buruk atau kebiasaan menggantungkan hasil pembelajaran berdasar teman atau guru. Kedua, mencari teman pergaulan yang positif. Seorang siswa les akan lebih bersemangat dalam belajar dibanding dengan motivasi yang disampaikan oleh guru mereka. Mengapa ? karena mereka melihat adanya senasib sepenanggungan. Ketiga, sering pergi ke perpustakaan. Dengan perginya ke perpustakaan, otomatis siswa les dengan sendirinya beradaptasi dengan lingkungan. 

Mengarahkan Siswa Les Memilih Sekolah


Pengamatan kami dalam menyimak pemilihan sekolah masih berkisar pada nilai UN yang dimiliki. Kebanyakan dari mereka menjatuhkan pilihan berdasar nilai UN, artinya jika nilai UN tinggi mereka berani mendaftar di sekolah favorit, sedangkan bila UN rendah maka pilihan jatuh pada sekolah – sekolah yang dipandang sebelah mata. Hal ini logis karena hampir semua sekolah seleksi masuk berdasarkan nilai UN.
Pada bab kali ini, kami mencoba membuka pencerahan dalam pemilihan sekolah karena setidaknya terdapat 2 hal yang penulis temui di lapangan. Pertama, siswa lesyang nilainya tinggi kemudian dengan penuh percaya diri bersekolah di sekolah favorit,  akan tetapi di sekolah favorit tersebut prestasi tidak berkembang bahkan ia menjadi juru kunci di sekolah favorit tersebut akibatnya ia tidak bisa masuk di sekolah favorit pada jenjang lebih tinggi .Kedua, siswa les yang memiliki bakat tertentu baik itu bidang non akademik semisal  olahraga, keterampilan, seni, maupun keagamaan, karena nilainya tinggi ia masuk di sekolah favorit yang lebih menonjolkan sisi akademik, sehingga bakat lain di luar akademik tidak berkembang optimal.

Berdasarkan hal – hal di atas, seyogyanya dalam menjatuhkan pilihan sekolah, orangtua yang memiliki anak dengan nilai UN  tinggi janganlah hanya memperhatikan masalah nilai UN semata. Beberapa hal yang perlu diperhatikan, diantaranya : pertama, jika si anak memiliki nilai UN tinggi, kemudian sering juara kelas (mentalitas juara), kemampuan komunikasi verbal bagus, tingkat pendidikan dan ekonomi  orangtua mendukung, maka penulis menyarankan masuk di sekolah favorit propinsi. Jika berkurang sisi pendukung – pendukung di atas, maka carilah sekolah favorit kabupaten atau kecamatan. Kedua, jika si anak memiliki nilai UN tinggi, tapi di sisi non akademik lebih menonjol, maka carilah sekolah yang menonjolkan sisi non akademik tersebut, karena di sekolah tersebut siswa lesakan berkembang dengan pesat sisi non akademiknya. Ketiga, siswa les yang meniliki nilai UN SD tinggi, namun belajar malas maka jangan memilih sekolah yang favorit propinsi/kabupaten tapi cukuplah memilih sekolah favorit kecamatan atau jika nilai UN SMP nya bagus tapi sudah malas untuk berkompetisi, penulis menyarankan untuk memilih SMK. Perlu digaris bawahi bahwa sekolah favorit tidaklah mesti mencetak 100% output siswanya favorit. Oleh karenanya hal prinsip dalam memilih sekolah adalah pilihlah sekolah yang mampu mengembangkan sisi akademik atau sisi non akademik si anak, meskipun sekolah tersebut dipandang sebelah mata oleh masyarakat. 

Perbedaan Pola Pembelajaran di Les dengan di Sekolah


Pada asalnya pembelajaran di les tidak jauh beda dengan di sekolah. Ini artinya, seorang guru yang biasa mengajar di kelas, maka akan dengan mudah mengajar siswa di tempat les. Namun, kalau dicermati lebih lanjut, ternyata ada perbedaan yang mendasar terkait dengan metode, aspek penilaian yang disampaikan, ketercapaian materi, banyak siswa, kesiapan guru dan siswa, dan lain – lain.
Berikut ini akan kita jabarkan beberapa perbedaan itu :
a.       Metode
Metode mengajar ketika di sekolah seharusnya bervariasi. Meskipun pada prakteknya guru lebih banyak menggunakan ceramah. Variasi ini menuntut adanya keseriusan guru untuk mengembangkan metode – metode mengajar yang disesuaikan dengan materi. Seiring dengan kesibukan – kesibukan di luar sekolah, menjadikan guru malas untuk mengembangkan metode pembelajaran, akibatnya hampir 100 % metodenya adalah ceramah, dan ini berlangsung terus menerus. Akibatnya dari tahun ke tahun siswa yang remidi jumlahnya lebih banyak dari yang tuntas.
Begitu juga, metode yang sering dalam membelajarkan siswa les adalah ceramah. Dalam perkembangan selanjutnya perlu digunakan metode tanya jawab (diskusi). Menggunakan metode ceramah tentu saja punya dasar yang kuat. Yaitu dikarenakan waktu les sangatlah terbatas, pembelajaran berbasis soal dan pemecahan masalah, dan memahamkan siswa dalam memahami materi. Tetapi bukan berarti harus melulu dengan ceramah, tapi sesekali harus dengan tanya jawab. Sarana dan prasarana les yang terbatas (bahkan bisa dibilang tidak ada), menjadikan metode – metode pembelajaran lain sulit berkembang.
b.      Aspek penilaian
Aspek penilaian yang disampaikan di sekolah harus mencakup aspek kognitif, psikomotor, dan afektif. Ketiganya harus dibangun berdasar karakteristik materi yang disampaikan. Namun, di les penilaian yang diajukan hanyalah aspek kognitif. Karena pembelajaran di les lebih banyak berorientasi soal. Meski demikian, guru les dituntut untuk berkreatif dengan mengambangkan variasi soal. Berbasis soal kognitif ini disebabkan karena les digunakan untuk tujuan menyelesaikan soal ulangan harian, ujian, try out, UN yang mengukur aspek kognitif.
Akan tetapi ada juga les yang berorientasi pada psikomotor seperti les gitar, les piano, les menyanyi, les renang, dan lain – lain. Dengan kata lain, secara dominan les hanyalah mengukur 1 aspek saja.
c.       Ketercapaian materi
Jika satu bab di sekolah diselesaikan dalam waktu 8 kali pertemuan, maka di les dapat dipercepat secara idela hingga 4 kali pertemuan. Bahkan dalam bab – bab tertentu, siswa yang memiliki akademik tinggi dapat menyelesaikan dalam sekali atau dua kali pertemuan. Ini pun dituntut guru les untuk meramu materi sehingga dapat mempercepat ketercapaian materi dengan tanpa meninggalkan esensi materi.
Namun, yang perlu diingat bahwa ketercapaian materi untuk siswa yang akademik rendah jangan dipaksakan, artinya tidak harus selesai dalam kurun waktu kurang dari 8 x pertemuan. Hanya saja sebaiknya jangan sampai lebih dari 8 x pertemuan, oleh karena itu, guru privat harus pandai mengatur irama materi sehingga ketersesuaian materi dapat terwujud.
d.      Banyak siswa
Banyak siswa di kelas sekolah tentu berbeda dengan jumlah siswa les privat. Jika siswa di sekolah jumlahnya bisa lebih dari 20, maka les privat dibatasi maksimal hanya 4 siswa. Jumlah siswa yang sedikit ini mempengaruhi daya tangkap siswa, kecepatan penyampaian materi, dan konsentrasi. Begitu juga, guru ketika di sekolah harus bersuara lantang, supaya siswa yang duduk di belakang dapat mendengar, maka ketika di tempat les haruslah merendahkan intonasi suaranya.
Di les privat, daya tangkap siswa lebih baik, karena jumlah siswa yang sedikit tadi dan lebih konsentrasi dibanding di sekolah. Sekalipun penyampaian materi dari guru les privat tergolong cepat. Jika di sekolah, siswa yang duduk di belakang dapat mengobrol saat pembelajaran, maka di les tidak memungkinkan untuk itu.
e.      Kesiapan guru dan siswa
Siswa dituntut siap untuk mengikuti les dengan baik, menjaga kesopanan selama les, konsentrasi, ataupun siap untuk menjawab soal – soal yang diberikan guru lesnya. Selain siswa harus siap dalam menerima materi les, maka guru pun harus dituntut demikian. Guru harus siap bilamana siswa mengajukan pertanyaan soal – soal yang rumit, atau tugas/PR yang belum dipecahkan. Jangan sampai guru tidak mampu menjawab pertanyaan – pertanyaan tadi yang berakibat siswa les akan menilai negatif. Perlu dipahami bahwa siswa yang dihadapi dalam les adalah siswa yang berbeda – beda sekolahnya. Semakin favorit, maka semakin tinggi kesiapan kita.
Hal ini berbeda dengan guru ketika di kelas, karena kecenderungan sudah hafal materi yang akan disampaikan, dan cenderung pula tidak akan mendapat soal dari muridnya. Kecuali hanya sedikit.

Dengan memahami perbedaan – perbedaan tersebut , diharapkan guru les mampu menyesuaikan mana yang di sekolah dan mana yang di tempat les.