Thursday, 2 January 2014
HP
merupakan alat komunikasi terpenting saat ini. Dari anak mungil hingga orang
dewasa, hidup tidak bisa dilepaskan dari alat komunikasi ini. Pagi, petang,
sore, hingga malam bunyi ringtone
telp dan sms selalu berdering, utamanya adalah siswa les. Bila hal ini terus
terjadi, maka mulai timbullah berbagai macam persoalan seputar HP.
HP
sebagaiamana alat teknologi yang lain seperti pedang bermata dua. Jika
penggunanya pandai memanfaatkannya maka akan memberikan manfaat yang besar,
sebaliknya jika tidak, maka pedang itu akan menghunusnya. Terlepas dari
berbagai manfaat dari HP bagi siswa les seperti berkomunikasi dengan teman,
memberi kabar kepada orangtua, sampai digunakan untuk bertanya kepada Bapak/Ibu
Guru, HP secara nyata telah memberikan sisi negatif yang harus diperhatikan.
Seorang
siswa les sedang bersms ria sambil tertawa sendiri di tengah pelajaran les
berlangsung seakan bukan hal yang baru bagi guru les, bahkan pemandangan
seperti ini dijumpai setiap harinya. Tidak hanya satu atau dua siswa les saja
yang melakukan bahkan termasuk guru lesnya. Guru kencing berdiri, anak kencing
berlari.
Rangking
kelas menurun, nilai jeblok, konsentrasi rendah, pikiran hanya diisi untuk
membalas sms, demikianlah pengakuan siswa les yang aktif menggunakan HP di
dalam kelas sekolah. Siswa les menyadari bahwa HP telah merugikan dirinya.
Hampir seluruh waktunya habis untuk membalas sms dan facebook. Mereka rela
tidak makan, minum, mandi, dan ibadah karena si layar mungil ini. Mereka rela
pula sampai larut malam untuk menjalankan aktivitasnya layaknya operator
seluler. Sampai susah bangun pagi hingga orangtuanya harus membangunkannya
lewat sms. Di jalan tidak lupa menjawab sms. Belajar 5 menit namun
bersmssepanjang waktu di kamar. Dilihatnya di depan buku, tapi hati menerawang
jauh di HP, apalagi yang sms teman lawan jenisnya.
Sedemikian
parahnya sebagian pelajar saat ini. Jadilah apa yang disampaikan bapak Ibu guru
sampai mulutnya berbusa seperti anjing menggonggong di telinga siswa. Perkataan
guru bukanlah ringtone sms yang enak didengarkan. Tulisan di papan tulis
bukanlah hal menarik dibandingkan dengan si layar mungil HP. Soal dan
pertanyaan guru di lembar ulangan atau lisan bukan hal yang menarik untuk
dijawab lagi, karena siswa sudah ratusan kali membalas jawaban sms.
Guru
dan juga guru les sebagai pendidik memiliki tanggungjawab besar dalam
mengingatkan akan dampak negatif dari layar mungil ini. Penuh perjuangan yang
kuat dan keras dalam menghilangkan kecanduan terhapadap si layar mungil ini. HP
adalah candu melebihi rokok itu sendiri. Beberapa sekolah telah melarang
penggunaan HP, ini tentunya patut diterapkan sebelum wabah virus sms di tengah pelajaran menyebar. Di balik
pelarangan ini tentu ada dampak sistemik positif di mata siswa.
Penyelesaian Soal Yang Berbeda
January 02, 2014 Guru Les Keluarga
Guru
dalam penyelesaian soal bisa berbeda dengan guru les, hal ini wajar. Umumnya
guru les dalam menyelesaikan soal lebih cepat, irit langkah, dan waktu lebih
hemat. Cara yang bisa dibilang cepat, belum menjamin siswa lebih paham dan
efektif, manakala didapati guru sekolahnya tidak menginginkan penyelesaian
lain. Ini artinya, guru sekolah menginginkan siswanya menjawab sesuai dengan
cara yang guru ajarkan.
Bahkan
ada guru sekolah yang marah, bila siswa menggunakan penyelesaian yang berbeda,
meski hasil akhir sama. Hal ini membuat siswa bingung dan menjadi tidak bisa.
Namun, bila siswa tersebut memiliki akademik yang tinggi maka siswa akan mampu
memadukan dengan baik.
Oleh
karenanya, guru les harus memahami hal yang demikian. Seyogyanya manakala siswa
menanyakan soal atau ketidakjelasan penjelasan dari guru sekolah, siswa
ditawari apakah mau dijelaskan dengan
cara guru atau cara kita. Manakala siswa memilih dengan cara kita, maka kita
jelaskan hanya saja, bila saat ujian dengan soal uraian, maka guru les tetap
meminta siswa mengerjakan dengan penyelesaian yang sama dengan gurunya.
Terkadang
guru sekolah dalam menjelaskan materi terdapat kesalahan baik dalam konsep
ataupun dalam materi yang rumit, hal ini menjadikan guru les harus pandai –
pandai dalam mengatur suasana. Sebab jika berbeda dalam hasil akhir, maka tentu
siswa akan bingung. Jika kita yakin bahwa guru sekolah yang salah, maka kita
sampaikan ke siswa dan beri pengertian sekaligus bukti – bukti yang kuat.
Dengan demikian siswa tidak lagi bingung.
Sampaikan
ke anak, bahwa sekalipun guru sekolah terdapat kesalahan yang bisa jadi fatal,
tetap siswa tidak boleh seenaknya menyalahkan guru sekolah tersebut tanpa
mengingat kebaikan yang lain. Sebab sisi salahnya hanya sebagian kecil. Jika
siswa sampai menyalahkan gurunya, otomatis guru sekolah akan memarahi siswa
tersebut, dan berakibat guru sekolah akan melarang siswanya les dengan kita.
Jangan Silau Pujian
January 02, 2014 Guru Les Keluarga
Seringkali siswa
atau orangtua siswa memuji atas usaha dan perjuangan kita. Baik pada saat siswa
nilainya tinggi, berhasil masuk sekolah yang diharapkan, atau terbantu dalam
proses pembelajaran. Begitu mereka memuji, di saat yang sama tatalah hati kita,
sehingga akan terhindar dari ujub. Kalau perlu, tahanlah pujian itu untuk
pindah ke topik yang lain, atau sampaikan bahwa semata – mata hasil yang
diproleh adalah nikmat dan karunia Allah.
Berikut ini bentuk – bentuk
pujian yang mereka sampaikan :
-
Terimakasih atas bantuan Bapak, jika Bapak tidak
membantu, maka tidak tahu anak saya dapat nilai berapa.
-
Saya tidak menyangka anak saya dapat nilai
segini, terimakasih atas bantuan bapak selama ini.
-
Anak saya mengatakan bahwa nilai – nilanya
semakin meningkat.
-
Anak saya mengatakan bahwa ketika mulai diajar
Bapak, dia semakin menguasai.
-
dll
Kita
pahami bahwa pujian yang diberikan adalah realisasi dari bentuk terimakasih
mereka. Bahwa barangsiapa yang tidak berterimakasih kepada manusia, maka dia
tidak berterimakasih kepada Allah. Hal ini logis, manakala kita turut andil
dalam membantu keberhasilan anak dalam belajar, maka secara otomotis mereka
akan mengucapkan terimakasih. Ucapan terimakasih yang mereka berikan, hendaknya
kita mensyukurinya kembali dan kita sampaikan bahwa semata – mata itu karunia
Allah.
Jikalau
kita silau pujian, maka akan ada ujub dalam diri kita, dan merasa terhebat.
Yang hal ini akan menjadikan kita semakin puas yang berakibat jalan di tempat.
Oleh karenanya terhadap pujian, janganlah silau dan kembalikan kepada Allah
atas karunia tersebut.
Mengarahkan Siswa Les Beradaptadi Di Sekolah Baru
January 02, 2014 Guru Les Keluarga
Awal
tahun ajaran baru pada kenaikan jenjang pendidikan adalah masa di mana siswa
les akan menemui sesuatu yang baru dalam fase kehidupan pendidikannya. Jika
sebelumnya ia berhasil mencapai prestasi yang bisa dibilang hebat, maka di
sekolah yang baru ia tidak boleh terlena dengan keadaan di sekolah yang lama.
Sebaliknya, jika di sekolah yang lama ia mengalami kegagalan maka keadaannya
yang demikian jangan sampai membuatnya frustasi sehingga tidak mau mengubah
kebiasaan buruknya di sekolah yang baru. Ini artinya bahwa sekolah baru yang ia
tempati segalanya akan berubah sehingga menuntut adanya kesungguhan untuk
beradaptasi di lingkungan yang serba baru.
Hal
– hal baru apa saja yang kelak didapatkan siswa les di sekolah yang baru, pertama adalah teman pergaulan.
Adakalanya ia bersendirian di sekolah yang baru. Hal ini disebabkan, hanya ia
saja yang bisa diterima di sekolah yang baru dan ini sangat banyak dijumpai.
Begitu juga banyak siswa les SMP tertentu yang masuk di SMA tertentu seperti
pindah kelas, meski demikian ia akan tetap mengalami perbedaan teman pergaulan.
Kedua, staf pengajar tidak luput
hampir semuanya baru. Ketika di SMP misalnya, ia menjumpai ada sebagian guru
yang selalu memperhatikannya, sehingga prestasinya terjaga, namun ketika di SMA
jangan kaget kalau ia tidak menjumpai sesosok guru yang mau memperhatikan
dirinya seperti ketika di SMP. Ketiga,
kecepatan guru dalam menyampaikan materi pelajaran. Ada seorang siswa les SMP
di sekolah pinggirian, akses sarana prasarana sekolah pun terbatas, meski
demikian ia mampu mendapatkan nilai yang tinggi hingga ia bias masuk di SMA
favorit propinsi misalnya, bisa jadi ia akan mengalami kesenjangan yang luar
biasa dalam menangkap proses pembelajaran di SMA. Ketika di SMP, gurunya biasa
pelan dalam menyampaikan, sering diulang – ulang, bahkan materi pelajaran
sering diberikan penjelasan yang gamblang disesuaikan dengan bahasa setempat,
namun ketika di SMA favorit, ia tidak akan menjumpai yang seperti itu. Hal ini
bisa menjadi kendala tersendiri bagi siswa les tersebut.
Lalu
bagaimana menyikapi hal – hal yang baru tesebut ? Pertama, bahwa siswa les tersebut harus sadar bahwa apa yang
dihadapi sekarang ini jauh berbeda dengan sebelumnya. Ia tidak boleh
mempertahankan kebiasaan yang buruk atau kebiasaan menggantungkan hasil
pembelajaran berdasar teman atau guru. Kedua,
mencari teman pergaulan yang positif. Seorang siswa les akan lebih bersemangat
dalam belajar dibanding dengan motivasi yang disampaikan oleh guru mereka.
Mengapa ? karena mereka melihat adanya senasib sepenanggungan. Ketiga, sering pergi ke perpustakaan.
Dengan perginya ke perpustakaan, otomatis siswa les dengan sendirinya
beradaptasi dengan lingkungan.
Mengarahkan Siswa Les Memilih Sekolah
January 02, 2014 Guru Les Keluarga
Pengamatan
kami dalam menyimak pemilihan sekolah masih berkisar pada nilai UN yang
dimiliki. Kebanyakan dari mereka menjatuhkan pilihan berdasar nilai UN, artinya
jika nilai UN tinggi mereka berani mendaftar di sekolah favorit, sedangkan bila
UN rendah maka pilihan jatuh pada sekolah – sekolah yang dipandang sebelah
mata. Hal ini logis karena hampir semua sekolah seleksi masuk berdasarkan nilai
UN.
Pada
bab kali ini, kami mencoba membuka pencerahan dalam pemilihan sekolah karena
setidaknya terdapat 2 hal yang penulis temui di lapangan. Pertama, siswa
lesyang nilainya tinggi kemudian dengan penuh percaya diri bersekolah di
sekolah favorit, akan tetapi di sekolah
favorit tersebut prestasi tidak berkembang bahkan ia menjadi juru kunci di
sekolah favorit tersebut akibatnya ia tidak bisa masuk di sekolah favorit pada
jenjang lebih tinggi .Kedua, siswa les yang memiliki bakat tertentu baik itu
bidang non akademik semisal olahraga,
keterampilan, seni, maupun keagamaan, karena nilainya tinggi ia masuk di
sekolah favorit yang lebih menonjolkan sisi akademik, sehingga bakat lain di
luar akademik tidak berkembang optimal.
Berdasarkan
hal – hal di atas, seyogyanya dalam menjatuhkan pilihan sekolah, orangtua yang
memiliki anak dengan nilai UN tinggi
janganlah hanya memperhatikan masalah nilai UN semata. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan, diantaranya : pertama, jika si anak memiliki nilai UN tinggi,
kemudian sering juara kelas (mentalitas juara), kemampuan komunikasi verbal
bagus, tingkat pendidikan dan ekonomi
orangtua mendukung, maka penulis menyarankan masuk di sekolah favorit
propinsi. Jika berkurang sisi pendukung – pendukung di atas, maka carilah
sekolah favorit kabupaten atau kecamatan. Kedua, jika si anak memiliki nilai UN
tinggi, tapi di sisi non akademik lebih menonjol, maka carilah sekolah yang
menonjolkan sisi non akademik tersebut, karena di sekolah tersebut siswa
lesakan berkembang dengan pesat sisi non akademiknya. Ketiga, siswa les yang
meniliki nilai UN SD tinggi, namun belajar malas maka jangan memilih sekolah
yang favorit propinsi/kabupaten tapi cukuplah memilih sekolah favorit kecamatan
atau jika nilai UN SMP nya bagus tapi sudah malas untuk berkompetisi, penulis
menyarankan untuk memilih SMK. Perlu digaris bawahi bahwa sekolah favorit
tidaklah mesti mencetak 100% output siswanya favorit. Oleh karenanya hal
prinsip dalam memilih sekolah adalah pilihlah sekolah yang mampu mengembangkan
sisi akademik atau sisi non akademik si anak, meskipun sekolah tersebut
dipandang sebelah mata oleh masyarakat.
Perbedaan Pola Pembelajaran di Les dengan di Sekolah
January 02, 2014 Guru Les Keluarga
Pada
asalnya pembelajaran di les tidak jauh beda dengan di sekolah. Ini artinya,
seorang guru yang biasa mengajar di kelas, maka akan dengan mudah mengajar
siswa di tempat les. Namun, kalau dicermati lebih lanjut, ternyata ada
perbedaan yang mendasar terkait dengan metode, aspek penilaian yang
disampaikan, ketercapaian materi, banyak siswa, kesiapan guru dan siswa, dan
lain – lain.
Berikut ini akan kita jabarkan beberapa perbedaan itu :
a.
Metode
Metode mengajar ketika di sekolah seharusnya bervariasi.
Meskipun pada prakteknya guru lebih banyak menggunakan ceramah. Variasi ini
menuntut adanya keseriusan guru untuk mengembangkan metode – metode mengajar
yang disesuaikan dengan materi. Seiring dengan kesibukan – kesibukan di luar
sekolah, menjadikan guru malas untuk mengembangkan metode pembelajaran,
akibatnya hampir 100 % metodenya adalah ceramah, dan ini berlangsung terus
menerus. Akibatnya dari tahun ke tahun siswa yang remidi jumlahnya lebih banyak
dari yang tuntas.
Begitu juga, metode yang sering dalam membelajarkan siswa les
adalah ceramah. Dalam perkembangan selanjutnya perlu digunakan metode tanya
jawab (diskusi). Menggunakan metode ceramah tentu saja punya dasar yang kuat.
Yaitu dikarenakan waktu les sangatlah terbatas, pembelajaran berbasis soal dan
pemecahan masalah, dan memahamkan siswa dalam memahami materi. Tetapi bukan
berarti harus melulu dengan ceramah, tapi sesekali harus dengan tanya jawab.
Sarana dan prasarana les yang terbatas (bahkan bisa dibilang tidak ada),
menjadikan metode – metode pembelajaran lain sulit berkembang.
b.
Aspek penilaian
Aspek penilaian yang disampaikan di sekolah harus mencakup
aspek kognitif, psikomotor, dan afektif. Ketiganya harus dibangun berdasar
karakteristik materi yang disampaikan. Namun, di les penilaian yang diajukan
hanyalah aspek kognitif. Karena pembelajaran di les lebih banyak berorientasi
soal. Meski demikian, guru les dituntut untuk berkreatif dengan mengambangkan
variasi soal. Berbasis soal kognitif ini disebabkan karena les digunakan untuk
tujuan menyelesaikan soal ulangan harian, ujian, try out, UN yang mengukur
aspek kognitif.
Akan tetapi ada juga les yang berorientasi pada psikomotor
seperti les gitar, les piano, les menyanyi, les renang, dan lain – lain. Dengan
kata lain, secara dominan les hanyalah mengukur 1 aspek saja.
c.
Ketercapaian materi
Jika satu bab di sekolah diselesaikan dalam waktu 8 kali
pertemuan, maka di les dapat dipercepat secara idela hingga 4 kali pertemuan.
Bahkan dalam bab – bab tertentu, siswa yang memiliki akademik tinggi dapat
menyelesaikan dalam sekali atau dua kali pertemuan. Ini pun dituntut guru les
untuk meramu materi sehingga dapat mempercepat ketercapaian materi dengan tanpa
meninggalkan esensi materi.
Namun, yang perlu diingat bahwa ketercapaian materi untuk
siswa yang akademik rendah jangan dipaksakan, artinya tidak harus selesai dalam
kurun waktu kurang dari 8 x pertemuan. Hanya saja sebaiknya jangan sampai lebih
dari 8 x pertemuan, oleh karena itu, guru privat harus pandai mengatur irama
materi sehingga ketersesuaian materi dapat terwujud.
d.
Banyak siswa
Banyak siswa di kelas sekolah tentu berbeda dengan jumlah
siswa les privat. Jika siswa di sekolah jumlahnya bisa lebih dari 20, maka les
privat dibatasi maksimal hanya 4 siswa. Jumlah siswa yang sedikit ini
mempengaruhi daya tangkap siswa, kecepatan penyampaian materi, dan konsentrasi.
Begitu juga, guru ketika di sekolah harus bersuara lantang, supaya siswa yang
duduk di belakang dapat mendengar, maka ketika di tempat les haruslah
merendahkan intonasi suaranya.
Di les privat, daya tangkap siswa lebih baik, karena jumlah
siswa yang sedikit tadi dan lebih konsentrasi dibanding di sekolah. Sekalipun
penyampaian materi dari guru les privat tergolong cepat. Jika di sekolah, siswa
yang duduk di belakang dapat mengobrol saat pembelajaran, maka di les tidak
memungkinkan untuk itu.
e.
Kesiapan guru dan siswa
Siswa dituntut siap untuk mengikuti les dengan baik, menjaga
kesopanan selama les, konsentrasi, ataupun siap untuk menjawab soal – soal yang
diberikan guru lesnya. Selain siswa harus siap dalam menerima materi les, maka
guru pun harus dituntut demikian. Guru harus siap bilamana siswa mengajukan
pertanyaan soal – soal yang rumit, atau tugas/PR yang belum dipecahkan. Jangan
sampai guru tidak mampu menjawab pertanyaan – pertanyaan tadi yang berakibat
siswa les akan menilai negatif. Perlu dipahami bahwa siswa yang dihadapi dalam
les adalah siswa yang berbeda – beda sekolahnya. Semakin favorit, maka semakin
tinggi kesiapan kita.
Hal ini berbeda dengan guru ketika di kelas, karena
kecenderungan sudah hafal materi yang akan disampaikan, dan cenderung pula
tidak akan mendapat soal dari muridnya. Kecuali hanya sedikit.
Dengan
memahami perbedaan – perbedaan tersebut , diharapkan guru les mampu
menyesuaikan mana yang di sekolah dan mana yang di tempat les.
Konflik Dengan Siswa Les
January 02, 2014 Guru Les Keluarga
Berinteraksi
dengan siswa les atau orangtuanya tidaklah semulus yang dibayangkan. Ada
kalanya mengalami rintangan – rintangan atau semulus apapun terkadang menyisakan
sedikit persolan yang kemudian akan menjadi konflik. Berikut ini akan diberikan
ilustrasi yang menggambarkan konflik – konflik dengan siswa les atau oragtuanya
:
a.
Si A telah les beberapa kali, akan tetapi karena
keteledoran guru les, si A tidak diabsen, akibatnya setelah beberapa kali
pertemuan tibalah waktu penagihan les, ternyata terjadi perbedaan pengklaiman
kehadiran, orangtua si A mengklaim hadir 4 x pertemuan tetapi guru les
mengklaim sudah 6 x pertemuan. Guru les tidak bisa menunjukkan bukti fisik
kehadiran, kemudian dia menggunakan bukti catatan harian anak. Meskipun
demikian, ortu si A tidak menghiraukan dan tetap pada keyakinannya.
Selanjutnya, orangtua si A memutuskan tidak melanjutkan les lagi.
Solusi
:
Hendaknya guru les memahami terlebih
dahulu karakteristik orangtua dalam pembayaran les, adakalanya orangtua ada
yang pelit dalam membayar, ada yang tidak. Guru les pun harus mengadministrasi
pembayaran sebaik mungkin. Jika pembayaran dilakukan di akhir pertemuan
keempat, maka pada pertemuan ke – 3, siswa les harus diingatkan bahwa besok
pada pertemuan ke – 4, siswa harus membayar. Umumnya cara seperti ini efektif.
Jika sudah terlanjur tidak diabsen, kemudian terjadi perbedaan pengklaiman
kehadiran, sebaiknya guru les mengalah, hal ini lebih baik.
b.
Si B les bersama – sama 2 temannya yang
kebetulan masih menjadi tetangga di rumah guru lesnya. Si B memiliki
kepribadian temperamen (pemarah), mudah menyerah, sulit diatur, ditambah lagi
kemampuan akademik kurang. Si B ini sering enggan mencatat dan kebiasaan suka
cerita karena kedua temannya adalah teman main. Dengan kebiasanaan mengobrol
tersebut, akhirnya selalu mengganggu konsentrasi belajar. Tidak hanya itu, si B
tidak mau mengerjakan latihan – latihan soal yang diberikan oleh guru lesnya. Awalnya
guru les sabar dan dengan tenangnya menegur dan menasehati si B, akan tetapi
tiba – tiba meletuplah emosional guru les dengan menggebrak meja, yang
mengakibatkan si B kaget. Kedua temannya pun ikut – ikutan kaget mendengar
gebrakan meja tersebut. Ternyata tanpa guru les sadari, berita itu menjadi
perbincangan siswa les, hingga terdengar oleh ortu si B. Akibatnya yang tadinya
ortu si B menegur sejak saat itu sudah tidak pernah menegur lagi, meskipun si B
tetap les.
Solusi
:
Jika guru les menghadapi siswa
demikian, maka sebaiknya siswa dipanggil kemudian dijelaskan dan diberi
motivasi. Ketika sudah berulangkali diingatkan tidak ada perubahan, maka
sebaiknya guru les bertemu dengan orangtua untuk menjelaskan perilaku siswa di
tempat les. Sebab tidak setiap orangtua paham dan mengerti apa yang dilakukan
di tempat les. Selanjutnya, jika tidak ada perubahan atau itikad baik untuk
berubah, maka sebaiknya siswa les tersebut harus ditinggalkan, sepanjang guru
les merefleksi untuk memperbaiki metode mengajar anak les yang memiliki tipe
temperamen.
c.
Si C ingin mendaftar les privat karena mendengar
kabar dari teman – temannya bahwa guru les Mr.Z sangat gigih mengajar yang
banyak alumni siswa lesnya mendapat nilai bagus. Terobsesi hal tersebut, Si C
melabuhkan keinginannya untuk les di Mr. Z. Perasaan bahwa jikalau di les di
Mr. Z akan mendapat nilai bagus, menjadikan si C justru santai dan bermalas –
malasan belajar. Tidak hanya itu, PR sekolah tidak dikerjakan, karena yang
penting hasil akhir. Obsesi nilai tinggi pun selalu ia dengungkan kepada
orangtuanya. Si C juga ketika les, punya kebiasaan ngobrol yang kebablasan.
Akhirnya setelah pengumuman UN, nilai si C amat sangat jauh dari harapan.
Kecewalah si C dan ortunya. Akibatnya, komunikasi antara ortu C dengan Mr. Z berkurang.
Solusi
:
Begitu guru les mengetahui nilai si C
jelek, sebaiknya sesegera mungkin, guru les menemui orangtua si C dan
menjelaskan apa saja yang dilakukan si C di tempat les. Selanjutnya, guru les
mengatakan bahwa itulah nilai yang terbaik yang bisa si C dapatkan. Selanjutnya
guru les meminta kepada ortu si C, di kelas selanjutnya hendaknya ada perubahan
yang terjadi.
Tindakan preventif yang dapat
dilakukan seorang guru les, bila mendapatkan si C, adalah dengan mengestimasi
nilai UN berdasar nilai – nilai try out yang didapatkan pada sebulan sebelum
UN. Misalnya jika nilai mapel yang kita les dari beberapa try out mendapatkan
nilai 3,4,3,5 dapatlah kita katakan bahwa perkiraan nilai UN sekitar 4.
Meskipun besok nilai UN nya jauh lebih tinggi, akan tetapi setidaknya dapat
mengerti bahwa kemampuan anak demikian. Jangan sampai estimasi terhadap nilai
UN si anak, ortu berlebihan demikian juga si anak.
d.
Si D begitu aktif dengan kegiatan ekstra
sekolah, pulang biasa sore, sehingga terkadang menabrak waktu les. Jika
seminggu les sebanyak 2 kali, dia hadir les hanya sekali rutinnya, terkadang
tidak hadir. Yang lebih parah, manakala guru lesnya datang, si D sering
mengganti jadwal sesuai kehendaknya. Dengan terpaksa, guru les menuruti
perubahan jadwal si D. Hal ini terjadi berulangkali. Suatu saat guru les tidak
memenuhi jadwal yang disepakati karena alasan ingin memberi pelajaran si D.
Yang terjadi justru si D melaporkan dan membuat opini negatif pada orangtuanya,
bahwa guru les tidak konsisten jadwal. Kemudian les tidak dilanjutkan lagi.
Solusi
:
Sebaiknya guru les segera
mengklarifikasi kejadian yang sebenarnya kepada ortu si D tidak di depan si D.
Dengan penjelasan tersebut, image
guru les masih terpandang baik.
Pada tindakan preventif, guru les
sebaiknya mengurangi jadwal les dari 2 kali menjadi sekali dalam seminggu. Jika
siswa sering sekali merubah – rubah jadwal seenaknya, maka jangan dituruti.
Sesekali tidak masalah. Kemudian buat kesepakatan lagi jadwal yang tepat untuk
si anak, akan tetapi ada kecenderungan, jadwal berubah apapun masih tetap akan
terganti – ganti karena kesibukan si anak. Oleh karenanya buat ketegasan, jika
sebanyak 3 kali berturut – turut si anak tidak berangkat, maka les dihentikan.
e.
Si E sudah les privat lama, selama sepanjang
waktu les, si E mendapat keringanan biaya les karena pandai. Pembayaran pun
bulanan, artinya pembayaran tidak dilakukan dengan menghitung berapa kali dia
datang. Meski tidak full hadir, konsekuensinya adalah dia harus membayar
perbulan, sesuai kesepakatan awal. Si E sudah 2 bulan tidak membayar, kemudian
memasuki bulan ke tiga, kehadiran si E sangat jarang, Begitu pas datang, si E
ditagih membayar. Pas hari les tiba, si E berangkat, tapi belum membayar.
Begitu beberapa kali terjadi, hingga Si E akhirnya membayar, yang harusnya
membayar sebanyak 4 bulan, namun hanya membayar 1 bulan. Akhirnya Si E tidak
melanjutkan lesnya lagi, padahal les sudah terhitung lama.
Solusi
:
Pada kasus si E, guru les sebaiknya
menemui orangtua si E, mengkalrifikasi dengan tanpa niat untuk meminta
keurangan pembayaran. Karena si E sudah lama lesnya, maka berikan pujian –
pujian dan ucapan terimakasih atas kepercayaan selama ini.
Tindakan preventif yang dapat ditempuh
adalah pembayaran les jangan sampai telat dan ini perlu disampaikan sejak awal
les.
Permasalahan – permasalahan di atas hanyalah ilustrasi dari sebagian konflik
guru les yang biasa dialami. Secara umum, konflik lebih ke sisi kekurangtepatan
waktu dalam pembayaran yang berakibat menimbulkan gesekan – gesekan. Adapun
solusi – solusi yang diberikan hanyalah stimulus dan setiap guru les dapat
mengembangkan atau menyesuaikan sesuai dengan keadaan yang dihadapinya.
Ketika Tulisan Siswa Tidak Terbaca
January 02, 2014 Guru Les Keluarga
Tulisan tidak terbaca dalam bab ini memiliki makna sebagai berikut :
a.
Siswa menulis selalu terlambat dibanding siswa lain
seusianya, sekalipun tulisannya bagus
b.
Tulisan siswa jelek dan tidak terbaca
Menulis dalam proses pembelajaran sangatlah penting, bahkan sepenting –
pentingnya pembelajaran. Karena tulisan diibaratkan anak panah atau jaring yang
akan digunakan menangkap buruan. Misalnya kita hendak berburu rusa di hutan,
tiba – tiba rusa ada di hadapan kita, bila tidak kita tangkap rusa tersebut
dengan anak panah atau jaring, maka bagaimanakah kita bisa mendapatkan rusa
tersebut ?
Guru les yang baik, hendaknya memperhatikan masalah tulisan siswa.
Misalnya ketika kita sudah menulis di papan tulis, jangan sampai membiarkan
siswa tersebut hanya melihat dan membaca tulisan kita, tanpa dia mau menyalin
di buku catatannya. Tidak hanya itu, kita juga sebaiknya meminta siswa mengorganisasikan
tulisan tersebut di buku catatan khusus bila kita memberikan soal dan jawaban
yang unik, relatif luar biasa, ataupun soal yang rumit. Karena untuk soal yang
rumit tanpa tulisan yang rapi dan terorganisir dengan baik, maka mustahil siswa
akan ingat cara menjawab soal yang kita berikan.
Jangan pula membiarkan siswa menulis di lembaran – lembaran kertas yang
ujung – ujungnya nanti lembaran kertas tersebut hilang di makan api. Bilamana
kita memperkirakan bahwa ketika soal itu rumit dan membutuhkan jawaban yang
panjang kemudian jika siswa menyalin membutuhkan waktu yang relatif lama, maka
sebaiknya kita sudah mengetik itu atau menulis tangan kemudian kita bagikan ke
siswa. Hal ini dapat menghemat waktu les.
Jika kita dapati siswa tersebut malas mencatat, terlalu lama mencatat,
atau tulisan jelek maka kita mengupayakan agar terjadi peningkatan. Caranya
adalah memberikan PR mencatat kepada siswa dengan mengetahui orangtua. Kita
perlu memberi pengertian akan pentingnya mencatat. Kemudian kita bawa masalah
tersebut kepada orangtuanya, agar memberi perhatian khusus dalam mencatat.
Latihan – latihan mencatat itu terus kita berikan hingga si anak lancer dalam
mencatat, tulisan bagus, dan tidak malas dalam mencatat.
Perlu diperhatikan bahwa tulisan yang cepat lagi baik sangat membantu
kesuksesan belajar siswa dalam les.
Ketika Anak Malas Menghitung
January 02, 2014 Guru Les Keluarga
Sebuah
problema tersendiri bagi seorang guru les manakala menjumpai siswanya yang
mempunyai kebiasaan malas menghitung. Soal – soal yang berkaitan dengan hitung
menghitung seakan menjadi beban di atas kepala siswa. Padahal kebiasaan ini
akan berakibat fatal. Tentu saja semakin tinggi jenjang pendidikan yang
ditempuh, dampak yang dirasakan dari malas menghitung akan semakin berat. Oleh
karenanya seorang guru harus pandai – pandai memberikan solusi secepat mungkin
sehingga tidak berakibat yang lebih serius.
Sebelum
kita berikan solusi dan pencerahan, terlebih dahulu seorang guru les harus
mengetahui sebab – sebab mengapa seorang siswa sampai malas menghitung, padahal
menghitung adalah sesuatu yang menyenangkan, bahkan dalam kehidupan sehari –
hari seorang siswa tidak lepas dari masalah tersebut. Misalnya pengenalan
tentang lebih banyak atau lebih sedikit. Bagaimana mungkin siswa tahu mana yang
lebih banyak dengan tepat dari benda – benda yang diajukan dihadapannya tanpa
siswa mengetahui berapa jumlah benda tersebut. Adapun sebab – sebab siswa malas
menghitung adalah pertama, tidak
hafalnya siswa terhadap perkalian. Ini adalah sebab utama yang menjadikan siswa
malas menghitung. Seharusnya perkalian di luar kepala harus dikuasai siswa
sejak kelas 3 SD, meski itu belum masuk materi pembelajaran. Namun di lapangan
masih dijumpai baru kelas 6 SD, siswa baru hafal perkalian. Itu pun masih
dengan bantuan jari jemari. Bahkan yang lebih parah, pada jenjang SMP atau SMA,
siswa masih belum hafal perkalian. Kedua,
tidak mampu mengoperasikan bilangan bulat negatif. Perlu diketahui bahwa
operasi bilangan bulat negatif akan selalu dipakai hingga jenjang SMA. Ketiga, membiasakan menghitung dengan
menggunakan alat bantu baik HP atau kalkulator. Sebab ketiga ini sebenarnya
adalah implikasi dari malas menghitung. Namun banyak juga dijumpai siswa yang
sudah mampu menghitung dengan baik, masih saja menggunakan alat bantu. Padahal
jika ini dibiarkan, siswa akan malas dan semakin malas. Bukan berarti
menggunakan alat bantu tidak boleh, hal ini boleh, hanya saja seorang guru les
harus jeli kapan siswanya diperbolehkan menggunakan alat bantu kapan tidak.
Bukankah dalam setiap ujian apapun alat bantu hitung tidak diperkenankan. Keempat, budaya instan. Betapa banyak
siswa yang malas menghitung manakala melihat bilangan – bilangan yang terlalu
besar ataupun langkah – langkah yang terlalu panjang, padahal setiap langkah
adalah berlatih menganalisa sesuatu.
Jika
seorang guru les sudah memahami sebab – sebab tersebut, maka hal – hal yang
harus dilakukan oleh seorang guru les adalah pertama, mengajarkan operasi hitung sedini mungkin. Bahkan lebih
cepat, lebih awal, akan lebih baik. Kedua, guru harus sering menguji secara
lisan operasi hitung yang sederhana. Ini bias ditempuh bila masih dijumpai
siswa yang terkendala dalam menghitung. Bahkan ujian secara lisan harus sering
dilakukan, baik sebagai pembuka pelajaran ataupun penutup. Ketiga, memotivasi siswa. Guru les harus mampu menjelaskan akan
dampak negatif dari malas menghitung tersebut, sehingga siswa akan memiliki
rasa takut bila malas menghitung.
Sepuluh Kesabaran Menghadapi Siswa Les
January 02, 2014 Guru Les Keluarga
Sabar di sini
dapat diartikan menahan diri dari keluh kesah. Sabar menghadapi siswa les dapat
diartikan sabar menghadapi gangguang atau sesuatu yang tidak menyenangkan yang
kita dapatkan dari siswa les. Gangguan atau ketidakmenyenangkan ini beragam
kadarnya dan bentuknya. Dalam prakteknya ternyata banyak sekali hal – hal yang
membutuhkan kita untuk bersabar.
Berikut ini beberapa contoh
perilaku siswa yang membutuhkan kesabaran, diantaranya :
a.
Kemampuan akademik kurang
Tidak setiap siswa yang kita les memiliki kemampuan akademik
tinggi atau sedang. Justru malah banyak kita jumpai, siswa les yang memiliki
kemampuan akademik rendah. Ini logis lantaran dipilihnya les privat karena si
anak tidak bisa mengikuti pelajaran yang kelasnya besar. Oleh karenanya dengan
anggapan bahwa si anak akan dapat mengikuti pelajaran dengan baik bila di les
privatkan.
Suatu kenyataan yang saya alami, saya pernah mendapat siswa A
yang lemah sekali dalam perhitungan. Terus datang lagi, yang mendaftar siswa B,
yang ternyata kemampuan di B lebih parah dari si A. Saya menganggap waktu itu
tidak akan ada yang lebih parah dari si B. Seiring berjalannya waktu, si C
mendaftar les, ternyata kemapuan sangat parah dan lebih parah dibanding dengan
si B. begitu seterusnya, hingga kita akan mendapatkan ujian berupa siswa yang
kemampuannya amat sangat sangat terbatas.
Terbatasnya kemampuan siswa –
siswa tersebut dapat kita ketahui dengan kemampuan menangkap materi pelajaran
yang terbatas. Mudah lupa, malas mengerjakan soal, dan seabrek perkara –
perkara lain yang membuat kita harus berhati luas.
Berhadapan dengan siswa A, B, C, D, atau E tentunya
menjadikan kita lebih sabar. Adanya siswa – siswa tersebut, menjadikan kita
lebih belajar lagi meningkatkan dari sisi metode mengajar les. Mau tidak mau
demikian yang harus kita lakukan. Kita jangan pernah bermimpi untuk memberikan
siswa les dengan kemampuan sedang atau tinggi, karena umumnya mereka enggan les
privat, seandainya mereka les, mereka akan les di bimbel. Jadi itulah tantangan
manakala kita mendapatkann siswa yang kemampuannya kurang.
b.
Belum siap ketika datang
Si A sudah janjian sebelumnya dengan kita untuk les jam
16.00, begitu kita sampai di rumahnya si A tidak ada di rumah. Ibunya meminta
kita untuk menunggu. Jadwal les si B jam 16.30, ketika kita sudah sampai di
rumahnya, si B lagi baru saja tidur dan ibunya kesulitan membangunkan. Begitu
sampai di rumah C untuk les, ternyata si C lupa jadwalnya, dan belum mandi atau
makan. Terpaksa kita menunggu si C untuk makan atau mandi. Di rumah si D, saat
kita datang untuk ngeles, ternyata si D lagi main layang – layang di lapangan.
Orangtuanya sibuk mencari si D, selama 20 menit kita menunggu si D untuk mandi
dan siap les. Ini adalah sekadar cuplikan ketidaksiapan siswa untuk mengikuti
les. Maklum rasanya jika itu terjadi hanya sesekali, tapi bagaimana jika itu
terjadi berulang kali.
Baiklah jika nasehat itu kita berikan terus kepada masing –
masing anak untuk siap les, tapi bagaimana perasaan Anda tatkala mereka lakukan
secara berulang. Jika les Anda hanya 1 jam 15 menit misalnya, kemudian siswa Anda harus ditunggu
untuk siap les selama 30 menit, maka waktu tersisa hanyalah 45 menit.
Pertanyaan yang muncul, apakah Anda tetap memberikan les hanya waktu 45 menit
ataukah tetap 75 menit ?
Jikalau kita tidak sabar menghadapi siswa dengan kelakuan seperti
itu, maka yang terjadi adalah salah satu diantara kita, pasti akan menghentikan
les. Jika les dihentikan berarti kita tidak sabar, dan ruginya kita akan
kehilangan siswa les.
c.
Tidak mengerjakan tugas
Adakalanya kita memberikan tugas/PR kepada siswa, dengan
tujuan agar siswa mau mengulang materi yang kita berikan dan mau latihan. Namun
sejauh ini, masih terasa sulit bilamana tugas itu terselesaikan oleh siswa.
Puluhan alasan akan diberikan oleh siswa les, seperti banyak tugas sekolah,
tidak sempat, lupa, dan lain –lain. Sejatinya mereka malas, lha wong seandainya
dia ada tugas dari sekolah, dia menginginkan kita yang mengerjakan, kok malah
kita ngasih tugas …yang benar saja ! Begitulah realitanya.
Yang menjadi persoalan
di sini adalah bukanlah pada siswa les yang sudah kompeten, namun pada siswa
yang kita pandang perlu dan penting untuk diberikan tugas tersebut dari sisi
manfaat. Kadang kita memberikan tugas untuk membaca materi prasyarat.
Terus terang, hati kita akan sedih manakalah sekali dua kali
tiga kali siswa tidak mengerjakan tugas, tapi tetaplah bersabar. Oleh karenanya
di akhir pertemuan les, kita tanya untuk buat komitmen bersama, apakah perlu
diberikan tugas atau tidak ? Jika siswa menjawab perlu, kita tanya lagi apakah
siap mengerjakan. Jika siswa sanggup, maka kita berikan, jika tidak maka
janganlah kita siapkan.
Terkadang jawaban alasan siswa tidak mengerjakan les, karena
banyak tugas sekolah, hal ini pada sebagian kecil siswa les betul adanya, tapi
umumnya tidak.
d.
Bermain HP saat les
Siswa les yang menggunakan HP saat les ada beberapa kondisi,
diantaranya pengalihan kejenuhan, lagi asyik – asyiknya sms, menjawab sms,
untuk menghitung, dll. Akan tetapi, jadi bermasalah bila dia keseringan
menjawab sms alias asyik sms. Bila penggunaan HP hanya pengalihan dari
kejenuhan, tidaklah mengapa. Jadi tidak masalah kita membiarkan sesekali siswa
menjawab sms atau menghitung memakai HP, akan lebih baik, sejak awal les kita
sampaikan kepadanya untuk mematikan HP saat les. Ini sangat bermanfaat buat
siswa dalam hal konsentrasi.
Bila kita sendiri harus ber sms saat les maka sampaikan
alasan yang tepat, misalnya Pak Guru saat les ber sms karena menjawab
pertanyaan, atau mengatur jadwal les selanjutnya, dan urusan – urusan yang
lain. Karena terkadang saat les, kita tidak bisa mengerjakan soal les karena
sulit, kita bisa saat itu sms teman untuk membantu menjawab. Lha yang seperti
ini, kita sms maksudnya, sejak awal kita sampaikan kepada siswa dengan harapan
siswa les jangan ikut – ikutan.
Bila siswa tidak mempedulikan komitmen awal untuk tidak
mengaktifkan HP maka kita bersabar dan terus menyampaikan ke siswa dengan
teguran yang ringan. Karena kalau ini dibiarkan, les akan terganggu. Jika
terganggu akibatnya les kurang bermanfaat.
e.
Bercanda dan mengobrol dengan temannya
Jika les siswa lebih dari 1, kelemahannya adalah siswa
ngobrol pada perkara – perkara yang tidak ada hubungan dengan les, misalnya
ngobrol masalah teman, curhat keluarga, dll. Ini jelas tidak bermanfaat,
kecuali kalau dilakukan di luar les karena pengefektifan waktu les. Sesekali
itu boleh ngobrol, akan tetapi bila keseringan, tentu berdampak tidak baik.
Kelemahan ngobrol inilah yang menjadikan banyak siswa yang
pindah memilih les privat. Kita bisa melihat siswa di kelas bimbel, saat KBM
berlangsung, siswa terlihat kurang memperhatikan karena keasyikan ngobrol.
Begitu jatuh nilainya, mereka beralih ke les privat. Jika di les privat mereka
tetap mengobrol akibatnya akan mencari guru les lain.
Kadang ini menjadi logika terbalik. Ilustrasinya seperti ini,
siswa A tidak mau les di bimbel karena di sana ia ketemu teman – temannya dan
ngobrol akibatnya nilainya jatuh, padahal dia sendiri yang pengin ngobrol
dengan temannya, karena kalau tidak ngobrol, maka tidak asyik. Kemudian pindah
di les privat agar tidak ngobrol, begitu di les privat, ia pengin ada temannya,
agar ia bisa melanjutkan obrolannya, dan kenyataannya demikian, ia suka kalau
ngobrol. Meskipun ia memandang untuk mencari les yang tidak ada obrolannya.
Oleh karenanya, jika siswa masih ngobrol, maka tetap kita tegur dan sabar jika
hal itu terulang lagi di kemudian hari.
f.
Sering ijin tidak les
Beberapa contoh sms yang menunjukkan ijin tidak les sebagai
berikut :
-
“Maaf, Pak. Hari ini lesnya libur dulu.”
-
“mv ya Pak, saya lagi banyak tugas jadi les libur.”
-
“pak saya ijin karena di sini hujan”
-
“pak, saya tidak bisa les karena baru sakit.”
-
“mf, pak. Saya baru belajar kelompok di rumah
teman, lesnya minggu depan lagi saja.”
-
“mf, pak. Saya lagi ada luar kota, belum pulang”
-
“mf, pak, saya baru ke rumah eyang. Ijin dulu”
-
Dan lain – lain
Jika diambil penyebab ketidakhadiran les sebagai berikut :
1. Sakit
2. Menyelesaikan
tugas
3. Belajar kelompok
4. Bepergian
Alasan – alasan di atas dapat dimaklumi jika kondisinya
sesekali. Namun, jika ijinnya keseringan, maka pertanyaan selanjutnya adalah,
‘Ada Apa’, . Menurut pengamatan saya yang terbatas, jika siswa ijin les
(maksudnya ijin tidak les ) 3 kali berturut – turut berarti ada kecenderungan
untuk pengin pindah les alias tidak betah les dengan kita.
Salah satu antisipasinya, jika siswa sudah ijin les kali
kedua, maka segera temui siswa les tersebut untuk konfirmasi, sehingga terdapat
kejelasan. Bilamana alasanya tepat, maka tidak menjadi masalah.
Jika ijin tidak les itu diberikan via sms/telp pada jam – jam
sebelum les, tidaklah mengapa. Minimalnya 1 jam sebelum les, sehingga jika
siswa ijin les pada jam tersebut, dapat kita tawarkan kepada siswa lain untuk
mengganti. Namun, bila yang terjadi, dia sms pada waktu 15 menit sebelum jadwal
les, maka ini membutuhkan kesabaran kita. Yang lebih parah, saat kita sudah
berjalan dari rumah ke rumahnya selama 30 menit, tiba – tiba pas mau sampai
rumahnya, ibunya ijin tidak les. Jika kondisinya demikian, maka ya kita sabar.
g.
Catatan tidak punya alias sering ganti – ganti
buku
Sedih rasanya bila melihat siswa sering ganti – ganti
lembaran catatan atau ganti – ganti buku, seakan – akan ilmu yang kita
sampaikan terbuang begitu saja. Bila kita ingin membuktikan bahwa kita sudah
menyampaikan materi tersebut dan ingin kita ingatkan kembali, maka akan sulit
mencari file – file tadi. Ya sabar juga jadinya.
Siswa yang sering ganti – ganti buku catatan, ini menunjukkan
siswa les tersebut tidak belajar dari catatan – catatan les yang kita berikan.
Padahal, menurut kita, catatan itu penting untuk selalu diingat. Terlebih lagi
jika siswa mencampur dengan catatan pelajaran di sekolah, atau catatan
pelajaran mapel lain.
Oleh karenanya di awal les, hendaknya guru les mengingatkan
hal ini. Mengingatkan sejak awal pentingnya mencatat di buku khusus les. Jika tidak
kita sampaikan, maka siswa tidak akan tahu.
h.
Malas mencatat
Pak Guru sedang mengerjakan soal – soal yang sulit di papan
tulis, di belakang si A hanya menatap tanpa menulis, begitu di suruh menulis si
A hanya menulis sepenggal – penggal. Kalau si B, dia tidak mencatat dengan
alasan sudah paham, padahal belum tentu. Si C menulis dengan sangat lambat
sedangkan si D menulis yang penting – penting saja. Ketika mengalami kondisi –
kondisi di atas tentu kesabaran kita diuji. Bisa siih kita marah saat itu, tapi
akibat kemarahan itu, siswa akan pergi meninggalkan kita.
Lalu apakah hal di atas kita biarkan ? Jika kita biarkan,
maka jangan bersedih manakala di kemudian hari siswa tidak bisa mengerjakan
soal serupa dengan alasan lupa.
i.
Konsentrasi kurang
Pandangan siswa kelihatan tidak fokus, sering melihat jam,
ditanya tidak segera menjawab, atau diam. Indikasi – indikasi di atas, sebagai
pendekatan untuk mengenal tingkat konsentrasi yang kurang. Konsentrasi yang
kurang saat les dapat terjadi manakala : siswa lagi menahan sakit, jenuh
terhadap materi yang kita berikan, les terlalu lama, gelisah, lagi banyak
kegiatan yang akan dilakukan, atau ada masalah dengan teman atau keluarga.
Jika permasalahan penyebab kurang konsentrasi ada pada kita,
maka hendaknya kita segera refleksi dengan meminta masukan siswa. Jika
permasalahan terjadi pada siswa, maka pancing siswa untuk mengemukakan dan kita
berikan solusinya. Akan tetapi jika hal itu sulit diungkap, maka kita meminta
dengan sangat kepada siswa, agar saat les pikiran harus fokus, dan hal – hal lain agar ditinggalkan sejenak.
Oleh karenanya guru les harus cermat, manakala siswa di
pertemuan sekarang tidak seperti pada pertemuan yang telah lalu, gejolak hati
siswa tersebut perlu segera dipecahkan.
j.
Terlambat membayar
Tidak selamanya siswa tertib membayar. Jika les privat hanya
1 siswa maka kecenderungan membayar akan tertib, akan tetapi jika les lebih 1,
maka biasanya akan ada siswa yang terlambat, alasan pun beragam bisa karena
lupa atau pada saat itu orangtua tidak punya uang. Antisipasinya adalah jika
sudah lewat 3 kali pertemuan, sebaiknya les siswa ditunda dulu, sampai siswa
tersebut membayar. Hal ini lebih baik, tentu saja kita mengatakan dengan bijak.
Sebenarnya banyak sekali contoh – contoh yang dapat kita berikan, karena
keterbatasan waktu dan tempat, maka kita cukupkan 10 hal tersebut. Kesepuluh
hal tadi, insya Allah, akan kita jumpai dalam prakteknya, bahkan bisa jadi
kesepuluh hal tadi dimiliki oleh 1 siswa. Kalau terjadi demikian, maka seakan
kita mendapat telur busuk.
Tips Sukses UN
January 02, 2014 Guru Les Keluarga
Andaikan
seminggu lagi kita menginginkan memetik buah dan berkeinginan makan buah
tersebut, kemudian setelah seminggu, sangat disayangkan manakala buah yang kita
makan belum matang sehingga kualitas rasanya tidak enak. Bahkan sebaliknya,
matang memang buah tersebut, tapi dari segi bentuk warna sudah tidak menarik
lagi, karena ada sebagian anggota buah tersebut terlihat busuk, ini artinya
buah tersebut terlalu matang. Nah, inilah yang dikhawatirkan terjadi pada siswa
kita. Sebuah contoh misalnya, pada saat
minggu – minggu sebelum unas, siswa sibuk mencari les privat, belajar
semalam suntuk, semua buku ludes dikerjakan, namun sayang hasil unas biasa –
biasa saja, ini ibarat buah yang belum matang. Sebaliknya ,pada saat – saat try
out, namanya selalu di papan atas, bahkan selalu merajai nilainya di semua lini
mapel, namun begitu ujian sesungguhnya, justru nilainya tidak semenonjol seperti
yang diharapkan. Pertanyaan yang muncul adalah, apakah yang salah ? Atau
dimanakah letak kesalahannya ? Tentu saja hal ini disebabkan bahwa siswa
menganggap apa yang sudah diperolehnya di try out sudah dianggap matang. Begitu
juga kasus – kasus belajar sistem semalam suntuk layaknya makan buah karbitan,
maka hasilnya pun tidak seenak buah matang di pohon.
Fenomena
– fenomena di atas pernah dialami oleh bapak /ibu guru yang mengampu mapel unas
atau para tentor di bimbingan belajar. Lalu apakah kejadian – kejadian tersebut
akan dibiarkan berulang begitu saja ? Tidak sukakah kita manakala melihat siswa
dari try out awal ke try out – try out selanjutnya terjadi peningkatan,
kemudian saat Unas laksana “bom waktu” hasilnya meletup luar biasa dengan nilai
yang di luar prediksi gurunya ? Ya, tentu semua di antara kita akan suka.
Pertanyaan
yang muncul adalah bagaimana strategi mematangkan siswa, sehingga hasil unas
sangat membanggakan. Hasil unas di sini tidaklah berarti harus mendapat nilai
tinggi untuk 1 kelas, atau 1 sekolahan, tapi cukuplah bahwa nilai yang dicapai
haruslah sesuai kemampuan dan lebih penting adalah di atas prediksi.
Setidaknya
ada 2 jenis kelompok siswa di sini, yang pertama adalah siswa yang biasa berada
di peringkat atas, yang kedua adalah siswa yang dengan kemampuan rata – rata
tapi menjadi matang pada saaatnya.
Strategi untuk jenis pertama adalah : pertama,
tanamkan bahwa jangan terlalu puas terhadap hasil yang dipeoleh. Kedua , guru memperluas SKL (Standar
Kompetensi Lulusan) dengan melatih materi – materi yang cukup menantang dan
sulit. Hal ini agar siswa tidak bosan terhadap materi dan soal yang sudah biasa
dilatihkan. Ketiga, latih siswa
membuat soal yang sesuai kisi – kisi. Keempat,
perluas penguasaan jawaban siswa dengan berbagai cara. Misal 1 soal matematika
dapat dikerjakan dengan minimal 3 cara. Kelima,
berlatih penguasaan soal – soal penalaran dan olimpiade yang sesuai SKL, karena
hal ini akan membuat siswa lebih termotivasi dan tidak kaget manakala siswa
menjumpai soal yang diluar perkiraan.
Jenis
kelompok kedua dapat dilakukan dengan strategi : pertama, mencatat rangkuman dan soal yang dirasa sulit, kemudian
diulang – ulang. Kedua, memaksimalkan
mapel yang dapat menopang nilai mapel yang kurang. Misal, jika siswa kurang
nilainya di mapel matematika dan merasa sudah tidak mampu lagi menambah
penguasaan SKL nya maka dia harus memaksimalkan nilai mapel lain yang dikuasai.
Ketiga, mencukupkan dengan mapel yang
telah dikuasai dan memfokuskan mapel yang kurang dikuasai. Misal, jika siswa di
mapel matematika sudah cukup kuat sementara di mapel IPA masih kurang, maka ia
harus memfokuskan di mapel IPA dengan belajar. Keempat, mengoptimalkan tutor sebaya. Kelima, menanamkan kebiasan bertanya kepada guru atau kepada teman
yang pandai.
Demikian
setidaknya beberapa hal yang perlu menjadi perhatian bagi siswa, guru, dan
orangtua dengan harapan siswa yang sudah matang akan menjadi lebih matang pada
saatnya.
Memperhatikan Kekontinuan Les
January 02, 2014 Guru Les Keluarga
Ketika
kita naik gunung, lebih disukai tanjakan yang landai meski jauh daripada
tanjakan yang curam. Sehingga jalan pegunungan dibuat berkelok – kelok meski
lama. Ini menunjukkan prinsip bidang miring yang berlaku di dalam kehidupan
sehari – hari. Layaknya belajar, siswa sebaiknya belajar sedikit demi sedikit
secara kontinu daripada belajar dengan sistem kebut semalam. Ataupun dalam
pembelajaran les, kita tentu lebih menyukai siswa yang belajar lebih lama dari
pada membelajari siswa yang hanya butuh dadakan, misal dia minta les karena
esok pagi ada ujian Mid, dll.
Hal
di atas adalah salah satu bentuk kekontinuan dari sisi lama les dalam kurun
waktu misal 1 tahun. Bentuk kekontinuan yang lain adalah ketika siswa sudah
selesai les di kelas 6 SD, maka diharapkan di kelas 7 ia akan les di tempat
kita. Begitu seterusnya hingga ia menamatkan di jenjang SMA. Saya punya
pengalaman siswa les yang sudah bertahan hingga 8 tahun. Ia mulai les dengan
saya sejak kelas 4 dan berlangsung terus hingga – saat ini – duduk di kelas XI,
dan kemungkinan akan berlanjut hingga ia sampai kelas XII.
Bentuk
kekontinuan lainnya adalah jika dalam 1 keluarga ada 4 anak, maka saya
memberikan les anak pertama, dilanjut anak kedua, anak ketiga, hingga anak ke
empat. Ini sudah banyak keluarga yang saya les seperti itu, yaitu semua anaknya
saya les. Bahkan ada 1 keluarga yang sudah saya les , sampai saat ini 8 tahun,
dan saya perkirakan, insya Allah,
bisa bertahan hingga 12 tahun. Karena anaknya
yang keempat sekarang masih duduk di kelas 8.
Lalu
apa resepnya siswa tersebut bertahan hingga 9 tahun les. Resepnya sebagai
berikut :
a.
Kedekatan saya dengan orangtua.
Orangtuanya sudah mempercayakan kepada
saya untuk membimbing les, akibatnya hasil baik atau buruk pun tidak
mempedulikan. Kepercayaan ini, Alhamdulillah,
melekat seiring dengan berjalannya waktu. Orangtuanya yakin bahwa saya akan
memberikan yang terbaik tanpa keraguan.
b.
Hasil awal memuaskan
Kesan hasil tahun pertama siswa yang
saya les ternyata berbuah manis, seiring dengan proses yang terus menerus ada
perbaikan. Siswa yang saya les merespon positif, sehingga orangtua pun senang,
dan ini berlanjut terus sampai sekarang.
c. No Target
Ternyata siswa yang kontinu saya les,
orangtua tidak pernah menargetkan dengan sejumlah nilai tertentu. Prinsipnya
yang penting les. Mereka yakin, dengan izin Allah, bahwa saya akan memberikan
yang terbaik.
d.
Membayar les tanpa perhitungan
Resep ini yang nampaknya terasa sekali di
hati saya, manakala ketika waktu pembayaran tiba, mereka bersegera untuk
membayar, tanpa dihitung – hitung. Artinya, ketika saya sebulan yang harusnya
datang 4 x, karena suatu hal saya datang sekali, ternyata mereka tetap membayar
4x penuh tanpa mengeluh.
Namun ada hal yang diperhatikan
bahwa tidak selamanya siswa yang meminta les kontinu kita layani, tanpa
memperhatikan faktor – faktor yang lain. Ambil contoh, Si A les kelas 6, tiba –
tiba hasilnya UN bagus, dan ia meminta kelas 7 dilanjutkan, lalu apakah kita
kabulkan ? Pada kasus tersebut banyak siswa yang saya tolak. Oleh karenanya,
sebaiknya, kita memperhatikan hal – hal sebagi berikut :
a.
Tingkat kejenuhan
Selama
ini, saya sangat memperhatikan kejenuhan siswa dalam les. Jika di kelas 6, misalnya,
siswa sudah terlihat jenuh dalam les. Maka di kelas 7, yang tidak ada tantangan
untuk berprestasi, maka akan cenderung tidak bisa bertahan. Hal ini beberapa
kali saya jumpai. Ada siswa yang memaksa untuk tetap les, eh, ternyata tidak
bisa bertahan lama.
b.
Kegiatan sekolah
Ini
juga faktor yang perlu kita perhatikan. Misalnya, siswa yang kelas 9 kita les,
kemudian dia ingin les lagi di kelas 10, kita harus memperhatikan bahwa di
kelas 10 banyak ekstra atau kegiatan sekolah, maka selayaknya kita memperhatikan
hal tersebut. Jangan sampai ketika ia di kelas 10 pengin les, kemudian kita
layani, ternyata pas jadwal les, ia ijin karena banyak kegiatan ekstra.
c.
Ekonomi orangtua
Perlu
diperhatikan juga bahwa tidak semua orangtua siswa memiliki ekonomi yang berkecukupan.
Ada kalanya ekonominya pas – pasan dan les sebenarnya perkara yang berat dari
sisi biaya. Misal si A baru lulus kelas 6, dengan kondisi ekonomi orangtua pas
– pasan, kemudian dia di kelas 7 pengin les lagi, maka saya cenderung menolak.
Saya menyarankan untuk les lagi besok kalau sudah kelas 9 dengan alasan agar
siswa tersebut tidak bosan. Perlu dipahami bahwa permintaan siswa yang pengin
kontinu les, kebanyakan hanyalah efek spontanitas dari hasil UN yang bagus.
Jadi bukan karena ingin mengembangkan potensinya yang lebih bagus.
Jadi kesimpulannya tidak semua
siswa yang minta kontinu les kita terima, tapi hendaknya kita memilih dengan
memperhatikan hal – hal di atas. Sebaliknya, tidak mengapa kita menawarkan
siswa yang kita les agar kontinu belajar lesnya bila kita memandang siswa yang
bersangkutan tidak mampu belajar mandiri di kelas atasnya.
Alokasi Waktu Les
January 02, 2014 Guru Les Keluarga
Di
pasaran les, kita menjumpai waktu les berkisar antara 1 jam hingga 2 jam, amat
sangat sedikit waktu les sekali pertemuan untuk 1 mapel hingga lebih dari 2
jam, karena siswa akan capai dan bosan. Kebanyakan waktu les adalah 1,5 jam
baru disusul 1 jam. Namun saya peribadi menyukai les waktunya adalah 75 menit.
Dengan les 75 menit, sebenarnya efektif hanya 1 jam, yang 15 menit bisa
digunakan untuk mempersiapkan kondisi siswa les, memberi motivasi, dan
persiapan menuju les selanjutnya. Jika waktu les 1 jam saja, kita akan
cenderung terburu – buru di jalan dan adakalanya siswa pun belum siap les jadi
hasil kurang maksimal. Waktu 2 jam pun sebenarnya terlalu boros dan berharga
buat pengajar les. Jika les dalam waktu 2 jam, maka sehari kita hanya akan
mendapatkan alokasi waktu les sehari hanya 2 kali atau kadang sekali saja.
Berikut ini saya jadwalkan waktunya les, dengan catatan alokasi waktu ini
tidak harus di atur seperti ini :
1.
Jadwal pertama jam 15.30 – 16.15
2.
Jadwal kedua jam 16.15 – 18.00
Ingat
bahwa pilih jadwal pertama dan kedua selisih tempat tidak jauh
3.
Jadwal ketiga jam 18.30 – 20.00 (dengan
perkiraan solat isya’ di masjid 15 menit)
Prioritas Les
January 02, 2014 Guru Les Keluarga
Kalau
kita ditanya, berdasarkan kemampuan akademik siswa, siswa dapat kita bagi ke
dalam tiga bagian : kemampuan akademik tinggi, sedang, dan rendah, manakah yang
harus diproritaskan untuk les ?
Siswa
yang memiliki kemampuan akademik tinggi tentu saja ia sudah rangking di
kelasnya, pelajaran di sekolah ia mampu menangkap materi dengan sangat baik,
pembelajaran diikuti dengan selancar mungkin, minat dan motivasi belajar di
sekolah sudah tidak diragukan, PR dan
tugas mampu ia selesaikan sebelum waktunya, bahkan ia mampu belajar mandiri.
Ulangan harian pun selalu di atas KKM.
Siswa
yang memiliki kemampuan akademik sedang, bisa dibilang siswa tersebut kemampuan
pas – pasan, ia bisa mengikuti materi pelajaran hanya di awal – awal bab saja,
PR dan tugas terkadang dikerjakan seandainya mengerjakan hanyalah copy paste
temannya, belajar hanya seperlunya, ulangan harian pun terkadang saja yang lulus
KKM. Jika dilihat rangking dari 32 siswa, ia mendapat rangking 8 – 24, atau
sekitar itu.
Sebaliknya,
siswa yang memiliki kemampuan akademik rendah, rangkingnya sering menjadi juru
kunci. Minat dan motivasi belajar rendah, bahkan nyaris lenyap. Sekolah
hanyalah sekadar absen, kehadiran di kelas laksana patung. Ketika guru
pelajaran menyampaikan materi, siswa tersebut tidak mengerti apa yang
dibicarakan gurunya. Jasad siswa di kelas, tapi pikirannya di luar kelas
melanglang buana. Tugas sering lupa, seandainya mengerjakan tentu saja copy paste temannya tanpa mengetahui
asal – usul jawaban tugas tersebut.
Dari
ketiga kondisi siswa di atas, sekali lagi manakah yang harus mendapat prioritas
les ? Hampir semua sepakat bahwa siswa yang memiliki kemampuan akademik rendah
diprioritaskan lesnya, alasannya adalah siswa tersebut supaya mampu mengikuti
pelajaran di kelasnya dengan baik. Baru di susul akademik sedang, dan yang
terakhir akademik tinggi. Menurut kebanyakan masyarajat bahwa kemampuan
akademik tinggi tidak les tidak mengapa karena sudah mampu belajar mandiri,
jadi di les pun seakan tidak ada perubahan.
Namun,
di sini saya berpendapat lain. Sebenarnya pada prinsipnya bahwa kemampuan siswa
akademik apapun butuh untuk les. Jadi tidak akan rugi, insya Allah, kalau
mengikuti les. Mengapa ? Karena di les pasti akan mendapat pengalaman belajar
yang lain. Kemudian soal prioritas, justru
siswa yang kemampuan akademik tinggilah yang butuh les. Alasanya sederhana,
bila kita punya materi ilmu yang bisa dibilang 100 %, dalam waktu yang relatif
sama, kemudian kita berikan kepada tiga anak dengan kemampuan akademik berbeda,
maka tentu siswa yang kemampuan akademik tinggi akan memndapatkan persentase
yang lebih besar, bahkan bisa mampu 100 %. Padahal dari 100 % yang kita
berikan, anak tersebut dapat mengembangkan bekal ilmu kita untuk mempelajari
yang lebih sulit secara mandiri.
Selain
itu, siswa yang memiliki kemampuan akademik tinggi akan merasa bahwa dia sudah
pinter, tanpa mengetahui bahwa di sekolah lain ada yang lebih pintar, seperti
pepatah di atas langit masih ada langit. Hal ini sering dijumpai, ketika siswa
yang kemampuan akademik tinggi sudah rangking 1 sampai taraf tanpa belajar pun
ia bisa dapat rangking 1, maka akan berakibat ia meremehkan pelajaran dan
merasa pinter. Akhirnya prestasi akan stagnan.
Nah
disinilah peran guru les untuk selalui berinovasi dalam mengajarkan materi les.
Berikan sesuatu yang beda, berikan pengalaman belajar yang lain pada siswa yang
kemampuan akademik tinggi, kalau perlu latihkan dengan soal – soal yang
berbasis masalah atau soal olimpiade. Sesekali jadikan ia guru buat kita dengan
melatih si anak untuk presentasi di hadapan kita, sehingga kita bisa mengetahui
kemampuan dia yang sesungguhnya.
Selanjutnya
adalah siswa yang memiliki kemampuan akademik sedang. Siswa ini diproritaskan
kedua, karena dengan les ia diharapkan mampu mengikuti materi pelajaran secara
keseluruhan dan tidak terpotong – potong.
Berbeda
dengan kemampuan akademik rendah, mengajarkan mereka untuk bisa berkembang
kemampuannya bukanlah semudah membalikkan telapak tangan. Kita butuh berjuang
ekstra untuk itu, padahal waktu kita sangat terbatas dan pikiran kita tidak
hanya memberikan les, tapi banyak tugas – tugas kemasyarakatan yang perlu kita
jalani. Belum lagi jadwal les yang kita berikan ke anak sangat banyak.
Sayang
sekali, dari orangtua justru memakasa dan mendorong les hanya untuk anak yang
kemampuan akademik rendah, kemudian di susul anak yang akademik tinggi agar
bisa bertahan juaranya. Sementara si anak yang kemampuan sedang dibiarkan,
dengan anggapan si anak sudah bisa mengikuti pelajaran di sekolah. Bahkan ada
orangtua yang menganggap jika anaknya pinter (akademik tinggi) tidak perlu
dileskan, alasannya adalah hal ini asama saja anatara di sekolah dan di les.
Dianggapnya tidak ada perubahan yang berarti, toh anaknya sudah pinter. Hal ini
padahal sejatinya adalah salah, sebagaimana penjelasan di atas.
Perlu
dipahami di sini bahwa, saya membedakan kedudukan kita sebagai pengajar les
dengan seorang guru. Bila kita seorang guru, maka prioritas untuk les di
sekolah adalah justru siswa yang kemampuan akademik rendah dengan tujuan supaya
dapat mengikuti pembelajaran dengan baik, tingkah lakunya menjadi baik, minat
jadi meningkat, dll yang berakibat waktu remidi menjadi seminimal mungkin.
Namun,
di sini kita sebagai guru les, maka justru yang harus kita perhatikan lebih
adalah anak yanhg memiliki kemampuan akademik tinggi.
Membantu Tugas Siswa
January 02, 2014 Guru Les Keluarga
Di
sekolah, siswa sering mendapat tugas atau pekerjaan rumah. Siswa akan suka
manakala kita membantu mengerjakan tugas atau pekerjaan rumah. Hanya saja guru
les perlu memperhatikan rambu – rambu dalam membantu mengerjakan
tugas/pekerjaan rumah siswa. Ingat, bahwa guru di sekolah dalam memberikan
PR/tugas adalah siswa mau belajar,
berlatih, dan dikerjakan sendiri oleh siswa. Esensi dari tugas tersebut
bukanlah yang penting bagaimana tugas itu selesai tepat waktu, akan tetapi
lebih dari sisi proses.
Oleh
karenanya guru les harus memperhatikan dari sisi ini. Karena, kenyataannya guru
sering mengeluhkan bila PR siswa yang mengerjakan adalah guru les dan ini
banyak terjadi. Kondisi ini menjadikan penulis prihatin.
Sebaiknya,
jika guru les disodori tugas siswa, tidak serta merta membatu mengerjakan 100%
atau menolak, akan tetapi sebaiknya cukuplah memberikan jalan – jalan
pembukaan. Atau jika kita mampu buatlah soal yang seragam, sehingga siswa dapat
mencontoh pengerjaan kita. Apabila mampu yang demikian, berarti kita telah
membuat siswa mau belajar di rumah. Karena esensi dari les kita adalah
bagaimana siswa mau belajar sehingga hasil dan proses les dapat berjalan dengan
baik.
Bentuk
bantuan dari tugas dapatlah berupa ide – ide yang akan membuat siswa semakin
mudah mengerjakan dan menyingkat waktu dalam pengerjaan, sehingga siswa dapat
belajar mapel lain.
Siswa
yang mengerjakan tugas secara mandiri – meski dalam prakteknya dibantu jalannya
oleh guru les – siswa akan senang dan puas, terlebih lagi ketika di kelas siswa
dapat maju mengerjakan di papan tulis.
Hadiah dan Hukuman
January 02, 2014 Guru Les Keluarga
Sebagaimana
kita ketahui, bahwa hadiah dan hukuman ibarat 2 muka dalam 1 keping mata uang.
Jika satu keping mata uang dibelah melintang, maka sudah tidak laku lagi
sebagai mata uang. Begitu juga dalam memberikan penguatan. Kalau hadiah saja
yang diberikan atau sebaliknya, maka hal ini tidak akan baik dalam perkembangan
kognitif siswa.
Hadiah
tidaklah mesti berupa sesuatu yang sifatnya berwujud. Terkadang siswa pun
menanggapi demikian. Bahkan ada yang meremehkan sisi hadiah, seperti jika kita
katakan, kalau kalian bisa nanti akan dapat hadiah, maka siswa akan bertanya
hadiahnya apa, apa HP atau montor. Hal ini terjadi yang demikian.
Hadiah
tidak harus mewah, tapi sedikit saja pun bisa membawa makna. Hadiah dapat
berupa buku, pensil, peralatan sekolah, buku, kamus, uang, snack, dll. Hadiah
pun bisa berbentuk sesuatu yang tidak berwujud seperti pujian langsung atau
pujian kepada siswa di hadapan orangtuanya.
Hadiah
diberikan menunjukkan perhatian kita terhadap anak. Hadiah akan membuat siswa
termotivasi, yang dmpaknya dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di tempat
les.
Lalu
kapan hadiah itu diberikan ? Sifat dalam memberikan hadiah yang perlu diingat
bahwa hadiah jangan diberikan terlalu sering karena hal ini akan mengurangi
esensi kemanfaatan fungsi hadiah. Hadiah tidak akan bermakna jika siswa dalam
mendapatkan hadiah itu terkesan terlalu mudah. Hadiah dapat diberikan bilamana
:
-
Siswa dapat menjawab soal yang sulit
-
Siswa menunjukkan perubahan pada hal – hal yang
kita sukai, seperti mencatat menjadi rapi, menghitung sudah terampil, mendapat
nilai bagus saat ulangan disekolah, siswa semakin aktif, disiplin dalam les,
interaksi meningkat, motivasi/minat semakin baik, dll.
-
Siswa dapat mengingat materi yang kita sampaikan
pada meteri sebelumnya
-
Ulangan yang kita berikan, siswa menunjukkan
hasil yang bagus
Sampaikan
kepada anak, bahwa ketika kita memberikan hadiah, janganlah melihat dari sisi
bentuk dan rupa, tapi lihatlah dari sisi niat baik kita dalam memberikan
sesuatu.
Jikalau
kita bersedia memberi hadiah, maka jangan lupakan hukuman. Hukuman diberikan
manakala kita telah siap memberikan hadiah dan hubungan emosional antara guru
les dengan siswa dan orangtuanya sudah dekat. Sebab jika tidak dekat,
dikhawatirkan terjadi kesalahpahaman atau miskomunikasi. Pemberian hukuman
jangan dikatakan kepada siswa, seperti mengatakan, kamu akan saya hukum begini
dan begini, tapi cukuplah kita berikan bentuk hukuman tersebut saja. Hukuman
ataupun hadiah diberikan manakala kita melihat ada sisi positif, sebab jika
tidak ada manfaatnya, maka sebaiknya dihentikan.
Hukuman
tidaklah berarti hukuman sangsi militer, seperti berdiri di tempat les, push
up, dll. Akan tetapi dapat berwujud teguran yang ringan hingga teguran yang
keras, namun bukan ancaman. Terkecuali jika ancaman itu dipandang baik, semisal
mengatakan, “Maaf, jika adik belum ada perubahan dalam hal …, saya minta maaf
bila sikap adik ini akan saya laporkan ke ibu adik.”, atau mengatakan, “Maaf,
jika hal ini masih berlanjut, saya dengan terpaksa tidak bisa menemani belajar
lagi.”
Ingat
bahwa ancaman diberikan sebagai jalan terakhir ketika melihat perilaku siswa
les sangat parah. Kembali kepada hukuman, bahwa hukuman dapat berupa teguran,
sebagaimana hadiah dapat berupa pujian.
Terkadang,
orangtua siswa mempercayakan kepada guru les dalam memberikan hukuman dengan
mengatakan bahwa anaknya dimarahi tidak mengapa hingga bila perlu dicubit.
Namun, ketika hukuman fisik diberikan sesuai permintaan orangtuanya, hendaknya
tetap melihat dari sisi fungsi dan kedekatan hubungan. Sebab jika tidak, akan
menyebabkan konflik.
Jadi
hadiah dan hukuman lebih dilihat dari sisi kemanfaatan. Jika dirasa bermanfaat,
maka dilanjutkan, jika tidak maka dihentikan.
Menolak Siswa Les
January 02, 2014 Guru Les Keluarga
Barangkali timbul pertanyaan dalam benak kita, memangnya ada siswa yang
harus kita tolak ? Ya, ada. Bahkan saya katakan “harus” kita tolak, bukan
“sebaiknya” kita tolak. Argumen lain akan muncul seperti bukannya sebaiknya
kita terima, toh mereka ingin belajar pada kita? Sebelum menjawab hal tersebut,
sedikit akan saya uraikan keadaan 2 siswa yang harus kita tolak :
a.
Siswa yang kemampuan akademik kurang dan malas
belajar. Hal ini tidak cukup, masih ditambah siswa tersebut punya aktivitas
yang tidak bermanfaat seperti game
maniak atau terlalu banyak kegiatan sekolah. Setiap waktunya habis untuk main
game. Begitu
juga yang punya kegiatan sekolah bisa pulang sore – sore, sehingga saat
mau les, fisik sudah capek.
Pada
kondisi ini, siswa tersita waktu dan konsentrasi belajar dengan hal tersebut,
akibatnya minat dan motivasi les sangat lemah. Gambaran ketika les, siswa
terasa di otaknya ada beban 2 ton padahal yang kita berikan hanya 2 ons. Ini
tampak sekali terlihat pada saat mau les, harus dipaksa oleh orangtuanya, dan
ketika les tampak ketidak betahan, kejenuhan, atau ketidak tenangan. Hal yang
lebih juah apapun yang kita berikan akan masuk dari telinga kiri dan keluar
dari telinga kiri.
Tentunya
sebuah beban psikologis tersendiri manakala ketika kita datang, si anak tidak
siap les. PR atau tugas yang kita berikan, si anak tidak mempedulikan, bahkan
pelajaran kemarin sudah lupa. Akhirnya setahun les kita lewati, hasilnya nilai
anak terkapar di bawah bantal. Otomatis orangtua enggan untuk menyapa kita, dan
kita pun segan untuk menanyakan hal – hal lain tentang kondisi anak tersebut.
Dengan
demikian, apakah kita bersedia menerima permintaan les ?
b.
Siswa yang mendaftar les waktunya sudah mepet
ujian, kira – kira kurang dari 2 bulan sudah mau tes.
Misal
si A dan B sudah les sama kita lebih dari 6 bulan. Si A dan Si B punya teman
namanya si C. Si C tahu kalau si A dan si B sudah les dari dahulu, dan si C
menunda – nunda lesnya dengan kita. Tiba – tiba nilai try out si C jelek,
kemudian si C minta les kepada kita. Seandainya kita terima si C, kemudian
hasil UN menunjukkan nilai si C lebih bagus dari si A dan si B, maka
kemungkinan yang terjadi adalah :
1).
Si C akan menggampangkan masalah les. Si C akan berpikir praktis, bahwa les
tidak perlu lama, buktinya dia hanya sebulan les namun hasilnya bisa mengungguli
si B dan si A.
2).
Si C bisa jadi akan cerita kepada orang lain, bahwa les tidak perlu lama. Les
yang lama tidak menjamin hasilnya bagus. Akhirnya oranglain ikut – ikutan
membenarkan perkataan si C, sehingga akan mendaftar les dengan waktu mepet.
3).
Si A dab Si B tentu akan kecewa dengan profesionalitas kita dalam memberikan
les. Mosok si C yang hanya les seumuran jagung mampu mengalahkan dirinya,
berarti selama ini guru lesnya ngapain ?
Sebaliknya,
seandainya si C nilainya jelek, maka citra kita di mata orangtua dan oranglain
ikut jelek. Si C yang les hanya seumuran jagung, dianggap oleh masyarakat les
dengan kita sudah lama.
Oleh
karenanya tidak ada manfaat yang signifikan bila kita mengambil si C untuk jadi
murid kita. Belum lagi dengan masuknya si C kita harus menguras energi les yang
lebih besar untuk menyamakan materi dengan si A dan si B
Di
sisi lain, dengan kita menolak si C ternyata ada manfaatnya buat pembelajaran
si C, diantaranya :
1.
Menyadarkan si C bahwa kalau les jangan mepet –
mepet
2.
Agar si C memiliki perhatian bahwa mencari guru
les ternyata tidak mudah
Subscribe to:
Posts (Atom)