Text Widget

Sample Text

Remidi 2 Materi Bilangan

Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

BTemplates.com

Pages

Blogroll

About

Saturday 17 December 2016

Darma Bakti Guru




Meminjam salah satu potongan ayat dalam Q.S Yusuf ayat 108 :“Qul haadzihii sabiilii ...” yang artinya “Katakanlah inilah jalanku ...”. Ya, kita katakan kepada orang lain bahwa guru adalah jalanku dan jalan  hidupku. Seharusnya, oranglain mengatakan kepada kita, bahwa kita adalah seorang guru, meski kita tidak pernah mengatakannya. Mengapa ? Karena darah dan jiwa sesosok guru sudah terpatri. Jiwa yang siap mengabdi dan melayani untuk kepentingan orang lain. Jiwa yang sabar dan terasah atas keluhan muridnya hingga keluarlah jiwa kesabaran di tengah masyarakat.  Mereka melihat kita sosok yang siap untuk diteladani dan dijadikan panutan.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasalam bersabda :“Senyummu kepada saudaramu merupakan sedekah, engkau memerintahkan yang ma’ruf dan melarang dari kemungkaran juga sedekah, engkau menunjukkan jalan kepada orang yang tersesat juga sedekah, engkau menuntun orang yang berpenglihatan kabur juga sedekah, menyingkirkan batu, duri, dan tulang dari jalan merupakan sedekah, dan engkau menuangkan air dari embermu ke ember saudaramu juga sedekah.” (HR. At-Tirmizi no. 1956 dan dinyatakan hasan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 517).
Perhatikanlah dan baca terus berulang hadist di atas. Senyummu kepada saudaramu merupakan sedekah, inilah penggalan pertama hadist di atas.  Senyum adalah hal sepele. Hal yang dianggap bukan hal yang besar tetapi justru dinilai sedekah. Senyum kepada siswa tidaklah mengurangi kewibawaan. Jika demikian mudahnya dan sepelenya, lalu mengapa betapa sulitnya mendapatkan guru yang bermuka berseri – seri dan betapa sulitnya mendapatkan guru yang selalu bersenyum. Mengapa masih banyak dijumpai guru yang bermuka masam, bermuka bengis bak algojo, padahal siswa menginginkan kedekatan, siswa menginginkan care.
Pada penggalan ketiga hadist di atas, engkau menunjukkan jalan kepada orang yang tersesat juga sedekah,maka bagaimana halnya dengan seorang guru yang mencurahkan waktu dan ilmunya untuk menunjuki para siswanya ke jalan yang lurus. Betapa cerdasnya siswa, mesti ia memiliki kebingungan dalam menentukan jalan hidupnya. Bisa jadi karena umurnya masih terpaut jauh dengan gurunya, sehingga pengalaman hidup tergolong pendek, lantas ia bertanya kepada gurunya perihal apa yang harus ia lakukan dalam menghadapi masa depan. Langkah – langkah apa yang harus disiapkan oleh seorang siswa dalam mengarungi lautan kehidupan, guru sebagai garda terdepan dalam membekali hal – hal yang postif, agar anak didiknya tidak tersesat.
Di sekolah, kita jumpai beraneka problem yang dimiliki siswa. Dari masalah belajar, bergaul, pacaran, bertingkah laku, bertutur kata, masalah keluarga, dan segudang masalah yang membelenggu siswa. Bukankah kita mengajak siswa yang bermasalah tadi kepada kebaikan dan melarang keburukan termasuk sedekah ? Sebagaimana penggalan kedua hadist di atas, ‘engkau memerintahkan yang ma’ruf dan melarang dari kemungkaran juga sedekah’. Ya, dinilai sedekah meski hanya menegur sekali dua kali. Lalu bagaimana halnya bila seorang guru melakukan secara terus menerus, kontinu, penuh kesabaran, keikhlasan, hingga anak didiknya lulus dari bangku sekolah. Tentu usaha sebanding nilai sedekah.
Bila menuntun orang yang berpenglihatan kabur adalah sedekah, maka bagaimana halnya dengan seorang guru yang membimbing dan menuntut siswanya yang tergolong memiliki kemampuan rendah dalam berpikir untuk diajari membaca, menulis, dan berhitung. Tentu akan mendapat pahala sedekah pula. Membimbing siswa dari zero to hero tentu lebih besar lagi pahala sedekahnya.  Bila menyingkirkan batu, duri, dan tulang dari jalan merupakan sedekah, maka bagaimana halnya dengan seorang guru yang menyingkirkan permasalahan yang dihadapi siswanya, memberikan solusi dan pencerahan atas beban pikiran yang ditanggung siswa. Bisa jadi ini lebih bernilai sedekah.
Tidak dipungkiri menolong orang lain merupakan perbuatan baik. Bila demikian halnya, maka mengapa teramat sedikit guru yang bersedia membantu atau meminjami uang untuk pembayaran SPP anak didiknya padahal nilainya tidak seberapa. Tidakkah kita merenungi hadist di atas “... dan engkau menuangkan air dari embermu ke ember saudaramu juga sedekah”. Bila demikian termasuk sedekah, maka termasuk sedekah pula seorang guru yang ikhlas membantu temannya yang sedang tertimpa musibah dengan sedikit sumbangan.
Ya demikianlah pahala sedekah yang bisa dilakukan oleh seorang guru yang dikenal dengan pahlawan tanpa tanda jasa. Di katakan pahlawan karena dengan jiwa pengabdian dan keihlasan tanpa menginginkan pujian dari siapapun, ia telah menyedekahkan umurnya, perkataannya, dan tingkah lakunya sebagai teladan di mata anak didiknya dan di masyarakat pada umumnya. Tanpa tanda jasa dikarena tidak ada balasan yang teristimewa dari pihak manapun. Justru tidak pantas seorang guru yang sudah mengikrarkan dirinya menjadi sosok guru untuk minta pujian terlebih jasa dari orang lain atas jerih payah yang dilakukan.
Alangkah mulianya bila seorang guru mengajarkan kebaikan berupa kasih sayang, kelemah lembutan, kejujuran, keihlasan, tutur kata yang baik, dan perilaku kebaikan yang lain, kemudian kebaikan itu dicontoh. Pedoman seorang guru dalam mengajarkan kasih sayang adalah orang lain akan menyayangi kita, sebagaimana ada dalam sebuah hadist yang maknanya bila kita menyayangi semua mahkluk yang ada di bumi, niscaya yang ada di langit menyayangi kita. Bila sifat kasih sayang ini kita lakukan pada hewan dan tumbuhan, maka bagaimana lagi dengan manusia.
Seorang guru mengajarkan dan mendidik siswanya dengan kelemahlembutan (Al – liin) , maka demikianlah asalnya. Sejelek apapun perilaku siswa, tetaplah harus dilayani dengan kelembutan. Siswa bukanlah pekerja yang penuh dengan bentakan si majikan. Tapi siswa adalah mesin hidup yang punya hati nurani. Jika kita menginginkan siswa dapat berbahasa jawa krama (salah satu terhalus dalam bahasa jawa), maka kita mulai dahulu dengan berbahasa jawa krama dengan murid kita.

0 comments:

Post a Comment